The Alchemists: Cinta Abadi

Kisah Ren Dan Amelia (1)



Kisah Ren Dan Amelia (1)

Ren menatap mayat Amelia yang terbaring di lantai dengan pandangan kosong, sementara polisi mengamankan tempat kejadian perkara dan paramedis memeriksa kondisinya. Ia sama sekali tidak merasakan apa-apa. Seolah pikirannya menolak bekerja.     

Pikirannya melayang pada peristiwa 20 tahun lalu saat ia bertemu Amelia pertama kali. Umurnya baru sepuluh tahun dan Amelia lima tahun. Waktu itu hujan turun membasahi bumi dan semua orang yang hadir di pemakaman mengenakan pakaian serba hitam.     

Itu adalah hari pemakaman ibunya. Lady Genevieve yang sudah beberapa kali datang ke rumah Ren untuk merawat ibu Ren yang sakit-sakitan kali ini membawa anak perempuannya. Ia memperkenalkannya sebagai Amelia Genevieve.     

"Amelia... perkenalkan ini Renald. Mulai hari ini, ia akan tinggal bersama kita. Ibu sudah berjanji akan merawat Renald setelah ibunya meninggal. Kau berbaik-baiklah kepadanya..."     

"Haiii, namaku Amelia," kata gadis kecil cantik berambut ikal keemasan itu. Ren bahkan tidak menatapnya. Pandangannya kosong seperti sekarang saat ia melihat tubuh Amelia yang berlumuran darah di lantai penthouse.     

Amelia kecil menoleh ke arah ibunya dan mengeluh. "Dia tidak menyukaiku."     

"Sshh... jangan berkata begitu. Renald menyukaimu, tetapi sekarang ia sedang berduka. Kau harus menghiburnya, karena sekarang Renald sudah tidak memiliki siapa-siapa di dunia ini," kata Lady Genevieve sambil tersenyum. Ia mengusap rambut Ren dengan lembut. "Ren, kau akan baik-baik saja bersama kami."     

Sejak hari itu, Ren tinggal bersama keluarga Genevieve dan tumbuh besar bersama Amelia. Ia tidak memiliki seorang teman pun dan ia tidak peduli dengan sekelilingnya. Amelia yang ceria dan cantik sangat menyukai Ren dan selalu berputar-putar di sekelilingnya setiap saat setelah ia pulang dari sekolah.     

"Ren kau sedang apa?"     

"Ren... hari ini aku belajar kata-kata baru dalam bahasa Prancis."     

"Ren, aku mau menangkap kupu-kupu di taman. Kau mau ikut?"     

"Ren, ayo masuk! Ibu bilang sebentar lagi akan turun salju."     

Setelah kematian ibunya, Ren sama sekali tidak berbicara selama dua tahun. Ia menghabiskan waktunya dengan menyendiri dan membaca. Lady Genevieve akhirnya mempekerjakan seorang guru pribadi untuk mengajari Ren di rumah karena ia tidak dapat bergaul dengan teman-temannya di sekolah baru.     

Sang gurulah yang kemudian menemukan bahwa Ren seorang genius. Ia memberikan berbagai masukan agar Ren segera mengikuti ujian universitas dan belajar hal-hal yang jauh lebih sulit.     

"Tuan Muda tidak menyukai kegiatan belajar di sekolah karena menurutnya semua hal yang ia pelajari di sekolahnya sekarang terlalu mudah. Menurut saya Tuan Muda terlalu pandai, jauh sangat pandai untuk pelajaran anak seusianya. Beliau seorang genius," kata Pak Brown setelah menganalisis kemajuan Ren selama beberapa bulan. "Saya pikir sebaiknya Tuan Muda dikirim untuk belajar di universitas. Saya bisa membantu mempersiapkan bahan-bahan ujian dan pendaftarannya."     

"Oh.. benarkah?" tanya Lady Genevieve kagum. "Aku tahu Ren sangat pandai, tetapi aku tidak tahu bahwa ia seorang genius."     

"Mungkin Lady Genevieve tidak menyadari ini, tetapi selama setahun terakhir, Tuan Muda telah belajar dua bahasa baru dan sekarang beliau fasih dalam bahasa Spanyol dan Prancis."     

Lady Genevieve menekap bibirnya."Astaga.. aku tidak mengira. Ternyata Renald benar-benar menuruni kecerdasan ayahnya. Ayahnya juga merupakan seorang genius. Sayangnya ia.. ah..."     

Sayangnya pemuda itu tidak berumur panjang dan tidak dapat menyaksikan anak lelakinya mewarisi kecerdasannya.     

"Kalau Nyonya setuju, saya akan mulai membantu persiapannya," kata Pak Brown dengan penuh hormat.     

"Aku setuju. Aku hanya ingin yang terbaik untuk Renald."     

Pak Brown membantu Ren mempersiapkan diri untuk pendaftaran dan ujian masuk ke universitas jurusan Astrofisika yang sangat menarik minatnya. Dan pada usianya yang ke-12, Ren telah diterima menjadi mahasiswa sebuah universitas ternama di Inggris.     

"Ibu, mengapa Ren boleh pergi ke universitas dan aku tidak??" rengek Amelia di hari ketika Ren berangkat ke Inggris untuk tinggal di asrama.     

"Sshh.. Ren sangat pandai. Dia bisa kuliah lebih cepat dan belajar berbagai hal menakjubkan tentang dunia ini. Kalau kau ingin bisa kuliah seperti Ren, kau harus belajar yang rajin, ya Amelia..." Lady Genevieve berusaha membujuk anaknya.     

Amelia menangis tersedu-sedu. Ia memeluk Ren lama sekali barulah akhirnya ia melepaskan anak laki-laki itu untuk pergi.     

"Ren.. aku akan menjadi pandai dan mengikutimu kemana pun kau pergi..." kata Amelia sambil terisak-isak.     

Ren kecil mengerutkan keningnya melihat sikap Amelia. Setelah dua tahun bersama dan ia selalu mengacuhkan anak perempuan itu, ternyata Amelia masih belum menyerah. Ia tidak mengerti apa yang membuat Amelia menyukainya sejak mereka pertama kali bertemu.     

Setelah ia pindah ke Inggris dan kuliah di universitas, ia hanya pulang ke rumah keluarga Genevieve dua kali setahun, saat liburan musim panas dan liburan Natal. Kadang-kadang Lord atau Lady Genevieve yang datang mengunjunginya ketika mereka ada keperluan ke Inggris.     

Saat Ren menerima gelar doktor dan menjadi dosen di universitasnya, usianya baru 20 tahun. Amelia memenuhi kata-katanya untuk kuliah di tempat yang sama dengan Ren. Saat usianya 17 tahun, ia pun pindah ke Inggris dan belajar di universitas tempat Ren mengajar.     

"Kuharap kau tidak akan bosan melihatku..." kata Amelia dengan senyum lebar saat ia muncul di ruangan Ren di universitas.     

Ren masih bersikap dingin kepadanya, tetapi Amelia telah terbiasa dan sama sekali tidak terganggu. Ia duduk dengan anggun di kursi di depan Ren dan menaruh sebuah kotak di mejanya.     

"Aku membawakan berbagai oleh-oleh makanan khas Moravia kesukaanmu. Ibu yang menyiapkan semuanya."     

Suara Amelia terdengar riang dan menyenangkan. Kepribadiannya hangat, wajahnya cantik, dan ia tergila-gila kepada Ren.     

Pemuda itu tidak mengerti kenapa ia tidak bisa membalas perasaan Amelia kepadanya. Padahal gadis ini melakukan apa pun demi dirinya.     

"Terima kasih," kata Ren dengan suara datar. "Aku banyak pekerjaan. Tolong tinggalkan aku.'     

"Ah, maaf kalau aku mengganggu," kata Amelia dengan nada menyesal. "Tetapi aku masih baru di lingkungan sini. Apakah kau mau mengajakku berkeliling? Maksudku nanti, sesudah kau tidak sibuk..."     

Ren melihat kotak berisi oleh-oleh di mejanya dan kemudian mengangguk. "Aku ada waktu besok sore."     

"Wahh... senang sekali. Aku akan meneleponmu dan mengingatkanmu akan acara besok."     

Amelia bangkit berdiri dengan wajah sangat gembira. Ia memeluk Ren dengan singkat lalu melepaskan diri.     

"Aku senang bisa bertemu denganmu di sini. Seperti yang dulu kukatakan, aku akan ikut kau kemana pun kau pergi..."     

Ia tersenyum lebar dan kemudian keluar dari ruangan Ren.     

Keesokan harinya mereka berdua berjalan-jalan berkeliling universitas dan Ren menunjukkan beberapa tempat yang harus diketahui oleh Amelia. Ada begitu banyak gadis yang menatap Amelia dengan iri karena Ren adalah profesor paling terkenal di kampusnya.     

Ia tidak pernah meluangkan waktunya untuk wanita mana pun, tetapi sore itu ia berjalan-jalan santai dengan seorang mahasiswi baru. Amelia segera menjadi target kebencian para mahasiswi di sekolahnya yang baru.     

Untunglah ia bukan gadis lemah dari kalangan bawah yang dapat ditindas begitu saja. Ketika orang-orang mengetahui bahwa ia adalah seorang gadis bangsawan dari Moravia, mereka pun terpaksa hanya bisa menahan sendiri kekesalan mereka tanpa dapat berbuat apa-apa melihat profesor idola mereka 'direbut' oleh mahasiswa baru ini.     

.     

.     

>>>>>>>     

Dari author:     

Segini dulu yaaa.. nanti sore saya publish lagi. Maaf kemarin ga sempat update bab karena saya jatuh sakit.. T_T     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.