The Alchemists: Cinta Abadi

Rune Bersedia Bertemu Rose



Rune Bersedia Bertemu Rose

3Rune menghela napas panjang sebelum kemudian mengangguk. "Baiklah kalau begitu. Paman bersedia bertemu dengannya. Karena kalian sudah berjanji kepadanya untuk bertemu, Paman tidak ingin membuat kalian menjadi pembohong."     

Mendengar kata-kata Rune, ketiga keponakannya segera melompat gembira dan kemudian memeluknya bergantian.     

"Ahh.. Paman memang paman paling pengertian, paling keren, dan Paman pantas untuk bertemu Tante Rose," kata Summer dengan gembira.     

"Terima kasih, Paman," kata Ireland dengan penuh semangat. "Kami senang Paman berpikiran terbuka dan mau mencoba. Siapa tahu Paman memang berjodoh dengan Tante Rose."     

Sebenarnya Rune tidak yakin, tetapi ia tidak mau mengecewakan para keponakannya. Karena itu, ia hanya mengangguk. "Kita lihat nanti, ya."     

Ia mengacak rambut mereka masing-masing lalu mengulurkan tangannya. "Sekarang, berikan tablet tempat kalian membuat akun di dating website itu."     

"Sebentar, aku ambil dari kamar," kata Ireland. Ia pergi sebentar dan kembali lima menit kemudian dengan sebuah tablet di tangannya. Ia lalu menyerahkannya kepada Rune. "Semuanya ada di situ."     

"Kapan kalian membuat akun ini?" tanya Rune keheranan, saat ia membuka layar tablet dan melihat riwayat percakapan yang tampak cukup panjang.     

"Uhm... dua minggu yang lalu," kata Scotland mewakili saudara-saudaranya.     

"Dua minggu yang lalu? Tapi Paman belum ada di sini..." kata Rune keheranan.     

"Benar. Tapi kami sudah mendengar dari Ibu bahwa Paman akan datang ke sini bersama Kakek. Kami juga mendengar pembicaraan mereka tentang Kakek yang akan menikah dengan Rosalien. Saat itulah kami sadar bahwa Paman akan menjadi satu-satunya lelaki dewasa di keluarga kita yang tidak punya pasangan."     

"Uhm... kalian salah, Paman Aldebar... Paman Terry..." Rune berusaha mengelak.     

"Paman Aldebar sudah menikah dengan ilmu pengetahuan. Tidak ada harapan lagi untuknya. Paman Terry memang belum meresmikan hubungannya, tapi kan selama ini dia sudah pacaran dengan Tante Shekina... Kurasa Paman Terry tidak usah dihitung," kata Summer.     

Rune geleng-geleng kepala mendengar jawaban para keponakannya. "Kalian ini bisa saja."     

"Yahh... kami pikir, kenapa kami tidak memberikan ini sebagai kejutan saat Paman datang ke rumah? Ketika kami mendengar dari Summer bahwa sebenarnya orang tuanya bertemu karena bantuan dating website, kami pikir.. kenapa kami tidak mencobanya untuk Paman Rune juga? Iya kan?" Kini Ireland yang bicara dengan penuh semangat.     

Rune ingin tertawa melihat antusiasme mereka. Akhirnya ia hanya bisa mengangguk-angguk.     

"Kami membuat akun untuk Paman dan mencari kandidat calon kekasih yang tepat untuk Paman. Dari beberapa belas yang kira-kira menarik, ada tiga yang kami anggap paling bagus. Nah, Tante Rose ini adalah yang paling antusias bertemu Paman. Makanya kami langsung membuat janji temu," Summer melanjutkan. "Paman tahu daerah East Village?"     

Rune mengangguk. East Village adalah daerah di New York yang memiliki banyak kafe dan bar. Kehidupan malam di sana sangat meriah. Banyak orang yang datang ke sana untuk bersenang-senang di akhir pekan.     

"Kalian mengadakan janji kencannya di East Village?" tanya Rune memastikan.     

Summer mengangguk. "Benar, Paman."     

"Hmm.. kapan?" tanya Rune lagi.     

"Besok malam.... hehehehe." Summer kembali memasang ekspresi imut di wajahnya dengan mata berkilauan seperti anak anjing. "Paman datang yaaa..."     

Ahhh.. Rune mana bisa menang melihat wajah memelas dengan bulu mata panjang yang dikibas-kibaskan itu. Akhirnya ia mengangguk. "Baiklah. Hanya satu kali."     

"Terima kasih, Paman! Semoga sukses!!!" kata ketiga keponakan Rune dengan gembira. Sang paman hanya bisa menghela napas dan mengurut dada.     

Setelah bicara dengan Ireland, Scotland, dan Summer, Rune membiarkan mereka pergi. Ia lalu mendatangi kakaknya dan Lauriel yang masih menunggu di ruang makan dengan wine di tangan masing-masing.     

"Jadi, bagaimana?" tanya Aleksis dengan penuh perhatian. Ia sebenarnya juga berharap Rune mau bertemu dengan Tante Rose, karena selain ia penasaran dengan wanita yang dipilih anak-anaknya untuk ditemu Rune, ia juga ingin melihat adiknya berkencan dan mudah-mudahan bisa jatuh cinta.     

Kadang-kadang ia pun merasakan apa yang dirasakan anak-anaknya saat melihat Rune masih betah melajang. Ketika ada acara keluarga di mana semua orang berkumpul dan membawa pasangan, hanya Rune yang masih datang sendiri.     

Bahkan Terry yang narsis dan tidak pernah mau memiliki kekasih sebenarnya sudah cukup banyak menghabiskan waktu dengan Shekina sehingga bisa dibilang sebenarnya mereka memang pacaran, tetapi tidak ada yang mau mengaku bahwa hubungan mereka sebenarnya sudah seperti kekasih.     

Rune tersenyum mendengar pertanyaan Aleksis. Ia mengangkat bahu dan menjawab. "Aku akan datang. Setidaknya anak-anak sudah dihukum. Aku kasihan melihat mereka dihukum tanpa mendapatkan hasil apa pun. Lagipula... mereka melakukan ini karena sayang kepadaku."     

"Oh... kencannya di mana?" tanya Aleksis dengan penuh perhatian.      

"Di sebuah kafe di East Village, besok malam," kata Rune.     

"Seperti apa sih orangnya?" tanya Aleksis lagi. "Kau mau kami temani? Kadang-kadang Alaric dan aku berkencan di luar dan rasanya sudah lama kami tidak minum-minum di East Village."     

"Kalian mau ikut?" tanya Rune keheranan. "Apa ini tidak berlebihan? Aku hanya akan bertemu sebentar dan makan malam dengan gadis itu sekadar untuk sopan santun. Tidak ada hal yang menarik."     

"Bukan begitu. Kebetulan saja, Alaric dan aku sudah lama tidak kencan di luar," kata Aleksis sambil melirik suaminya.     

Alaric sama sekali tidak bereaksi ketika istrinya menoleh kepadanya. Ia dan Aleksis memang kadang-kadang kencan di luar demi memenuhi keinginan istrinya. Alaric sendiri, kalau boleh memilih tidak suka meninggalkan rumah dan bertemu banyak orang di keramaian.     

"Kalian tidak usah ikut, ah..." kata Rune buru-buru. "Nanti dia akan menjadi canggung. Aku merasa seperti anak kecil yang diantar kencan oleh orang tuanya. Aku ini sudah dewasa, umurku sudah lebih dari 40 tahun. Aku bisa sendiri."     

Ia memutar matanya. Aleksis mengerutkan keningnya. "Ahh... siapa yang mau menganggu kencanmu dengan Rose? Aku dan Alaric akan berpura-pura tidak mengenalmu. Anggap saja kami salah satu pengunjung kafe seperti yang lain."     

"Rune membelalakkan matanya mendengar kata-kata Aleksis, "Astaga... jangan coba-coba mengikutiku dan berpura-pura kalian kebetulan makan di tempat yang sama."     

Aleksis segera menghela napas. Rencananya sudah langsung dibaca oleh Rune. Adiknya itu memang pandai sekali.     

"Baiklah.. kau menang. Tapi tolong beri tahu kami perkembangannya. Ngomong-ngomong, seperti apa sih orangnya? Apakah ada fotonya?" tanya Aleksis lagi.     

Rune mengangguk. Ia menyerahkan tablet yang ada di tangannya dan menyerahkannya kepada Aleksis. Kakaknya itu meneliti beberapa foto yang ada di layar dan mengerutkan keningnya.     

"Orangnya sepertinya cantik, tapi aku tidak bisa yakin. Sepertinya fotonya terlalu banyak di-retouch dengan photoshop," komentar Aleksis. Memang benar, wajah gadis di foto itu terlalu mulus dan sempurna.     

Dasar, kebiasaan gadis-gadis zaman sekarang, pikirnya. Dengan kemajuan teknologi fotografi dan editing, akan sangat mudah meretouch gambar wajah seseorang sehingga terlihat sempurna. Aleksis dapat menduga-duga wajah asli gadis itu mungkin tidak akan terlalu sama dengan fotonya.     

"Semoga aslinya tidak terlalu jelek, ya..." komentar Aleksis sambil menyerahkan kembali tablet itu kepada adiknya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.