The Alchemists: Cinta Abadi

Berbagi Kamar



Berbagi Kamar

2Tubuh Mischa seolah membeku ketika ia mendengar penjelasan Vega. Astaga... gadis ini nakal sekali, pikirnya.     

Untuk sesaat Mischa menjadi sangat terkejut, tetapi setelah ia berhasil mengatasi kekagetannya, pria itu tersenyum lebar dan mengangguk. "Baiklah, kalau itu yang kau inginkan."     

Vega tersenyum tersipu-sipu saat melihat sikap Mischa. Ahh.. pria satu ini memang sangat percaya diri, pikirnya. Mischa dapat selalu membawa diri bagaimanapun situasinya.     

"Itu yang kuinginkan," kata Vega sambil mengangguk. Senyum nakal di wajahnya mengembang semakin lebar.     

Mischa mengangguk dan tidak berkata apa-apa, hanya balas tersenyum.     

Sang petugas resort membawa tas mereka dan memberi tanda agar keduanya mengikutinya masuk ke dalam. Mereka bertiga berjalan melintasi koridor terbuka melewati kamar-kamar dan suite di sebelah kiri, serta taman cantik di sebelah kanan.      

Setelah mereka tiba di ujung, sang petugas berbelok ke kiri. Mereka melihat ada sebuah bangunan lebih besar yang memiliki sepuluh suite megah menghadap ke laut. Mereka berjalan ke sana.     

"Ini satu-satunya suite yang tersisa," kata sang petugas dengan senyum simpul. Ia telah melihat kedua orang ini berjalan dengan mesra sambil berpegangan tangan.      

Ahh.. ini pasti pasangan muda yang sedang bepergian bersama. Keduanya tampak sangat serasi dan saling mencintai.     

Ia sangat senang karena memilih Resortnya untuk menghabiskan waktu liburan mereka. Suite yang mereka pilih cukup besar, dan banyak dipakai oleh pasangan yang sedang berbulan madu.     

Kamarnya berada di bagian depan dan memiliki jendela besar dari lantai hingga ke langit-langit yang dapat dibuka dan menampilkan pemandangan pantai tanpa halangan. Di sebelahnya ada ruang tamu mungil dengan sofa yang nyaman dan meja kecil untuk minum kopi atau teh sambil bersantai.     

Di bagian dalam ada dapur kecil dengan ruang makan yang cantik dan berbagai perlengkapan memasak yang sederhana. Mereka bisa menyiapkan camilan atau makan malam simpel kalau mereka inginkan.     

"Hotel kami menyediakan chef kalau Anda membutuhkan jasa memasak makan malam di tempat," kata sang petugas sambil tersenyum lebar. Ia membuka pintu suite dan mempersilakan Mischa dan Vega masuk. "Di dekat sini juga ada supermarket kalau Anda berdua ingin belanja bahan makanan untuk masak sendiri. Semua peralatan makan kami sediakan di kitchenette."     

"Terima kasih," kata Vega dengan gembira. Ia sudah melihat sekeliling suite itu dan ia merasa sangat senang karena bentuknya memang sama indahnya seperti yang ada di website mereka. "Suite ini indah sekali."     

Sang petugas resort menunjukkan semua isi suite mereka dan menerangkan berbagai hal yang perlu mereka ketahui lalu kemudian mengundurkan diri.     

"Silakan telepon saya di nomor telepon 0 kalau Anda membutuhkan apa pun," katanya sebelum pergi.     

"Baiklah, terima kasih." Vega menerima kunci dari tangan sang petugas dan kemudian mengantar laki-laki itu keluar dari pintu. Setelah sang petugas hotel pergi, ia berbalik dan melihat Mischa telah mengatur tas mereka di dalam suite.      

Mischa menaruh tas Vega di dalam kamar, sementara tasnya sendiri ditaruh di atas sofa.     

"Kenapa tasmu tidak ditaruh di kamar juga?" tanya Vega. "Di dalam kamar ada lemari. Kita bisa menyusun pakaian kita yang sedikit itu di dalamnya, biar lebih rapi."     

Mischa menggeleng. "Tidak apa-apa. Kalau aku menaruh barang-barangku di kamar, aku takut nanti aku akan mengganggumu saat kau sedang tidur dan aku ingin mengambil barang."     

"Kenapa?" Vega tampak keheranan. "Apakah kau akan tidur di luar?"     

Mischa ingin tertawa mendengar pertanyaan polos Vega. Ia tidak tahu apakah gadis itu memang polos atau ia sengaja hendak menguji jawaban Mischa.     

"Kau ingin aku tidur di kamar bersamamu?" Pria itu balik bertanya. Alih-alih menjawab pertanyaan Vega, ia justru ingin mendengar sendiri dari mulut Vega apa yang gadis itu inginkan.     

Vega menatap pria itu dan kemudian mengangguk malu-malu. "Kurasa tempat tidurnya cukup besar untuk berdua."     

Mischa mengangguk juga. "Kau benar tempat tidurnya cukup besar."     

"Kalau begitu kenapa kau ingin tidur di sofa?" tanya Vega.     

Mischa menjawab dengan sabar, "Aku tidak ingin seenaknya mengambil keputusan dengan menyarankan agar aku tidur di kamar yang sama denganmu. Karena itu aku ingin mendengar apa yang kau inginkan."     

Vega berjalan mendekati Mischa, menyentuh tubuhnya sedikit, lalu mengambil tas pria itu dari sofa di belakangnya, dan berjalan masuk ke dalam kamar. Ia lalu menaruh tas Mischa di samping tasnya.     

Selama itu juga Mischa menahan napas. Saat tadi tubuh Vega menyentuh tubuhnya ketika gadis itu sedang mengambil tasnya dari sofa di belakangnya, dadanya seketika berdebar kencang.     

Apakah Vega sengaja memancingnya dengan cara itu? Tubuh bagian depan mereka bersentuhan dan posisi itu terasa begitu intim baginya.     

Mischa tidak pernah bersama wanita lain selama tujuh tahun terakhir, karena ia tidak pernah tertarik kepada wanita manapun. Tetapi ia benar-benar tertarik kepada Vega. Ia tertarik secara fisik, mental dan seksual kepada gadis ini.     

Tadinya ia masih dapat menahan diri karena mereka selalu bersama-sama Altair dan JM, liburan bersama. Hal paling jauh yang ia lakukan adalah mencium Vega, tetapi tidak lebih dari itu.     

Namun, kini mereka akan menginap berdua saja dan tidur dalam satu kamar di tempat tidur yang sama... godaan terhadap kelelakiannya tiba-tiba terasa menjadi begitu berat.     

Tadinya Mischa berencana mendekati Vega perlahan-lahan. Seiring dengan mereka menghabiskan waktu berduaan selama beberapa minggu ke depan, dalam benaknya adalah mereka akan menginap di kamar-kamar hotel berbeda dan menghabiskan waktu bersama di siang hari.     

Namun ternyata Vega mengambil inisiatif dari awal dengan hanya memesan satu kamar bagi mereka, dan kini gadis itu malah menyarankan agar Mischa berbagi ranjang dengannya.     

Apakah itu artinya Vega sudah siap untuk melangkah lebih jauh bersamanya? Mischa bertanya-tanya dalam hati.     

Ia melangkahkan kakinya memasuki kamar dan melihat Vega mengatur barang-barang mereka di dalam lemari dengan santai.     

Tempat tidur di dalam kamar ini sangat besar dan terlihat nyaman dengan desain mediterania. Di samping kanan tempat tidur ada jendela-jendela besar yang terbuka dan menghadap ke pantai.     

Mereka dapat melihat laut dari sini. Pemandangannya terlihat begitu indah dan membawa damai.     

Mischa mendekati Vega dan kemudian memeluk tubuh gadis itu dari belakang. Ia mencium puncak kepala gadis itu dan menghirup wangi tubuhnya yang menyenangkan.     

"Kau mau beristirahat dulu atau jalan-jalan ke pantai?" bisiknya dengan suara mesra.     

Vega memegang kedua tangan  Mischa yang memeluk pinggangnya dan meremasnya pelan. Ia sangat senang karena Mischa cepat mengerti isyarat dan tidak lagi bersikap sungkan kepadanya.     

Bukankah saat mereka di kapal dan Mischa meminta Vega untuk menikah dengannya Vega sudah menerima?     

Artinya mereka sekarang adalah pasangan kekasih, bukan?     

Lalu kenapa ia tadi masih bersikap sungkan?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.