The Alchemists: Cinta Abadi

Rahasia Di Masa Lalu: Friedrich & Hannah



Rahasia Di Masa Lalu: Friedrich & Hannah

3Friedrich hanya memutar matanya mendengar kata-kata Laura. Ia mengerti mengapa Laura begitu berkeras untuk mencarikannya kekasih hanya karena ia belum pernah berkencan dengan seorang wanita. Friedrich merasa ia masih sangat muda dan hidupnya masih sangat panjang.     

Lagipula, ia sangat sibuk. Ia tidak punya waktu untuk kekasih.      

"Aku tahu kau bisa mendapatkan wanita mana saja," kata Laura sambil menepuk pipi Friedrich pelan. Bibirnya tersenyum lebar. "Tapi kau tidak pernah mau bersosialisasi. Adikmu sudah besar dan bisa mengurus dirinya sendiri. Saatnya sekarang kau menikmati hidup."     

"Uhm... aku tidak bisa menikmati hidup," tukas Friedrich. "Pekerjaanku banyak. Ayahmu punya cita-cita membuat inisiatif penjelajahan luar angkasa itu. Bagaimana bisa aku bersenang-senang."     

"Sudah, jangan banyak protes." Laura tidak mau mendengar protes Friedrich segera menutup mulutnya dan kemudian menarik tangannya keluar kamar dan turun ke lantai satu. Karl sedang duduk membaca di bawah. Akhir pekan ini memang ia dan Friedrich menginap di mansion kediaman Sam Atlas di puncak bukit.     

"Kalian mau kemana?" tanya Karl saat memandang keduanya tampak berpenampilan rapi.     

"Ke pesta sosialita," jawab Laura dengan gembira. "Kau juga bisa ikut begitu kau cukup umur."     

Karl tampak ingin sekali ikut, tetapi ia tahu diri. Ia masih kecil dan tidak bisa ikut acara orang dewasa.     

"Kau belajar yang rajin, ya," kata Friedrich sambil menepuk bahu adiknya. "Aku akan pulang sehabis tengah malam."     

"Memangnya acaranya di mana?" tanya Karl.     

"Di pusat kota. Ada temanku yang kedatangan beberapa tamu bangsawan dan selebriti dari Eropa. Kami akan berkenalan sedikit dengan mereka," Laura menjelaskan.     

"Oh..." Karl mengangguk. Duh, ia ingin sekali cepat besar agar ia dapat bepergian bersama kakaknya. "Selamat bersenang-senang."     

Friedrich sebenarnya tidak yakin ia akan bersenang-senang. Di pesta terakhir yang diikutinya karena dipaksa oleh Laura, ia benar-benar tidak dapat menemukan teman bicara.     

Setengah dari tamu yang datang mabuk dan setengahnya lagi menganggap ia aneh karena ia terlalu senang membicarakan tentang proyek penjelajahan luar angkasanya. Beberapa gadis menggerayanginya dan mencoba mengajaknya tidur dengan mereka di salah satu kamar di lantai dua. Tsk...     

Setelah pesta waktu itu ia sudah bertekad akan menolak jika Laura mengajaknya lagi. Namun, entah kenapa Friedrich ternyata tidak bisa menolak juga.     

Dan sekarang ia kembali diseret ke pesta sosialita. Ugh... kali ini ia sudah siap. Ia membawa tabletnya dan nanti begitu semua orang sibuk minum-minum, ia akan kabur ke taman atau tempat tersembunyi lainnya dan bekerja.     

***     

Pesta kali ini diadakan oleh Diane von Richtofen, desainer fashion terkenal yang menikah dengan seorang duke dari Moravia, sebuah kerajaan kecil di Eropa. Wanita separuh baya itu tidak mempunyai anak dan sangat senang bergaul dengan orang-orang muda dan kaya di kota Seattle.     

Katanya ia senang menghabiskan banyak waktu dengan orang-orang muda, apalagi setelah suaminya meninggal dunia, karena ia tidak mempunyai anak dan ingin merasa selalu tetap muda.     

Pesta-pesta yang diadakannya selalu meriah dan menjadi bahan pembicaraan di antara para sosialita. Laura berteman cukup baik dengannya karena usia mereka hanya terpaut sepuluh tahun.     

"Hai, Diane!! Kau tambah cantik saja!" seru Laura saat tiba di aula tempat pesta diselenggarakan. Ia telah melihat tuan rumah yang sedang berbincang-bincang hangat ditemani segelas wine di tangannya bersama tiga orang tamu yang tampak berpenampilan saat mahal.     

"Hai, Laura! Aku merindukanmu selama aku ke Moravia kemarin!!" Diane tersenyum lebar dan mengembangkan tangannya. Ia memeluk Laura ketika mereka bertemu di tengah aula. Setelah cium pipi kanan dan kiri, mereka saling memperkenalkan orang yang ada di sekitar mereka.     

"Kau cukup lama di Moravia, sampai melupakan kami di sini," komentar Laura. "Apakah tempat itu lebih indah daripada Seatlle?"     

"Ahh... tentu saja Seattle adalah rumah bagiku," jawab Diane. "Tetapi suamiku masih punya banyak properti di sana. Aku kemarin mendata apa saja rumah yang perlu kujual di sana agar aku tidak perlu repot lagi mengurusnya. Ahh.. perkenalkan, ini adalah.... keponakanku Sebastian, kekasihnya Aurora, dan sahabat mereka, Hannah."     

Di sebelah Diane berdiri tiga orang anak muda yang seumuran dengan Friedrich, satu lelaki dan dua wanita. Mereka bertiga mengenakan pakaian sangat indah dan berkelas, dan gaya berpakaiannya berbeda dari yang dipakai kebanyakan orang kaya di Amerika. Ah, mungkin memang seperti inilah cara berpakaian bangsawan dari Eropa, pikir Laura kagum.     

Gadis yang bernama Hannah tampak memperhatikan Friedrich yang tampak acuh tak acuh. Ia langsung mengulurkan tangannya dan mengajak pemuda itu bersalaman.     

"Namaku Hannah. Kau siapa?" tanyanya blak-blakan. Gadis cantik di sampingnya tersenyum simpul dan mencubit pinggang Hannah diam-diam. Ia saling melirik dengan laki-laki yang ada di sampingnya.     

Friedrich menatap tangan yang diulurkan kepadanya dengan pandangan datar. Ia lalu mengangkat wajahnya dan melihat lurus ke arah Hannah. Gadis itu cantik sekali. Rambutnya ikal berwarna pirang dan sengaja dipotong pendek sedagu, membuatnya terlihat sangat segar dan praktis.     

Sepasang matanya yang biru bulat besar tampak bersinar-sinar ceria. Ini adalah tipikal gadis cantik dan bodoh yang sering ditemuinya di kampus saat ia masih mengajar dulu. Hannah terlalu cantik untuk memiliki otak yang cerdas. Biasanya begitu. Karenanya Friedrich hanya menatap gadis itu dengan tanpa ekspresi, seolah ia menatap kursi.     

"Aku Fred." Akhirnya ia mengulurkan tangannya dan membalas salam gadis itu. Kemudian giliran Aurora, dan Sebastian. Friedrich pernah bertemu Diane sebelumnya sehingga ia tidak perlu berkenalan lagi.     

Tadi ia sengaja menyebut namanya sebagai Fred, agar mereka mengira ia orang Amerika dan tidak bertanya-tanya tentang asalnya lebih jauh. Biasanya itu yang terjadi kalau ia bertemu orang baru dan mereka mendengar ia berasal dari Jerman.     

Mereka akan bertanya tepatnya dari Jerman bagian apa, sudah berapa lama ia di Amerika, apakah ia menyukai tinggal di Amerika atau tidak, apakah ia menyukai pizza Amerika yang gemuk.. bla bla bla.     

Ia tidak punya waktu untuk meladeni semua pertanyaan tidak penting itu. Karenanya, sekarang lebih mudah jika ia membuat mereka mengira ia berasal dari Amerika. Bahasa Inggris adalah salah satu dari sekian banyak bahasa yang dikuasainya dengan sempurna dan ia bicara tanpa aksen, sehingga tidak ada orang yang mengira ia bukan orang Amerika.     

"Hai, Fred. Aku Sebastian Genevieve, ini kekasihku Aurora dan ini sahabat kami Hannah. Kami baru pertama kali ke Seattle," Sebastian memperkenalkan diri. "Rasanya di pesta ini hanya kita yang seumuran."     

Friedrich menebarkan pandangan ke sekelilingnya dan menyadari bahwa Sebastian benar. Di pesta sosialita ini rata-rata yang hadir adalah orang kaya kalangan atas yang sudah berumur di atas 30-an. Hanya mereka berempat yang terlihat paling muda di sana.     

"Hmm..." Friedrich akhirnya mengangguk.     

"Wine?" Sebastian bertanya. Ia melambaikan tangannya dan segera seorang pelayan datang membawa berbagai macam minuman di atas nampan.     

Friedrich mengangguk dan mengambil segelas wine lalu mereka bersulang.     

"Senang bertemu denganmu, Fred." kata Hannah sambil mendentingkan gelasnya ke gelas Friedrich. "Kau kuliah di mana? Mengambil jurusan apa?"     

Friedrich terbatuk pelan saat mendengar pertanyaan yang dilantunkan dengan suara manis itu. Ia sudah tidak kuliah. Malah kemarin ia sempat mengajar di universitas. Ia sudah mendapatkan gelar doktornya sebelum bekerja untuk Sam Atlas.     

"Aku tidak kuliah," kata Friedrich setelah menata ekspresinya kembali menjadi datar. "Aku sekarang bekerja."     

"Oh..."     

Ketiga orang muda itu saling pandang. Mereka lalu melihat Laura yang kini tengah bersenda gurau dengan Diane dan tamu-tamu lebih tua lainnya. Mereka kemudian menduga bahwa Friedrich bukanlah salah satu anak orang kaya ataupun bangsawan yang selalu ada di sekitar bibi Sebastian itu.     

Anak orang kaya seperti mereka tentu sekarang baru masuk bangku kuliah dan menikmati hidup, lalu kemudian dipersiapkan untuk mengambil alih bisnis keluarga. Kalau di usianya yang semuda ini, Friedrich sudah bekerja, mereka tidak dapat membayangkan apa pekerjaannya selain menjadi freelancer atau bekerja sebagai pelayan di restoran.     

Kalau freelancer, apakah Friedrich merupakan laki-laki simpanan Laura Atlas? Itukah sebabnya Laura membawanya kemari?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.