The Alchemists: Cinta Abadi

Mimpi Buruk Vega



Mimpi Buruk Vega

2Mereka membiarkan Vega mengitari seputaran kastil sekehendak hatinya. Mereka beranggapan jika Vega dapat mengenali tempat-tempat di kastil ini dan menemukan tempat yang ia sukai, maka itu akan menjadi pertanda bagus.     

Altair berjalan menjajari langkah Vega dan menemaninya berkeliling. Dengan sabar ia menerangkan segala sesuatunya kepada adik kembarnya.     

"Ahh... tempat ini indah sekali," bisik Vega berkali-kali. Ia berdiri di teras lantai tiga di kastil mereka dan memandang ke barat Matahari perlahan-lahan turun di ufuk barat dan semburat jingga yang memenuhi kaki langit tampak indah sekali.     

"Ini adalah tempat favoritmu untuk melihat matahari terbenam. Kau dan ayah sering duduk di sini sore-sore," kata Altair.     

"Benarkah?" Vega tampak terpukau. Matanya memandang di kejauhan dan mengangguk. "Aku percaya kepadamu."     

Ia lalu duduk di kursi dan mengamati matahari terbenam perlahan-lahan. Altair duduk di sebelahnya dan memegang tangan Vega. Mereka berdua menikmati pemandangan sore itu dengan khimad.     

Alaric dan Aleksis mengamati keduanya dari jauh dan menarik napas lega.     

Akhirnya Vega pulang.     

Akhirnya Vega kembali ke rumah...     

***     

Setelah makan malam, mereka lalu berkumpul di ruang keluarga di lantai satu dan bersiap menyaksikan Lauriel mengobati Vega. Dalam hati, semua benar-benar berharap bahwa Vega akan dapat sembuh sepenuhnya dan ingatannya dapat kembali pulih seperti sedia kala.     

"Aku menilai Vega telah dicuci otak dengan hipnotis tingkat tinggi dan obat-obatan, maka hal pertama yang perlu kita lakukan adalah menyehatkan otaknya agar mampu membangkitkan semua ingatan yang terpendam, dan besok aku akan memutar begitu banyak video yang akan membuat pikiran Vega dapat mengingat kembali semua kenangan lama," kata Lauriel menjelaskan.     

"Apakah Ayah sudah memiliki semua materi yang dibutuhkan?" tanya Alaric.     

"Sudah. Kau tidak usah kuatir."     

Lauriel membawa sebuah mangkuk berisi cairan berwarna hijau dari meja dan menyerahkannya kepada Vega.     

"Apa ini, Kakek Rory?" tanya Vega.     

"Ini obat untuk menguatkan tubuh dan otakmu. Besok kita akan mengalami pertempuran sesungguhnya. Kita akan mengeluarkan semua ingatan palsu yang ditanam di dalam pikiranmu dan mengeluarkan semua ingatan asli yang terpendam," kata Lauriel. Sebelum Vega bertanya, ia telah menambahkan. "Kakek tahu kau ingin tetap dapat mengingat masa 5 tahun kau hidup sebagai Fee Lynn-Miller, karena kau mencintai suamimu. Kau tidak usah kuatir. Ingatanmu tidak akan hilang."     

"Terima kasih..." gumam Vega.      

Hal itu adalah kekuatirannya yang utama. Kalau sampai ingatannya kembali sebagai Vega Linden sampai saat ia diculik saja, tetapi kemudian ia melupakan apa yang terjadi sesudahnya.. maka ia akan kehilangan ingatan selama hampir enam tahun, dan ia tak mau menjadi seorang wanita dewasa yang hanya memiliki ingatan seorang remaja.     

Dengan patuh, Vega lalu meminum ramuan buatan Lauriel dan berusaha menghabiskannya secepat mungkin. Rasanya amat pahit, tetapi ia berusaha untuk tidak memuntahkannya.     

"Tubuhmu akan terasa panas dan berkeringat, dan semua sel dalam dirimu akan dibersihkan. Proses ini memakan waktu semalaman. Kau bisa tidur dan mengistirahatkan dirimu," kata Lauriel.      

Vega mengangguk. " Aku sudah mulai merasakan panasnya."     

"Itu bagus. Artinya obatnya sudah mulai bekerja."     

Aleksis segera beranjak ke sisi Vega dan menarik kepala gadis itu ke pangkuannya. "Sini, kalau kau mengantuk, kau bisa tidur di pangkuan ibu."     

Vega menatap ibunya dengan sepasang mata berlinangan air mata.     

Ahh... ternyata begini rasanya memiliki ibu.     

Ia ingat masa-masa sulit ketika ia sendirian dan sebatang kara. Ia bahkan tidak dapat berbagi kesedihan kepada siapa pun saat ia sedang terpuruk akibat perpisahannya dengan Ren, atau saat ia kehilangan kedua janin dalam kandungannya.     

"Sshh... jangan sedih, ada ibu di sini," kata Aleksis dengan suara dipenuhi haru. Ia memeluk anak perempuannya erat sekali. "Ibu akan selalu menjagamu..."     

Vega mengerti bahwa ibunya bersungguh-sungguh dengan ucapannya. Setelah ia sendiri mengandung.. ia dapat memahami isi hati seorang ibu. Bagaimana ia rela mengorbankan apa pun demi anak-anaknya.     

Tentulah itu yang sekarang sedang dirasakan Aleksis terhadap dirinya.     

Tanpa sadar air mata Vega telah mengalir deras dan ia pun balas memeluk ibunya dengan erat.      

Ia masih belum selesai berkabung atas kematian anak-anaknya, dan kini perasaan duka itu kembali menghantam segenap jiwa Vega. Seandainya Amelia tidak membunuh anak-anaknya, tentu sebentar lagi ia sudah akan melahirkan mereka berdua ke dunia ini.     

Seisi keluarga Vega tidak mengerti kenapa gadis itu menangis tersedu-sedu tanpa sebab yang jelas. Nicolae bertanya tanpa suara kepada ayahnya, apakah obat buatannya akan membawa efek samping seperti itu, tetapi Lauriel menggeleng.     

Ia pun tak mengerti mengapa Vega menangis demikian sedih secara tiba-tiba. Ia kemudian menduga bahwa telah terjadi sesuatu yang sangat buruk dan Vega sedang menangisi hal itu.     

Lauriel memberi tanda agar mereka semua tidak membahas apa pun itu, agar Vega tidak menjadi semakin sedih. Ia yakin, pada saat yang tepat, Vega akan membuka diri dan menceritakan apa yang terjadi sebenarnya.     

Saat ini, yang menjadi prioritas mereka adalah kesehatan Vega dan memulihkan ingatannya.     

Akhirnya mereka membiarkan Vega menangis sepuasnya dan tidak berusaha bertanya macam-macam. Aleksis mengusap-usap rambut anaknya dengan penuh kasih sayang dan menunggu hingga tangis Vega reda dan air matanya mengering.     

"Ibu dan ayah sangat menyayangimu..." bisiknya berkali-kali. "Kami sangat bahagia kau sudah pulang."     

Vega akhirnya tertidur setelah menangis lama. Ayahnya segera menggendongnya ke kamar dan membaringkan putri kesayangannya di tempat tidurnya yang nyaman.     

"Aku mau tidur di sini menemani Vega," kata Aleksis saat Alaric menutupkan selimut pada tubuh putrinya. "Aku ingin memastikan dia tidak bermimpi buruk atau membutuhkan sesuatu."     

Alaric mengangguk. "Kalau begitu, aku juga."     

Ia lalu kembali ke ruang tamu dan memberi tahu keluarganya bahwa ia dan Aleksis akan menemani Vega di kamar.     

"Itu ide bagus. Besok pagi kita akan lihat bagaimana kondisinya," kata Lauriel.     

Setelah Alaric dan Aleksis pergi ke kamar Vega, Lauriel dan yang lainnya memutuskan untuk minum-minum sebentar dan bertukar pikiran sebelum kemudian masuk ke kamar masing-masing dan beristirahat.     

***     

"Aku tahu ia tidak mencintaiku, Amelia... aku tahu itu.. Aku tahu ia tidak akan pernah mencintaiku karena ia tidak bisa jatuh cinta..." kata Fee perlahan-lahan. "Karena itulah aku pergi..."     

"Amelia... maafkan aku telah datang ke pesta ini. Aku diundang bosku dari RMI. Aku sama sekali tidak berniat menggoda Ren. Aku dan dia bahkan sudah membicarakan untuk berpisah. Kau bisa memilikinya sekarang. Aku dan anakku akan pergi. Kumohon.. biarkan aku pergi."     

"Amelia.. jangan..." Fee mengangkat kedua tangannya berusaha menenangkan seseorang. Suaranya terdengar sangat ketakutan. "Kumohon.. aku akan pergi dan kau tidak akan pernah melihatku lagi..."     

Suaranya berubah menjadi bisikan memohon.      

"Amelia... kumohon.. jangan bunuh anak-anakku..." Vega memohon dengan air mata berlinang. "Aku berjanji akan meninggalkan Ren. Aku akan pergi jauh darinya."     

"Aaahhh.....!!!" Jeritan histeris Vega dalam tidurnya membuat air mata Aleksis dan Alaric mengalir demikian deras.     

Mereka berdua berdiri di samping tempat tidur Vega, berpegangan tangan untuk saling menguatkan, saat mereka mendengarkan anak perempuan mereka menangis dalam tidurnya karena mimpi yang sangat buruk.     

.     

.     

From the author:     

Duh, terima kasih banyak atas kesabarannya. Ini saya sudah revisi babnya. Sekarang saya revisi bab satu lagi yaa.. xx     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.