The Alchemists: Cinta Abadi

Kurasa Kalian Salah Orang



Kurasa Kalian Salah Orang

0"Kalau begitu, kalian gadis-gadis, silakan bersenang-senang, ya. Aku akan kembali ke expo dan bertemu Altair." Mischa mengalihkan perhatian kedua gadis itu dari gosipnya dan berpamitan. "Nanti mau kujemput atau kalian mau datang ke expo lagi?"     

"Hmm.. aku tidak mau merepotkanmu," kata Vega. "Aku dan Tatiana akan melepas kangen berdua dan nanti kembali ke expo."     

"Baiklah," kata Mischa. Ia mengambil jasnya dari kursi dan beranjak hendak keluar restoran. "Kalau begitu aku ke expo dulu. Para pengawalmu sudah menunggu di lounge. Mereka akan memastikan kau dan Tatiana baik-baik saja selama aku tidak ada."     

"Sampai jumpa nanti," kata Vega sambil melambai ke arah Mischa yang sudah hampir mencapai pintu. Pria itu menoleh ke belakang dan tersenyum manis. Untuk sesaat cahaya dari luar yang menerangi wajah pria itu membuatnya terlihat seperti memiliki halo. Kedua gadis itu tertegun dan menelan ludah.     

"Kenapa dia bisa tetap setampan dan semuda dulu? Mischa tidak berubah sama sekali. Malah, kalau kuamati, ia semakin tampan saja," komentar Tatiana. Ia memegangi wajahnya dan mengerucutkan bibir. "Aku baru 23 tahun tapi sudah merasa tua... Dia harus memberitahuku rahasianya. Apa yang dia makan atau dokter bedah plastik mana yang ia kunjungi."     

Vega hanya tertawa mendengar keluhan Tatiana. Ahh... tidak mungkin ia memberi tahu Tatiana bahwa rahasisa awet muda Mischa bukanlah pada apa yang dikonsumsinya, apalagi dokter bedah plastik.     

Pria itu meminum ramuan keabadian 12 tahun yang lalu sehingga wajahnya tetap seperti saat ia berumur 30-an. Untuk kalangan kaum Alchemist, penampilan Mischa sebenarnya termasuk lebih tua, karena ia terlambat mendapatkan ramuannya.     

Orang-orang Alchemist yang lain rata-rata tampak seperti berusia 20-an. Bahkan, kalau sekarang Vega dan Altair berjalan bersama orang tua mereka, orang-orang akan mengira mereka berempat adalah kakak beradik. Apalagi ia dan Altair tampak sangat mirip dengan ayah mereka.     

"Sudah... tidak usah memusingkan penampilan orang lain," kata Vega sambil tertawa. "Apakah kau sudah menyiapkan daftar pertanyaanmu untuk Professor Renald Hanenberg?"     

Tatiana mengangguk. Ia segera melupakan Mischa yang awet muda dan mengeluarkan sebuah buku catatan dari dalam tasnya. "Aku sudah menyiapkan pertanyaan-pertanyaan yang mirip dengan Mischa. Tapi tergantung pada respons-nya nanti. Kalau ia terlihat mau terbuka, aku akan menanyakan berbagai pertanyaan yang selama ini membuat para pembacaku penasaran. Tapi, kalau dia masih judes seperti yang dulu kulihat, aku akan membatasi hanya pertanyaan seputar kehidupan profesionalnya saja."     

"Baiklah. Semoga berhasil," kata Vega sambil menepuk-nepuk bahu Tatiana, memberinya semangat.     

Tatiana menghembuskan napas dan meniup rambutnya. "Uff... ya, semoga saja wawancara berikutnya akan sesukses wawancara barusan."     

Tatiana segera menggamit pinggang Vega dan menariknya keluar restoran. Mereka akan menuju ke lounge di seberang jalan yang terkenal dengan eksklusif dan banyak dikunjungi orang-orang kalangan atas Paris.     

"Aku ada janji temu atas nama Professor Hanenberg," kata Tatiana kepada pelayan yang menerima mereka di pintu. Wajah sang pelayan tampak berseri-seri mendengarnya.     

"Ah, silakan masuk. Kebetulan Professor Hanenberg baru tiba. Saya akan mengantar Anda ke lounge private tempat beliau berada."     

Ia memberi tanda agar Vega dan Tatiana mengikutinya. Kedua gadis itu berjalan mengikuti langkah sang pelayan ke lantai dua. Di ujung lorong, mereka berhenti di depan sebuah pintu. Sang pelayan mengetuk pintu dan membukanya.     

"Selamat siang, Tuan. Tamu Anda sudah datang," kata sang pelayan dengan penuh hormat. Ia mempersilakan Tatiana dan Vega masuk lalu mengundurkan diri.     

Tatiana mengucapkan terima kasih kepada sang pelayan dan kemudian masuk bersama Vega. Di dalam lounge yang cukup luas itu mereka melihat Renald Hanenberg sedang duduk menyilangkan kaki di sofa sambil membaca sesuatu di tabletnya sambil sesekali mencorat-coret layarnya.     

Untuk sesaat kedua gadis itu tertegun. Renald Hanenberg terlihat sangat serius, tetapi juga sangat tampan. Sikapnya yang tampak seolah sedang memikirkan sesuatu yang sangat penting itu justru membuat orang-orang yang melihatnya sangat terkesan.     

Reputasi Renald Hanenberg sebagai seorang genius yang memimpin SpaceLab dalam berbagai proyek besar mereka membuat orang-orang yang bertemu dengannya secara otomatis merasa hormat kepadanya. Tidak terkecuali Tatiana yang pernah melihat pria itu di istana Moravia sebagai pangeran putra mahkota.     

Untuk sesaat tubuh gadis itu seolah menjadi kaku dan langkahnya terhenti. Vega yang menyadari kekakuan Tatiana menarik temannya duduk di depan Ren dan menyapa pria itu.     

"Selamat sore, Professor Hanenberg," kata Vega, mewakili Tatiana. "Terima kasih Anda sudah berkenan menerima kami untuk minum teh bersama."     

Ren mengangkat wajahnya dan menatap Vega lekat-lekat. "Kurasa kalian salah orang."     

"Eh.. apa?" Vega mengerutkan keningnya tidak mengerti. Bukankah ini Professor Renald Hanenberg sendiri? Vega tadi melihatnya di aula SpaceLab. Memang dari jarak sangat dekat seperti ini, Professor Hanenberg terlihat lebih muda dari usianya sebenarnya... tetapi rasanya ini memang adalah orang yang sama.     

Tatiana juga tampak bingung. Ia pernah melihat Ren di pesta istana. Ini memang Renald Hanenberg kan? Kenapa katanya mereka salah orang?     

Ren mendeham. "Namaku bukan Renald Hanenberg, melainkan Renald Friedrich Neumann."     

"Oh..." Vega dan Tatiana mendesah bersamaan.     

Kalau tidak salah tahun lalu memang Renald Hanenberg di acara konferensinya mengatakan bahwa ia tidak ingin disebut sebagai Renald Hanenberg lagi karena ia ingin menggunakan nama belakang ayahnya, Professor Friedrich Neumann.     

Namun, karena tidak lama setelah itu ia mengalami kecelakaan kapal pesiar dan dirawat di rumah sakit selama berbulan-bulan, lalu mengurung diri di rumah, banyak orang yang melupakan permintaannya itu dan masih menyebutnya sebagai Renald Hanenberg.     

Rupanya, kini Ren sudah menetapkan hati untuk hanya menyebut dirinya dengan nama yang baru. Hal ini terlihat jelas dari ekspresinya yang menjadi masam saat Vega masih menyebutnya sebagai Renald Hanenberg.     

"Maafkan aku, Professor Neumann. Aku yang salah," kata Vega sambil tersenyum meminta maaf. "Aku tahu nama itu sangat penting. Aku tidak akan mengulanginya lagi."     

Barulah Renald Neumann tersenyum dan mempersilakan kedua gadis itu duduk. Ia menyerahkan sebuah tablet dari meja kepada Vega dan menyuruhnya memilih minuman.     

"Silakan pesan teh yang kalian sukai," katanya. "Spesialisasi lounge ini adalah berbagai jenis teh yang unik."     

"Terima kasih, Professor," kata Vega sambil tersenyum. Ia menerima tablet itu dan mulai meneliti menunya.     

Ia baru melihat Ren tersenyum hari ini dan hal ini membuat suasana hatinya menjadi cerah. Tadi di sepanjang acara di aula SpaceLab, pria itu sama sekali tidak tersenyum. Vega berharap ini merupakan pertanda bahwa wawancara Tatiana akan berlangsung sukses seperti wawancaranya tadi dengan Mischa.     

Rupanya, Tatiana pun berpikiran serupa. Wajahnya seketika menjadi cerah dan tubuhnya yang tadi kaku menjadi relaks lagi.     

"Maafkan aku yang tadi kurang update tentang nama Anda. Masalahnya di berbagai media, Anda masih disebut dengan nama Anda yang lama," kata Tatiana dengan nada menyesal.     

"Tidak apa-apa. Mulai sekarang, tolong tuliskan namaku dengan benar," kata Professor Renald Neumann dengan tegas. Senyumnya telah hilang dari wajahnya. "Asistenku mengatakan kau sangat terkenal dan orang-orang membaca tulisanmu. Karena itulah aku bersedia bicara denganmu untuk meluruskan masalah nama ini."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.