The Alchemists: Cinta Abadi

Pemuda Genius Dan Putri Raja



Pemuda Genius Dan Putri Raja

0Hannah tampak terpesona melihat Friedrich dengan sigap mengambil pakaiannya lalu masuk ke kamar mandi dan keluar tidak lama kemudian dengan penampilan yang sudah rapi.     
0

Orang asing ini, sekarang telah menjadi ksatria penyelamatnya...     

Hannah belum pernah merasa demikian terharu hingga tanpa sadar air mata telah mengalir ke pipinya dengan deras.     

Friedrich menjadi terkejut melihat gadis itu berdiri mematung di tempatnya sambil menangis. Ia menghampiri gadis dan menyentuh dagunya dengan lembut.     

"Kenapa kau menangis?" tanyanya sungguh-sungguh.     

Hannah menatap Friedrich cukup lama dan tidak dapat berkata apa-apa. Ia merasa sangat terharu karena dibela, tetapi ia tidak tahu bagaimana menyampaikannya. Akhirnya gadis itu hanya menggeleng.     

"Aku akan mengganti pakaianku dan ikut denganmu," kata gadis itu. Ia bergegas mengambil seperangkat pakaian dari koper dan membawanya ke kamar mandi. Lima menit kemudian Hannah telah keluar dengan pakaian rapi dan rambut diikat agar terlihat praktis.     

Walaupun wajahnya tampak sembab karena menangis, ia tetap terlihat sangat cantik. Untuk sesaat Friedrich menjadi terpesona.     

Ia dapat menduga bahwa Hannah pernah diperkosa oleh Valentino dan menimbulkan trauma mendalam padanya, tetapi keluarganya sama sekali tidak peduli dan tetap memaksanya menikah dengan laki-laki itu demi hubungan baik di antara dua kerajaan.     

Sungguh orang tua keparat, pikirnya dalam hati. Ia sangat benci kepada orang tua seperti itu.     

Ia mulai merasa kagum kepada Hannah yang tampak sangat tabah dan berusaha keras mengatasi sendiri masalahnya dan mencari cara agar Valentino akan membatalkan pernikahan. Walaupun cara yang ditempuh Hannah bukanlah cara terbaik, yaitu berpura-pura menjadi gadis liar yang tidur dengan banyak lelaki, tetapi setidaknya ia tidak tinggal diam dan menerima nasib.      

Mungkin Hannah benar-benar tidak mengetahui cara lain untuk melepaskan diri dari jerat perjodohan dengan laki-laki brengsek seperti Valentino ini, sehingga ia menjadi nekad, pikir Friedrich.     

"Kita mau ke mana?" tanya Hannah ketika ia berjalan dengan ragu-ragu mengikuti langkah Friedrich yang berjalan keluar kamar. Ia hendak membawa kopernya tetapi saat melihat Valentino bergerak-gerak di tempatnya dan sudah mulai sadar, Hannah menjadi takut dan segera berlari meninggalkan kopernya begitu saja.     

Ia yakin Aurora akan mengurusi kopernya, sehingga ia tidak usah kuatir. Tidak lama kemudian ia dan Friedrich tiba di halaman mansion Diane dan di sana sudah menunggu sebuah mobil mewah berwarna hitam.     

Hannah terkejut melihatnya. Ia mengira Friedrich akan memanggil taksi, tetapi ternyata sudah ada mobil mewah yang menjemputnya.     

Ugh.. apakah Friedrich menggunakan fasilitas dari tante girang? pikir Hannah yang mulai merasa tidak nyaman. Pria seperti Friedrich yang tidak berasal dari kalangan atas tidak mungkin sudah memiliki pekerjaan yang memberinya penghasilan yang layak.     

Untuk bisa memperoleh pekerjaan yang yang bagus, seseorang haruslah kuliah dan lulus dengan nilai memuaskan atau mengambil S2. Tetapi Friedrich tampaknya hanya lulusan SMA. Maka, pekerjaan apa yang bisa dia lakukan?     

"Silakan masuk," kata Friedrich sambil membukakan pintu mobil untuk Hannah. Dengan ragu-ragu gadis itu menurut. Setelah ia duduk di dalam, Friedrich mengikutinya masuk ke mobil dan duduk di dalam. Mobil pun segera melaju.     

"Terima kasih kau telah menolongku..." kata Hannah dengan suara serak. Ia berusaha menahan tangis. "Kurasa aku sudah tahu apa yang akan kulakukan. Karena ia benar-benar tidak mau melepaskanku apa pun yang terjadi, aku tidak punya pilihan selain kabur."     

Mobil melaju santai keluar dari pekarangan mansion yang demikian luas. Di dalam mobil tampak Friedrich menatap Hannah lekat-lekat. Ia sedang mendengarkan kata-kata gadis itu yang mengatakan ia ingin kabur dari rumah.     

"Kalau orang tuamu memang tidak menyayangimu, kurasa sebaiknya kau memutuskan hubungan dengan mereka." Pria itu mengangguk setuju.     

Hannah menggigit bibirnya. Ia memiliki dua orang kakak, lelaki dan perempuan yang usianya terpaut jauh darinya. Bisa dibilang, Hannah memang anak yang tidak direncanakan dan kelahirannya mengakibatkan ibunya mengalami begitu banyak masalah kesehatan.     

Hal itulah yang membuat hubungannya dengan kedua orang tua dan kakaknya menjadi tidak dekat. Ia selalu merasa seperti orang asing di dalam keluarganya sendiri. Hidupnya telah ditentukan sejak ia kecil dan ia tidak pernah merasa bahagia.     

Kadang.. ia berpikir untuk mengakhiri hidupnya yang dirasa tidak berguna ini, tetapi Hannah tidak seberani itu. Ia terlalu pengecut untuk membunuh dirinya sendiri.     

"Aku akan memutuskan hubungan dengan mereka," Hannah akhirnya mengangguk. Ia membuang pandangannya ke luar jendela mobil, berusaha menyembunyikan matanya yang basah.     

Ah, ia harus memikirkan cara untuk menghidupi dirinya sendiri setelah mengambil keputusan drastis seperti ini. Kedua orang tuanya akan marah dan mencarinya. Hal pertama yang akan mereka lakukan tentu adalah membekukan rekening banknya sehingga Hannah tidak dapat memiliki uang.     

Ia mulai disibukkan dengan berbagai pikiran, sama halnya dengan Friedrich yang bertanya-tanya kepada dirinya sendiri mengapa ia mengajak gadis yang baru dikenalnya untuk kabur dari rumah.     

Apakah ia mau bertanggung jawab atas diri gadis itu setelah menolongnya?     

Ia sudah cukup sibuk dengan pekerjaannya dan mengurusi adik kandungnya, apakah ia memang punya waktu untuk mengurusi orang lain?     

Perjalanan berlangsung hening, tanpa ada yang berbicara. Setengah jam kemudian, mobil berhenti di depan sebuah rumah besar di daerah bukit. Hannah melongokkan kepalanya keluar jendela dan mengamati ke sekeliling mereka.     

"Di mana ini?" tanyanya.     

"Tempat aman," kata Friedrich lagi. Ia melihat kening gadis itu berkerut lalu menambahkan, "Kau tidak usah kuatir. Aku bukan penjahat."     

Hannah tertegun mendengarnya. "Ini.. rumahmu?"     

Melihat Friedrich mengangguk, gadis itu menjadi tertegun. Ia tidak menduga Friedrich tinggal di rumah besar seperti ini. Pemuda itu memang berpenampilan rapi dan pakaiannya mahal, tetapi Hannah mengira itu dibelikan oleh tante girang yang menjadi sponsornya.     

Ah, sebentar... apakah pemuda itu bukan laki-laki bayaran?     

Apakah Hannah dan teman-temannya salah paham?     

Pintu gerbang membuka otomatis dan mobil segera masuk ke halaman rumah yang luas. Setelah mobil berhenti, sang supir membukakan pintu untuk keduanya dengan penuh hormat.     

Friedrich keluar diikuti Hannah yang tampak terkesima melihat rumah pemuda itu. Hannah adalah seorang putri dari sebuah kerajaan di Eropa, dan ia terbiasa melihat kediaman mewah milik kaum bangsawan dan kalangan atas.     

Rumah ini tidak terlalu mewah untuk standar Hannah, tetapi saat ia mengetahui Friedrich tinggal di situ, Hannah menjadi bertanya-tanya apakah pemuda ini sebenarnya kaya.     

"Selamat datang, Tuan. Hari ini sangat indah. Cuaca diperkirakan akan cerah sepanjang hari. Cocok untuk piknik di akhir pekan."     

Hannah terkejut mendengar suara ramah yang menyambut mereka. Ia melihat sebuah robot yang membukakan pintu dan mempersilakan mereka masuk, Ia belum pernah melihat robot secanggih ini sebelumnya.     

"Itu siapa?" tanya gadis itu keheranan.     

"Itu Harley, pelayanku," kata Friedrich. "Ini sebenarnya prototipe dari pelayan rumah yang aku ciptakan saat aku sedang iseng."     

"Se-sedang iseng?" Hannah hampir tak dapat mempercayai pendengarannya sendiri. Apakah pemuda ini serius?     

"Kau belum pernah melihat robot?" tanya Friedrich keheranan.     

"Bukan itu," Hannah buru-buru menggeleng. "Aku tidak tahu kau bisa membuat robot.."     

"Oh.. bukan aku," kata Friedrich sambil mengangkat bahu. "Ada divisi robot di perusahaan tempatku bekerja. Kami menyiapkan tenaga robot untuk nanti mengendalikan mesin-mesin kami di luar angkasa karena manusia belum dapat hidup di luar angkasa dalam waku yang lama. Aku hanya mengambil satu robot dari R&D dan memodifikasinya untuk keperluanku sendiri."     

Hannah semakin tidak percaya pada pendengarannya. Robot untuk mengendalikan mesin di luar angkasa?     

Rasanya sulit dipercaya.      

"Memangnya kau bekerja di mana?" tanya Hannah keheranan. Ia berjalan mengikuti Friedrich masuk ke dalam rumahnya. Setibanya mereka di dalam, gadis itu tampak terkesan melihat isi rumah yang ditata dengan cukup elegan.     

Rumah ini terlihat sangat nyaman. Pelan-pelan pandangannya terhadap pemuda ini menjadi berubah. Tadinya ia mengira, laki-laki semuda ini tentu hanya dapat memperoleh pekerjaan serabutan karena ia hanya lulusan SMA, tetapi nyatanya, dari cara ia berbicara, Friedrich tampaknya sama sekali tidak seperti dugaan Hannah.     

Siapa pemuda ini sebenarnya?     

"Yang jelas aku bukan gigolo seperti dugaanmu semalam," kata Friedrich sambil mengangkat bahu. Ucapannya itu seketika membuat Hannah cegukan.     

Ia menjadi malu karena telah sembarangan menilai orang.     

"Aku minta maaf," kata gadis itu dengan sungguh-sungguh. "Aku akan belajar untuk tidak menilai buku dari sampulnya."     

Robot tadi telah kembali dengan sebuah nampan berisi dua gelas minuman.     

"Silakan diminum. Anda berdua terlihat haus," kata robot itu dengan suara ceria. Hannah benar-benar merasa terkesan,     

"Ahh.. pandai sekali," kata gadis itu sambil menerima segelas jus jeruk dari nampan.     

"Tuan Neuman memang pandai. Beliau adalah seorang genius," kata robot itu menanggapi kata-kata Hannah.     

"Eh..." Hannah menoleh ke arah Friedrich. "Apakah itu benar?"     

Friedrich mengangguk sambil mengambil gelas minumannya dan menyesap jus jeruknya. "Benar."     

"Berapa IQ-mu?" tanya Hannah penasaran. Ia belum pernah bertemu seorang genius sebelumnya.      

"Itu tidak penting." Friedrich menolak menjawab. "Yang penting sekarang, kita harus memikirkan apa yang ingin kau lakukan dengan hidupmu."     

"Oh.." Hannah mengangguk pelan. "Kau benar."     

"Tadi, si brengsek itu mengaku sebagai pangeran, apakah itu benar?" tanya Friedrich kepada Hannah. Ia lalu memberi tanda agar mereka berdua duduk di sofa dan mengistirahatkan tubuh.     

"Benar," jawab Hannah dengan ekspresi muak. "Valentino adalah seorang pangeran dari Spanyol."     

"Dan kau..." Friedrich menatap Hannah lekat-lekat. "... adalah seorang putri?"     

Hannnah mengangguk. Kali ini wajahnya berubah sedih. "Aku adalah anak bungsu raja dan ratu Moravia."     

**     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.