The Alchemists: Cinta Abadi

Kau Juga Berpikir Begitu?



Kau Juga Berpikir Begitu?

1"Terima kasih," kata Vega sambil tersenyum manis. Ia mendeham dan kemudian membaca pertanyaan berikutnya. "Sebelum ini, Anda bekerja sebagai Direktur Space Exploration di SpaceLab tetapi kemudian Anda tinggalkan untuk menjabat sebagai putra mahkota Kerajaan Moravia. Apa yang membuat Anda kembali? Maksud saya.. setelah kecelakaan itu, Anda tidak ingat apa-apa. Apa yang mendorong Anda untuk memutuskan bergabung kembali dengan SpaceLab?"     

"Hmm... saat aku memulihkan diri, aku mempelajari semua dokumen dan peninggalan orang tuaku. Aku mengetahui bahwa ayahku dulu adalah salah penggagas SpaceLab bersama pendirinya yaitu Sam Atlas. Aku membaca berbagai catatan ayahku dan merasakan bahwa mimpi ayahku adalah juga mimpiku..." jawab Ren. "Kurasa, ini adalah satu-satunya hal yang saat ini ingin kulakukan dalam hidup. Aku ingin mewujudkan keinginan ayahku membawa umat manusia menjelajah angkasa."     

"Wah... keren sekali," puji Vega. "Sekarang jabatan Anda adalah Direktur Space Exploration, bukan?"     

Ren menggeleng sambil tersenyum. "Sebenarnya sekarang aku adalah CEO SpaceLab yang baru, tetapi kabar ini baru akan diumumkan kepada umum minggu depan. Kapan artikelnya akan dimuat?"     

Tatiana yang menjawab mewakili Vega, karena ialah yang tahu kapan ia akan menerbitkan artikelnya. "Aku akan menerbitkannya minggu depan. Jadi... apakah aku bisa memasukkan informasi ini ke dalam tulisanku?"     

Ren mengangguk. "Boleh."     

"Terima kasih."     

Tatiana kembali mencatat. Ketika ia tidak mendengar suara Vega, ia lalu mengangkat wajahnya dan mencubit lengan gadis itu pelan. Vega menjadi tergugah dari lamunannya dan kembali membacakan pertanyaan berikutnya.     

"Apakah Anda sudah mulai berkencan lagi?" Vega tersenyum untuk meminta maaf atas pertanyaan yang tidak sensitif dari follower Titania. "Maaf.. ini adalah salah satu pertanyaan paling populer. Banyak pembaca kolom Titania ingin tahu apakah Anda bahagia. Ini karena mereka peduli. Maaf, ya.. Mereka tidak tahu masalah hilang ingatan tadi."     

"Tidak apa-apa. Pertanyaannya cukup wajar," kata Ren. "Aku akan menjawabnya. Hmm.. sekarang, aku tidak sedang berkencan, dan aku juga tidak mencari wanita pengganti mendiang istriku. Kurasa, itu bukan prioritas dalam hidupku. Saat ini tujuan hidupku hanyalah membesarkan SpaceLab dan mewujudkan semua cita-cita kami."     

"Terima kasih Anda sudah menjawabnya. Kurasa, selama Anda bahagia, maka semua wanita follower Tatiana akan ikut bahagia untuk Anda," kata Vega sambil tersenyum lega. Ia senang karena Ren menjawab pertanyaan tidak sensitif itu dengan baik.     

Ia lalu membacakan beberapa pertanyaan lain. Semuanya dijawab Ren dengan baik dan ramah, baik itu pertanyaan seputar kehidupan profesional maupun personalnya. Tatiana tidak henti-hentinya tersenyum saat ia menuliskan percakapan antara Ren dan Vega.     

Ahh.. sungguh beruntung, katanya dalam hati berkali-kali.      

"Ahh.. pertanyaanku sudah habis," kata Vega sejam kemudian sambil menutup bukunya. Ia menatap Ren dengan penuh terima kasih. "Terima kasih atas waktunya dan karena Anda berkenan menjawab semua keingintahuan para follower Tatiana. Aku yakin mereka semua akan sangat senang. Aku dan Tatiana mewakili mereka berharap agar semua yang Professor harapkan dalam hidup ini akan dapat terlaksana. Kami akan nantikan gebrakan dan kiprah SpaceLab di bawah kepemimpinan Anda."     

"Terima kasih Nona Medici," kata Ren. "Aku senang bertemu denganmu."     

"Aku juga senang. Rasanya asyik sekali bisa membicarakan banyak hal seputar SpaceLab langsung dengan pimpinannya," kata Vega. "Ayahku juga mempunyai cita-cita yang sama, hendak membawa manusia pada era baru. Kurasa ia akan senang mengikuti perkembangan SpaceLab ke depan."     

"Terima kasih." Ren telah menghabiskan teh di cangkirnya, demikian juga Vega. Ia mengangkat poci tehnya, hendak memeriksa isinya. Ternyata poci itu sudah kosong. Ia lalu bertanya kepada Vega. "Apakah Nona mau memesan teh lagi?"     

"Ah.. tidak usah. Terima kasih. Nanti aku kembung.. ahahaha," Vega menggeleng sambil tertawa. "Aku tadi sudah makan dan minum yang banyak sebelum ke sini. Rasanya sudah cukup."     

"Baiklah kalau begitu. Kurasa sudah waktunya berpisah," kata Ren sambil menaruh cangkirnya di meja. Walaupun ia berkata begitu, terlihat jelas di wajahnya bahwa ia masih ingin berbincang-bincang dengan Vega. "Tatiana tadi bilang Anda sedang berkunjung ke Paris. Anda tinggal di mana?"     

"Oh, aku tinggal di Targu Mures," kata Vega. Ia sengaja menyebut kota tempat rumah keluarganya yang paling ia sukai.     

"Di Eropa?" Wajah Ren tampak senang. "Dari aksenmu aku pikir kau orang Amerika."     

"Oh... aku bisa beberapa bahasa, termasuk Jerman, yang dipakai di Moravia," kata Vega sambil tertawa. Ia lalu mengucapkan kalimat selanjutnya dalam bahasa Jerman yang membuat Ren terpukau. "Terima kasih atas kesediaan Professor berbicara dengan kami. Teh dan kue-kuenya enak sekali."     

"Berapa lama kau akan ada di Paris?" tanya Ren. Vega sudah bangkit berdiri dan bersiap menyalaminya hendak berpamitan.     

"Uhm.. seminggu. Kenapa?"     

"Ah... kalau kau tidak sibuk, aku ingin mengajakmu makan malam," kata Ren tanpa basa-basi. "Aku belum pernah bertemu wanita yang begitu menyenangkan sepertimu."     

Vega tertegun mendengar kata-kata pria tampan di depannya. Gadis itu mengerjap-kerjapkan matanya dan sesaat tidak menjawab. Ia tidak tahu apa maksud dari perkataan Ren barusan. Apakah lelaki ini tertarik kepadanya?     

"Uhm... aku tidak sibuk, tetapi.. kurasa akan sulit untuk makan malam bersama karena..." Vega teringat para pengawalnya yang selalu mengawasinya kemana pun ia pergi, kecuali jika ia bersama Mischa. Akhirnya gadis itu menggeleng. "Aku tidak bisa. Maaf."     

Akan sangat menyusahkan baginya untuk makan malam di luar bersama lelaki asing dengan pengawalan demikian banyak yang selalu disediakan ayahnya.     

Ren tampak terdiam mendengar penolakan gadis itu. Tampaknya ia belum pernah mengalami penolakan sebelumnya dan tidak dapat segera menyikapinya.     

"Oh... baiklah. Terima kasih karena Anda sudah jujur," kata Ren kemudian sambil tersenyum tipis. "Aku akan pindah ke Bern bulan depan. Kalau kau kebetulan sedang ada di kota itu, jangan sungkan untuk mampir ke SpaceLab."     

"Tentu saja. Terima kasih," kata Vega. Ia lalu bangkit dari kursinya dan mengulurkan tangan untuk menyalami Ren. "Kalau begitu kami permisi dulu."     

Tatiana mengikuti jejak Vega menyalami Ren dan kemudian bersiap meninggalkan lounge itu. Ren duduk diam di tempatnya mengamati kedua gadis itu keluar lewat pintu lounge dan meninggalkannya sendirian.     

Tidak lama kemudian pintu lounge diketok dan munculah asistennya yang setia, John.      

"Sudah selesai bincang-binacangnya, Tuan?" tanya John dengan penuh hormat.     

"Sudah. Sekarang kita pulang ke hotel." kata Ren sambil bangkit berdiri dan berjalan keluar lounge mereka. John mengikuti di sampingnya.      

"Tuan.... tadi aku melihat gadis yang sangat mirip dengan nyonya almarhumah, " kata John tiba-tiba saat keduanya berjalan bersisian di lorong hendak menuruni tangga menuju lounge di bawahnya. "AApa itu tamu Tuan hari ini?"     

Ren menoleh ke arah John dengan wajah keheranan. "Kau juga merasa begitu?"     

John mengangguk. "Benar."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.