The Alchemists: Cinta Abadi

Menikahi Untuk Membalas Dendam (1)



Menikahi Untuk Membalas Dendam (1)

0Ren yang serius dan pendiam tidak pernah menyukai wanita. Wajahnya yang tampan, kecerdasannya, dan penampilannya yang dingin dan misterius selalu menarik wanita kemana pun ia pergi. Bagaikan lalat pada buah atau kumbang pada madu. Namun, Ren tidak pernah tertarik kepada mereka. Ia lebih mementingkan studi dan penelitian-penelitiannya.     

Walaupun ia dingin dan tidak pernah berusaha, para gadis itu tidak peduli, mereka mendatanginya dan menyerahkan diri kepadanya. Mereka mencoba membuatnya jatuh cinta kepada mereka dengan kecantikan mereka, kekayaan, kelas, kecerdasan... tidak ada yang berhasil.     

Ren kemudian menyadari bahwa ia memang tidak memiliki ketertarikan romantis terhadap siapa pun. Ia tidak menikmati berhubungan dekat dengan wanita, melakukan hal-hal romantis bersama pasangan sebagaimana layaknya pria lain seumurnya.     

Dalam hal ini, Ren sangat mengingatkan Karl pada kakaknya. Tetapi Friedrich begitu karena ia memang sibuk dan harus mengurus dirinya. Sementara Ren tidak perlu mengurus siapa-siapa.     

Setelah ibunya meninggal karena sakit, Ren dirawat oleh keluarga Sebastian dan Aurora Genevieve yang hanya mempunyai seorang anak perempuan, berusia lima tahun lebih muda darinya, bernama Amelia. Kehidupan Ren cukup baik dan ia memiliki segalanya. Ia tidak perlu mengurusi siapa-siapa. Sehingga, seharusnya ia dapat menikmati hidup dan berkencan serta melakukan apa pun yang biasanya ingin dilakukan orang muda.     

Tetapi Ren tidak seperti itu. Ia benar-benar memfokuskan diri pada ilmu pengetahuan. Ia sungguh membuat Karl bangga.     

"Terima kasih, Paman sudah menjemputku," kata Ren sambil masuk ke dalam mobil.     

"Tentu saja. Paman sangat senang kau pindah ke sini," jawab Karl sambil tersenyum. Ia masuk ke kursi pengemudi dan segera melajukan mobilnya ke apartemennya di tengah kota.     

Rena akan tinggal sementara dengannya sambil ia mencari rumah yang ia sukai. SpaceLab akan membayar keperluannya, dan Ren dipersilakan untuk memilih sendiri tempat tinggalnya.     

Karl sudah tinggal di Bern selama beberapa tahun dan ia sangat mengenal tempat itu. Ia juga yang mendorong Ren untuk menerima tawaran kerja dari SpaceLab. Baginya, SpaceLab adalah impian kakaknya seumur hidup, yang direnggut darinya oleh Alaric Rhione saat pria itu membeli Atlas X dan mengubah namanya menjadi SpaceLab.     

Semua teknologi dan prinsip yang dipakai di SpaceLab sekarang adalah buah pemikiran kakaknya dan Sam Atlas. Karl merasa tidak rela jika Alaric terus menguasainya.     

Untunglah, sepuluh tahun yang lalu akhirnya SpaceLab menjadi mandiri dan tidak lagi berada di bawah Rhionen Industries seratus persen karena SpaceLab membuka diri untuk menerima investasi dari berbagai korporasi besar dunia lainnya.     

Kini, melihat Ren menjadi salah seorang direktur di SpaceLab, dalam usianya yang masih sangat muda, Karl merasa sangat bahagia dan terharu. Rasanya seolah pelan-pelan mereka mengambil kembali apa yang menjadi hak keluarga mereka.     

"Nanti malam, ada hal penting yang mau Paman bahas denganmu," kata Karl tiba-tiba. Ren yang sedang melihat-lihat keluar jendela, memperhatikan berbagai bangunan tua yang mereka lewati, segera menoleh dan menatap pamannya dengan kening berkerut. Suara Karl barusan terdengar sangat serius.     

"Ada apa, Paman?" tanya Ren penasaran.     

"Kita akan membalas dendam," jawab Karl dengan suara dingin.     

***     

Ren menatap pamannnya dengan penuh perhatian. Ia sudah menanti-nantikan apa yang ingin disampaikan oleh Karl kepadanya sejak di perjalanan tadi. Tetapi rupanya Karl tidak terburu-buru. Ia menyiapkan makan malam untuk mereka dan menuangkan wine.     

Mereka makan malam dalam diam. Ren tidak mendesak pamannya karena ia tahu Karl akan bicara pada waktu yang tepat. Ia sangat jarang bertemu pamannya ini, tetapi ibunya sering menceritakan tentang Karl dan ayahnya sejak Ren masih sangat kecil.     

Barulah setelah ibunya, Hannah meninggal, Ren mulai sering berhubungan dengan Karl. Ketika ia dikirim untuk bersekolah di Inggris, Karl yang menjaganya dan sering menemuinya walaupun semua itu ia lakukan secara sembunyi-sembunyi.     

Awalnya Ren tidak mengerti kenapa Karl bersikap seperti itu, tetapi kemudian ia diberi tahu apa yang terjadi sebenarnya. Karl berniat untuk menghancurkan kaum Alchemist yang telah bersikap sebagai tuhan di bumi ini dan ingin menentukan siapa manusia yang berhak hidup dan siapa yang berhak mati.     

Sayangnya musuh terbesar mereka, Alaric Rhionen tewas di tangan orang suruhan Caspar Schneider sendiri setelah Hannah meninggal dunia sepuluh tahun lalu, sehingga kemudian Karl hanya dapat melampiaskan dendamnya kepada orang-orang Alchemist yang lain.     

Ia tidak pernah memberi tahu Ren secara terperinci apa yang telah terjadi dan apa rencananya untuk membalas dendam, karena ia menganggap keponakannya itu masih kecil. Tetapi sekarang, Ren sudah berusia 20 tahun. Ia sudah dewasa dan bahkan menjadi tokoh yang sangat dihormati di dunia ilmu pengetahuan.     

Kini saatnya Karl melibatkan Ren untuk membalas dendam. Ia mendapatkan rencana terbaik untuk menyakiti Alaric ketika ia menemukan informasi mengejutkan ini. Dan untuk itu, ia membutuhkan bantuan Karl.     

"Pembunuh ayahmu ternyata masih hidup," kata Karl sambil menyesap wine-nya. Ia telah menyelesaikan makan malamnya dan kemudian menuangkan red wine untuk dirinya sendiri. Warna merah darah di gelasnya dan ekspresi dingin di wajah pria itu untuk sesaat membuat Ren bergidik.     

Ia tahu tentang dendam yang dimaksud pamannya. Tetapi sepengetahuannya, monster jahat itu, yang ingin bersikap seperti Hitler dan memusnahkan manusia-manusia yang dianggapnya tidak layak hidup, telah mati terbunuh di Rumania. Bagaimana bisa dia masih hidup?     

"Apakah dia bangkit dari kubur?" tanya Ren sambil lalu. Sejak ia masih kecil, Ren jangan bicara. Ia juga tidak ekspresif, sehingga di wajahnya hanya akan terlihat ekspresi datar ataupun dingin. Ia memang terkejut mendengar berita bahwa pembunuh ayahnya masih hidup, tetapi ia tidak menunjukkannya.     

"Benar. Bisa dibilang seperti itu. Alaric Rhionen memang sudah mati, tetapi ia kembali. Ia mengganti namanya menjadi Elios Linden dan sekarang menguasai Rhionen Meier Industries atau RMI. Ia menghilang selama empat tahun dan seluruh dunia mengira ia sudah mati," kata Karl sambil mendengus muak. "Aku pun tertipu, karena ia sama sekali tidak menampakkan diri dan melakukan aktivitas apa pun selama bertahun-tahun. Tetapi rupanya ia telah kembali."     

"Jadi... Elios Linden itu adalah Alaric Rhionen?" Ren mengerutkan keningnya. "Kenapa Paman bisa tidak tahu ini?"     

"Ia sangat tertutup dan jarang menampakkan diri. Barulah tahun lalu aku berhasil mengetahui informasi ini. Aku sangat terkejut saat mengetahui ternyata musuh kita bukan saja masih hidup, tetapi ia sudah mulai menguasai dunia dengan inisiatifnya di teknologi AI. Ia telah berhasil membuat begitu banyak orang kehilangan pekerjaan karena digantikan teknologi. Hal itu juga yang memicu gelombang kedua krisis psikologis seperti yang dulu mengenai ayahmu." Karl menatap keponakannya dalam-dalam. "Aku baru mengetahui beberapa hari yang lalu bahwa ia ternyata mempunyai anak."     

Ren tidak mengerti maksud pembicaraan pamannya.     

"Memangnya kenapa kalau ia punya anak?" Pemuda itu bertanya.     

Karl tersenyum tipis. Wajahnya yang tampan kini terlihat menakutkan karena ekspresinya yang dipenuhi dendam.     

"Alaric sangat menyayangi anak-anaknya. Mereka adalah hartanya yang paling berharga. Aku akan mengambilnya dan berbuat sesukaku, dan membuat Alaric Rhionen mengerti bagaimana rasanya jika orang lain bertindak sebagai tuhan atas kehidupannya. Sama seperti yang selama ini ia lakukan kepada orang lain."     

Karl mengeluarkan tabletnya dan menyerahkannya kepada Ren. Begitu pemuda itu menerima tabletnya, Karl memencet tombol "PLAY" di tablet dan tampillah sebuah video sepanjang sepuluh menit.     

Ren memperhatikan baik-baik video itu. Ia melihat acara perayaan 4 tahun Virconnect yang dirayakan besar-besaran di New York dan disiarkan ke seluruh dunia. Alaric tampak turun dari panggung dan menghampiri seorang gadis cantik bergaun indah di meja kehormatan.     

Mereka lalu berjalan sambil berpegangan tangan mesra naik kembali ke atas panggung. Alaric lalu memperkenalkan wanita itu sebagai istrinya yang bernama Aleksis Scheneider. Ren mengerutkan kening saat melihat betapa berbedanya Alaric dari yang ia bayangkan selama ini.     

Pria itu sangat mengesankan. Wajahnya tampan dan penampilannya unik dengan rambut berwarna platinum dan mata ungu yang cemerlang. Istrinya pun sangat cantik. Keduanya terlihat sangat serasi dan saling mencintai.     

Orang seperti ini adalah Hitler kedua? Ia ingin membunuh umat manusia? Rasanya sulit dipercaya, pikir Ren.     

Alaric kemudian tersenyum dan mengatakan bahwa ia ingin memperkenalkan keluarganya kepada para hadirin, tetapi ia akan mematikan saluran akses Virconnect bagi penonton yang menyaksikan acara ini dari rumah. Ia hanya akan menunjukkan keluarganya kepada hadirin di ballroom.     

"Aku berhasil mendapatkan video ini dari seorang hacker yang meretas data Splitz. Karena itulah kita dapat melihat seperti apa rupa anak-anak Alaric," kata Karl menjelaskan.     

Ren mengangguk. Ia sebenarnya terkesan melihat Alaric tampak sangat menyayangi anak-anaknya. Ia memperkenalkan sepasang anak kembar berusia hampir sepuluh tahun yang terlihat begitu rupawan. Penampilan keduanya tampak sangat mirip Alaric.     

Ada seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Keduanya tampak serupa, karena sama-sama masih kecil. Mereka memiliki rambut panjang berwarna platinum dan mata biru.     

Ren dapat memprediksi bahwa yang lelaki akan menjadi sangat tampan, dan yang perempuan sangat jelita setelah mereka tumbuh dewasa nanti. Alaric duduk di sofa dan membacakan dongeng sebelum tidur untuk Altair dan Vega, diiringi desahan kagum tertahan para hadirin di ballroom.     

"Paman mau menculik anak-anak ini?" tanya Ren sambil mengangkat wajahnya, menatap Karl.     

Karl menggeleng. "Paman ingin kau menikahi anak perempuannya."     

Ren tertegun. Ia melihat kembali ke video itu dan memperhatikan baik-baik anak perempuan berusia sepuluh tahun yang tampak bagaikan boneka itu. Ini adalah anak perempuan paling cantik yang pernah dilihatnya seumur hidupnya.     

"Aku tidak mungkin menikahi anak kecil," tukas Ren. "Paman jangan asal bicara."     

"Kita akan menunggunya dewasa," kata Karl tenang. Ia menatap Ren dengan sungguh-sungguh. "Kau... tidak bisa jatuh cinta kan? Maka kau bisa menikahinya untuk membalaskan dendam kita."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.