The Alchemists: Cinta Abadi

Wawancara Minum Teh



Wawancara Minum Teh

0"Oh... begitu ya?" Tatiana tampak senang sekali karena Ren mengetahui reputasinya. "Aku senang Professor bersedia bicara denganku. Oh, iya.. ini temanku Vega. Ia kebetulan sedang ada di Paris. Jadi aku mengajaknya untuk ikut. Tidak apa-apa, kan? Aku sudah memberi tahu sekretaris Anda di SpaceLab."     

Ren mengangguk. "Tidak apa-apa."     

Ia menatap Vega dengan penuh perhatian. Ia masih ingat tadi melihat gadis ini di aula SpaceLab saat ia berbicara. Ia tak mungkin melupakan gadis ini. Ia belum pernah melihat wanita yang demikian cantik. Dan lagipula...     

Ia menelan ludah.     

Wajah gadis ini tampak sangat mirip dengan wajah mendiang istrinya.     

Ia menurunkan tabletnya dan menunjuk tablet menu yang sedang dipegang Vega. "Kalian sudah memesan teh yang kalian inginkan?"     

Vega menggeleng. "Apakah ada rekomendasi? Aku belum pernah minum teh di sini."     

Ren mengambil tablet dari tangan Vega dan meneliti isinya. Ia lalu menawarkan diri untuk memesankan teh bagi mereka semua. "Kalian ingin aku memesankan untuk kalian?"     

Vega dan Tatiana mengangguk bersamaan.     

"Terima kasih," kata Vega sambil tersenyum lebar.     

"Baiklah." Ren memencet sesuatu di tablet lalu menaruhnya kembali di meja. "Teh kita akan segera datang."     

"Ahh.. tempat ini nyaman sekali," kata Tatiana sambil mengeluarkan kamera dari dalam tasnya. "Apakah aku boleh merekam percakapan kita?"     

Ren menggeleng. "Tidak. Maaf. Apakah sekretarisku tidak menjelaskan? Kita hanya berbincang-bincang secara tidak resmi. Kau boleh menanyakan berbagai hal kepadaku, tetapi aku tidak mau ada rekaman."     

Tatiana mengangguk setuju. Hal ini bukan hal yang aneh. Banyak orang terkenal yang mau bicara kepadanya tapi tidak untuk direkam. Suatu hari nanti mungkin mereka ingin membantah suatu fakta yang pernah mereka ungkapkan kepada Tatiana dan kalau sampai ada rekamannya, maka mereka tidak akan dapat menarik kara-katanya.     

Karenanya tentu saja Tatiana tidak berkeras hendak merekam sesi wawancara mereka. Lagipula, ia merasa beruntung bahwa Ren bahkan bersedia menemuinya secara khusus dan berbincang-bincang dalam setting yang tidak formal seperti ini.     

"Tentu saja, Tuan Neumann," kata Tatiana sambil tersenyum manis. Ia mengeluarkan buku catatannya dan mulai membuka-buka halamannya. "Ahh... saya mengumpulkan banyak sekali pertanyaan dari follower saya tentang orang-orang yang akan saya wawancarai dan menyaring pertanyaan yang paling populer dan berbobot."     

"Hmm.." Ren melipat tangannya di dada dan menatap Tatiana dengan penuh perhatian. Ditatap seperti itu oleh seorang laki-laki tampan genius seperti Ren membuat Tatiana menjadi salah tingkah. Ia lalu menarik tangan Vega dan menyerahkan bukunya kepada gadis itu.     

"Temanku, Vega akan menanyakan sebagian pertanyaan tersebut mewakili para followerku," kata Tatiana buru-buru. "Aku... akan mencatat jawabannya karena kita tidak memiliki rekaman."     

Vega membelalakkan matanya mendengar kata-kata Tatiana yang begitu saja menyerahkan tanggung jawab mewawancarai Ren kepadanya.     

Hei... bukan seperti ini perjanjiannya, demikian ekspresi dalam tatapan Vega ke arah temannya yang tidak bertanggung jawab itu. Tetapi Tatiana pura-pura tidak melihatnya dan sudah mengeluarkan buku catatan lain dan pulpen, siap menulis.     

"Aduh..." Vega memijat keningnya dan menggeleng-geleng. Karena tidak enak membuat keributan di depan Renald Neumann, kalau ia membantah ucapan Tatiana, akhirnya dengan setengah hati, Vega mengambil buku pertanyaan dari Tatianan dan membuka-buka halamannya.     

"Ada masalah?" tanya Ren, kali ini ganti menatap Vega. Gadis itu buru-buru menggeleng.     

"Ah... tidak ada masalah. Aku akan membacakan beberapa pertanyaan yang sangat ingin diketahui jawabannya oleh para follower Tatiana Petrova," kata Vega sesudah mendeham. "Anda boleh memilih hendak menjawab atau tidak. Tidak usah merasa tertekan."     

Tiba-tiba saja Ren tertawa mendengar kata-kata Vega.     

"Anda lucu juga," katanya. Ia menatap Vega dengan pandangan geli. Sosoknya yang dingin dan tidak terjangkau kini berubah menjadi seperti laki-laki biasa yang ramah. Tatiana menahan napas dan menatap ke arah Ren dan Vega bergantian.     

Ahh... keputusannya benar untuk mengajak Vega kemari bersamanya. Gadis itu mampu mencairkan gunung es yang paling dingin sekalipun, pikirnya. Sikap Vega yang hangat dan terbuka, ditambah dengan kecantikannya yang memikat, membuat tidak ada satu pria pun yang akan bersikap dingin kepadanya.     

"Aku...? Lucu?" Vega mengerutkan keningnya. "Kenapa Anda bisa berkata begitu?"     

Ren menggeleng. "Tidak apa-apa kalau kau tidak mengerti."     

"Oh..." Vega curiga bahwa Ren menertawakannya saat mengatakan bahwa pria itu tidak usah merasa tertekan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan darinya. Tentu saja Ren menganggapnya lucu. Tidak ada seorang pun yang dapat membuatnya merasa tertekan. Tidak juga gadis cantik di depannya.     

Namun demikian, Vega memutuskan untuk membahasnya. Ia lalu menunduk ke buku catatan di tangannya dan membaca pertanyaan pertama.     

"Tahun lalu Anda mengadakan konferensi pers untuk mengundurkan diri dari jabatan sebagai putra mahkota kerajaan Moravia. Sangat banyak orang yang terkejut mendengar berita tersebut dan bertanya-tanya, mengapa? Pihak kerajaan Moravia sendiri telah membantah bahwa mereka menolak menerima istri Anda masuk ke dalam keluarga kerajaan."     

Vega mengangkat wajahnya dan menatap Ren dengan penuh perhatian. Pertanyaan ini juga mewakili isi hatinya saat ia membaca berbagai artikel tentang Ren di mobil Mischa tadi pagi.     

Ren balas menatap Vega dan tidak segera menjawab. Entah kenapa ia tidak dapat melepaskan pandangannya dari gadis itu. Ada sesuatu pada diri gadis cantik itu yang membuatnya merasa tertarik, selain kenyataan bahwa ia mirip dengan wanita yang ia nikahi 3 tahun yang lalu dan kini telah tiada.     

"Nona Vega....?"     

Vega baru sadar ia belum memperkenalkan nama lengkapnya kepada Ren. Sesaat ia merasa ragu, apakah ia sebaiknya membuka identitasnya atau tidak. Tetapi, kalau dipikir-pikir, mereka tidak akan bertemu lagi, kecuali Vega akan mengambil peranan dalam bisnis keluarganya di RMI.     

Karena RMI adalah salah satu investor SpaceLab, besar kemungkinan nanti mereka akan bertemu. Namun, Vega telah cukup lama memikirkan hal ini dan ia merasa yakin bahwa ia tidak mau terjun mengurusi RMI.     

Ia hanya ingin hidup tenang, melihat dunia dan menyerahkan usaha keluarga kepada Altair dan kedua adiknya. Karena itu, Vega memutuskan untuk tidak memberikan namanya kepada Ren. Sambil tersenyum manis, ia mengangguk.     

"Namaku Vega Medici."     

"Ah..." Ren balas mengangguk. Ia menatap gadis itu dengan sorot mata penuh rasa ingin tahu. "Apakah... kita pernah bertemu sebelumnya?"     

Vega tertegun mendengar kata-kata yang diucapkan pria tampan di depannya itu. Ah, tadi pagi memang ia sudah melihat Ren menjadi pembicara di acara SpaceLab. Tetapi, itu tidak termasuk 'bertemu' kan? Karena terjadinya hanya satu arah.      

Karena itu Vega menggeleng. "Hm.. kurasa belum pernah. Ini yang pertama."     

Ren menarik napas dan tersenyum sedikit. Ia sendiri tidak tahu kenapa ia menanyakan hal seperti itu kepada gadis asing yang baru ia temui, hanya karena wajahnya mirip dengan Fee, mendiang istrinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.