The Alchemists: Cinta Abadi

Terbiasa Dengan Kehadiran Hannah



Terbiasa Dengan Kehadiran Hannah

0Ketika Friedrich pulang di malam hari, ia terkejut tetapi senang saat menemukan ternyata Hannah memasak makan malam istimewa untuk mereka. Semua masakan kesukaannya tersaji dengan tampilan yang sangat mengundang selera.     

"Untuk apa ini?" tanya pria itu keheranan saat ia tiba di rumah dan menaruh jasnya di gantungan mantel. Bau masakan yang wangi memenuhi udara, segera membuatnya lapar.     

"Aku ingin merayakan pekerjaan baruku," kata Hannah dengan wajah berseri-seri. "Aku mengambil bahan makanan dari kulkasmu, tapi nanti kalau aku sudah gajian, aku akan mengganti semuanya."     

Friedrich buru-buru mengangkat tangannya. "Tidak usah dipikirkan. Semua bahan makanan yang ada di rumah ini bebas untuk kau gunakan. Aku tidak pernah hitung-hitungan kok.."     

"Ah.. tapi aku merasa tidak enak. Sudah menumpang... aku juga menghabiskan bahan makanan kalian," kata Hannah sambil menggeleng. "Aku berjanji akan mentraktir kalian atau memasakkan makanan istimewa untuk kalian dengan uangku sendiri begitu aku gajian."     

Karena melihat Hannah berkeras, Friedrich akhirnya tidak memperpanjang masalah itu. Ia hanya mengangguk dan segera berjalan menuju dapur. "Jadi kau masak apa? Aku merasa mengenali aromanya."     

Hannah menyebutkan beberapa hidangan yang membuat Friedrich tampak berseri-seri. Semua adalah makanan yang ia sukai.     

Dari mana Hannah tahu makanan yang ia suka? Bahkan Harley tidak tahu sedetail ini, pikirnya.     

Apakah ini hanya kebetulan?     

Ia menoleh dan memandang Hannah dengan mata sedikit curiga.      

Apakah Hannah menyelidiki dirinya?     

"Kak Friedrich sudah pulang?" Tiba-tiba terdengar suara riang Karl dari arah tangga. Ia meluncur turun di pegangan tangga dan segera berjalan menuju dapur. "Ayo kita makan. Kak Hannah masak enak malam ini. Aku sudah lama tidak makan makanan enak!"     

"Aku ganti baju dulu," kata Friedrich. Ia menatap Karl dan Hannah bergantian dengan pandangan sedikit curiga.     

Apakah Karl yang memberi tahu Hannah tentang makanan-makanan yang Friedrich sukai?     

Sambil mengganti pakaiannya, Friedrich memikirkan keakraban antara Karl dan Hannah yang tadi dilihatnya di dapur. Ah, tentu saja, karena Karl pulang ke rumah lebih cepat darinya, remaja itu tentu lebih banyak menghabiskan waktu bersama Hannah sehingga mereka menjadi dekat.     

Friedrich mengangguk-angguk sendiri saat menyadari bahwa Karl menyukai kehadiran Hannah di rumah mereka.     

Ah, ya.. Karl masih sangat kecil ketika ibu mereka meninggal, sehingga ia sudah sangat lama tidak merasakan adanya wanita dewasa di rumah. Friedrich sadar bahwa sebagai seorang kakak laki-laki, apalagi ia sangat sibuk dengan pekerjaannya, ia tidak dapat memberikan perhatian dan kasih sayang yang lebih bagi Karl.     

Mungkin memang ada bagusnya Hannah datang ke rumah mereka dan tinggal untuk sementara waktu. Hannah adalah tamu yang tahu diri. Ia tidak menyusahkan dan bahkan sudah dua kali memasakkan hidangan lezat untuk mereka.     

Ini membuat Friedrich merasa senang karena tadi siang ia telah menghabiskan sangat banyak uang untuk membayar freelancer yang ditugaskannya untuk menyamar sebagai Hannah dan mengalihkan perhatian keluarganya ke Hong Kong.     

Setelah ia kembali ke ruang makan yang terletak di samping dapur, Friedrich, Karl, dan Hannah makan malam bersama dengan hangat. Friedrich mengakui bahwa Hannah sangat berbakat memasak.      

Orang yang tidak mengalami sendiri tentu tidak akan percaya bahwa putri bungsu raja Moravia ternyata sangat trampil bekerja di dapur.     

"Kau mengambil keputusan yang tepat dengan memberi tahu sahabatmu bahwa kau pergi ke Hong Kong," kata Friedrich setelah selesai makan malam dan ia menyuruh Karl naik ke kamarnya untuk belajar sementara orang dewasa menikmati wine di teras dan berbincang-bincang.     

"Kenapa? Apakah terjadi sesuatu?" tanya Hannah cepat. Ia menatap Friedrich dalam-dalam. "Mereka... mendatangimu, ya?"     

Friedrich mengangguk santai. "Mereka datang ke kantor dan bertanya-tanya tentang kau dan kapan terakhir kali aku melihatmu. Aku menyamakan cerita. Aku katakan kepada mereka bahwa aku hanya memberimu tumpangan ke kota dan kau turun di daerah waterfront. Mereka langsung percaya."     

"Wahh... syukurlah. Aku berharap mereka akan kehilangan jejakku dan aku bisa menenangkan diri." Hannah tampak lega sekali. Ia menyesap winenya pelan-pelan dan tampak merenung, seolah menimbang apakah ia akan menceritakan semuanya kepada Friedrich atau tidak.     

"Kau mulai bekerja dua minggu lagi. Selama dua minggu ke depan, kau bisa beristirahat dan menenangkan diri," kata Friedrich. "Tidak usah memikirkan yang lain-lain. Kalau kau memang ingin memulai hidup baru, aku rasa aku akan dapat membantumu."     

"Terima kasih," kata Hannah sungguh-sungguh. Entah kenapa, kalau Friedrich yang mengatakan bahwa ia akan dapat membantu Hannah, maka ia akan percaya.     

Buktinya, dengan mudah Friedrich mendapatkan pekerjaan untuk dirnya di kantor Atlas X, sebuah perusahaan teknologi yang sangat terkemuka di Seattla.     

"Tidak usah dipikirkan. Kau jangan kemana-mana selama dua minggu ke dapan. Jangan sampai menarik perhatian. Kalau perlu kau bisa mengubah penampilan dan menggunakan identitas baru. Ada orang-orang yang bisa membuatkan identitas untukmu. Dengan demikian kau akan dapat menjalani hidup baru," kata Friedrich lagi.     

"Biayanya pasti mahal," kata Hannah. "Aku akan membayarnya pelan-pelan, kuharap kau tidak keberatan."     

"Sudah kubilang kau tidak perlu memikirkan itu," kata Friedrich lagi, mulai terdengar tidak sabar. "Aku tidak hitung-hitungan. Aku hanya ingin menolong."     

Hannah menatap Friedrich dengan pandangan haru. Orang asing ini, dalam waktu 48 jam tiba-tiba saja terasa lebih dekat daripada sahabat dan keluarganya.      

"Kenapa... kau mau repot-repot menolongku?" tanya Hannah pelan.     

Friedrich mengangkat bahu. "Siapa yang repot?"     

"Oh... maksudku.." Hannah menelan ludah. "Terima kasih."     

Friedrich menatap gadis cantik yang duduk di sampingnya dengan mata basah itu dan terkejut melihat sepasang mata hijau Hannah tampak berliangan air mata.     

"Heii.. jangan menangis. Yang kulakukan ini tidak merepotkanku. Aku hanya mengerti bagaimana rasanya berjuang sendirian dan tidak punya siapa-siapa. Lagipula adikku sepertinya menyukaimu di rumah ini. Di sini juga ada kamar ekstra. Ada atau tidak ada kau, kamar itu akan tetap ada. Jadi kurasa yang kulakukan ini tidak terlalu luar biasa."     

"Fred...." Hannah menatap Friedrich lekat-lekat. "Belum pernah ada yang membelaku sepertimu, dan belum pernah ada yang menolongku setulus engkau. Aku tahu bagimu ini bukanlah hal besar dan kau tidak merasa direpotkan, tetapi kumohon, biarkan aku berterima kasih kepadamu dan menunjukkan penghargaanku atas bantuan yang kau berikan dengan tanpa pamrih."     

Mendengar kesungguhan dalam nada suara Hannah, akhirnya Friedrich menyerah.     

"Baiklah kalau begitu.." Pemuda itu menatap Hannah dengan kening berkerut. "Kau ingin berterima kasih dengan cara apa?"     

Hannah tersenyum manis saat mendengar pertanyaan Friedrich. "Biarkan aku memgurusi kalian selama aku di sini. Aku akan memasak dan mengurusi rumah bersama Harley selama dua minggu ke depan. Nanti setelah aku bekerja dan memperoleh gaji, aku akan mencari kamar sewaan dan pindah. Aku tidak akan menyusahkan kalian lebih lama lagi."     

Friedrich dapat menduga bahwa harga diri Hannah akan merasa tersinggung kalau Friedrich terus menolak. Akhirnya pemuda itu mengangguk.     

"Baiklah," kata Friedrich.     

"Terima kasih!" Saking senangnya, Hannah meletakkan gelas wine-nya dan memeluk Friedrich. "Aku senang mendengarnya!"     

Friedrich yang dipeluk secara tiba-tiba hanya bisa tertegun, dan tanpa sadar menikmati rangkulan dari gadis cantik itu.     

***     

Sejak Hannah meminta izin untuk mengurusi Friedrich dan Karl di rumah, kehidupan kedua pemuda itu menjadi jauh lebih baik. Ia memasak makanan enak-enak dan bereksperimen setiap hari dengan resep baru, baik untuk kue maupun makanan berat.     

Semua hasil kreasinya dinikmati Friedrich dan Karl dengan senang hati. Hannah memastikan kedua kakak beradik itu hidup lebih tertata dan makan dengan sehat serta teratur. Ia juga tidak tinggal diam di rumah, sebelum ia mulai bekerja di kantin Atlas X.     

Hannah merawat taman bunga di rumah dan mengisi berbagai vas bunga di dalam ruangan dengan bunga-bunga cantik yang dipetiknya di luar. Ketika Karl dan Friedrich pulang, mereka merasa bahwa rumah mereka menjadi semakin hidup dan menyenangkan.     

Setelah dua minggu, mereka juga telah menjadi sangat terbiasa dengan kehadiran gadis itu di rumah mereka. Sikap di antara ketiganya sudah tidak canggung sama sekali.     

Diam-diam, Karl merasa sedih saat ia menghitung hari dan menyadari bahwa besok Hannah akan mulai bekerja di kantin Atlas X.     

Hal ini hanya berarti satu hal: bulan depan Hannah akan memperoleh gaji dan ia akan menggunakan uangnya untuk mencari tempat tinggal baru agar tidak menyusahkan mereka terus.     

Padahal, Karl sama sekali tidak merasa disusahkan. Ia menduga kakaknya, Friedrich juga berpikir seperti itu. Duh.. seandainya Hannah tidak berhasil mendapatkan pekerjaan, tentu ia akan terpaksa tinggal seterusnya bersama Karl dan Friedrich. Itu lebih baik.     

Ugh... kenapa sih Kak Friedrich mesti mencarikan pekerjaan untuk Kak Hannah? omel Karl dalam hati.     

"Karl, Fred... wahhh.. sungguh tidak terasa, ya. Dua minggu sudah berlalu," kata Hannah saat ia makan malam bersama kedua pemuda itu. "Aku senang sekali! Mulai besok aku sudah bisa bekerja!"     

"Selamat ya," kata Karl. "Kakak akhirnya mulai bekerja juga."      

"Terima kasih. Ini karena Friedrich," kata Hannah gembira. Ia melirik ke arah Friedrich yang tampak sedang menikmati makanannya pelan-pelan. "Terima kasih, ya, Friedrich."     

Pemuda itu hanya mengangguk. Ia kemudian tampak memikirkan sesuatu. "Kalau kau mau menghemat ongkos transportasi, kau bisa ikut aku ke kantor setiap hari dan pulang bersamaku. Tapi, kau hanya boleh ikut hingga di dekat gedung Atlas X, dan kau juga tidak boleh terlihat mengenalku. Jangan sampai ada yang melihat kita bersama."     

"Ke.. kenapa?" Dalam hati Hannah merasa kecewa karena Friedrich menawarkan tumpangan kepadanya untuk berangkat ke kantor, tetapi ia tidak mau dianggap kenal dengan Hannah.     

Apakah ia malu diketahui berteman dengan seorang karyawan kantin?     

"Aku bukannya malu," kata Friedrich cepat, membaca pikiran Hannah. "Aku hanya tak ingin kau menarik perhatian. Saat ini statusmu adalah karyawan part time yang bekerja di bawah tangan. Kalau kita datang ke kantor bersamaan dan orang-orang mulai menggosipkanmu, maka mereka akan menyelidiki semua tentang hidupmu dan statusmu sebagai karyawan di bawah tangan dan penduduk ilegal akan ketahuan. Kita tidak menginginkan hal itu terjadi, bukan?"     

Barulah Hannah mengerti apa maksud Frierdrich tadi. Ahh, ia sempat salah paham dan mengira Friedrich merasa malu telah mengenalnya.     

"Kau benar," kata Hannah sambil tersenyum lega. "Aku akan mengikuti kata-katamu."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.