The Alchemists: Cinta Abadi

Kedatangan Amelia Ke Penthouse



Kedatangan Amelia Ke Penthouse

1Ren tahu, dirinyalah yang bersalah atas semua penderitaan yang dialami Vega, sejak enam tahun lalu, bahkan hingga hari ini.     

Ia dapat mengatakan bahwa kebenciannya pada keluarga Vega ditanamkan dan dipupuk oleh pamannnya, Karl selama belasan tahun, tetapi bukankah ia merupakan seorang laki-laki dewasa yang dapat menentukan pilihan dan memiliki keinginannya sendiri?     

Ia menarik napas panjang dan memejamkan mata, mendengarkan suara Vega yang parau karena habis menangis di ujung telepon.     

"Ini bukan salahmu," katanya sekali lagi. "Aku berjanji akan menemukan orang yang bertanggung jawab dan menghukumnya untukmu..."     

Vega berusaha meredakan perasaannya dan menata suaranya agar tidak lagi terdengar sedih. Ia tak mau menambah beban pikiran Ren. Saat ini Ren tentu sedang mengurusi banyak hal dan pikirannya tentu sangat sibuk.     

Bahkan di hari-hari biasa saja, Vega tahu betapa Ren selalu berpikir terlalu keras. Ia mendeham dan membuat suaranya terdengar ceria.     

"Aku tidak apa-apa. Tidak usah kuatirkan aku. Aku meneleponmu hanya ingin menanyakan keadaanmu."     

Ren mendesah pendek. Ia sedang sangat kalut Tetapi ia pun memaksa dirinya terdengar baik-baik saja di telepon. Ia menanyakan keadaan Vega dan kemajuannya dalam mengingat masa lalunya, serta bagaimana rencana pengobatan yang dibuat Lauriel.     

Mereka mengobrol selama setengah jam hingga akhirnya Vega harus tidur karena di Asia sudah larut malam. Setelah menyimpan ponselnya, Ren merenung sejenak. Ia lalu membuka laptopnya dan menyusuri internet untuk menghukum semua orang yang telah berkomentar buruk tentang Vega di berbagai komen artikel di berbagai website.     

Ia menciptakan bots untuk mencari semua komentar yang bernada negatif dan mengirim malware perusak ke perangkat orang-orang tersebut.     

Tahu rasa kalian! Kalian tidak pantas berkata-kata buruk tentang istriku, umpatnya dalam hati.     

Sejak ia masih kecil, Ren telah belajar berbagai keahlian yang sangat berguna baginya setelah ia dewasa. Ia belajar banyak bahasa, juga ketrampilan meretas, dan telah malang melintang di Darknet sebagai seorang hacker yang misterius dan tidak pernah menunjukkan diri.     

Tidak seperti Wolf dan Goose yang menerima tugas-tugas dari klien dan memasarkan nama atau identitas hacker mereka, Ren sama sekali tidak pernah tampil ke permukaan dan mencari popularitas.     

Nama hacker yang dipilihnya adalah Skia, yang dalam bahasa Yunani berarti bayangan. Ditulis dengan Sigma Kappa Iota Alpha. Ia bergerak tersembunyi tanpa diketahui siapa pun, dan ia dapat menghancurkan siapa pun dengan mudah, karena tidak ada yang mengetahui keberadaannya.     

Selama bertahun-tahun ia telah mengumpulkan berbagai informasi tentang orang-orang alchemist, siapa saja mereka dan apa hubungannya.     

Dengan memperhatikan semua pergerakan dan memadukan informasi sedikit-sedikit yang diperolehnya, ia dapat mengetahui tentang ketidaknormalan dalam merger antara Rhionen Industries dan Meier Group, dan akhirnya mereka pun menemukan Sophia. Lalu.. sepuluh tahun yang lalu, mereka pun mempersiapkan semuanya.     

Ia menarik napas panjang dan menutup laptopnya. Ren masih harus menghubungi Karl dan membuat perhitungan.     

Kepalanya terasa begitu berat dan pandangannya menjadi berkunang-kunang. Dulu Ren sering mengalami sakit kepala hebat seperti ini karena ia terlalu banyak berpikir.     

Sejak menikah dengan Vega, ia hanya mengalaminya satu kali, yaitu di hari mereka pulang dari Monaco dan kemudian terjadi insiden antara Vega dan Amelia yang menyebabkan hingga kini Amelia tidak boleh lagi menginjak rumahnya.     

"Ugh... Dokter Henry, tolong datang ke rumah sekarang, aku membutuhkan obat darimu," kata Ren di telepon sebelum kemudian membanting ponselnya dan berbaring di tempat tidur.     

Hmm... ia tahu bahwa semua keluhan sakit kepala hebat yang dialaminya ini akan menghilang jika ia meminum ramuan keabadian. Saat itu akan tiba sebentar lagi, setelah ia menyelesaikan semua urusannya.     

Dokter Henry datang setengah jam kemudian dan memeriksa kondisi Ren. Ia menggeleng-geleng sambil meracik obat untuk sang pangeran.     

"Tuan sedang stress berat. Saya kan sudah bilang bahwa Anda harus menghindari stress..." Ia mendesah kuatir. "Apakah Nyonya tahu Tuan sedang stress? Seingat saya, Tuan sudah jarang sekali kambuh sejak ada Nyonya di rumah."     

Ren hanya mendelik mendengar kata-kata Dokter Henry. Ia tidak perlu orang lain memberitahunya hal yang sudah ia ketahui sendiri. Namun demikian ia tidak memarahi dokter tua itu. Bagaimanapun selama beberapa tahun ini beliau sudah sangat setia kepadanya.     

"Silakan diminum dulu obatnya dan tuan bisa langsung tidur. Semoga besok pagi sakit kepalanya sudah hilang,"     

"Hmm..." Ren mengangguk. Ia meminum obat racikan dokter tua itu dan kemudian berbaring di tempat tidur. Ia harus kembali sehat karena besok ia akan menghadapi Amelia, dan Karl.     

***     

Amelia berjalan dengan langkah-langkah mantap masuk ke dalam lift dan memencet tombol untuk ke lantai tertinggi. Setelah lift menutup, ia mengamati bayangan wajahnya di dinding lift yang berhiaskan kaca.     

Wajahnya yang cantik tampak lelah dan sedih. Sepasang matanya yang bulat besar kini tampak kehilangan cahayanya. Ia telah berusaha memakai riasan yang agak tebal untuk membuat wajahnya terlihat lebih cerah, tetapi tetap saja kesedihannya tampak nyata.     

TOK TOK     

Ia mengetuk pintu penthouse dan menunggu dibukakan pintu.     

"Selamat datang, Nona Amelia," John mengangguk sopan saat membukakan pintu untuknya. Amelia mengerutkan kening keheranan. Ia tidak mengira ada John di penthouse. Tadinya ia mengira seperti biasanya Ren akan tinggal sendiri.     

"Di mana Pangeran Renald?" tanya Amelia. Ia menengok ke kanan dan ke kiri.     

"Beliau ada di ruang duduk. Silakan masuk, Nona." John mempersilakan Amelia masuk dan menutup pintu di belakangnya.     

Gadis itu berjalan anggun melintasi ruang tamu dan koridor menuju ke ruang duduk. Ia sudah beberapa bulan tidak mendatangi tempat ini dan menyadari sama sekali tidak ada yang berubah di dalamnya. Tetapi.. kenapa ia merasa ada sesuatu yang berbeda?     

Apakah ini hanya perasannya saja?     

Ia merasa tidak enak.     

Ruang duduk yang dimaksud adalah sebuah ruangan besar terbuka berbentuk loft dengan jendela-jendela raksasa menghadap ke pusat kota. Menampilkan pemandangan kota Almstad yang sibuk. Semua jendela besar itu membawa masuk sinar matahari yang berlimpah, hingga membuat ruangan tampak bermandikan cahaya.     

Di kursi besar yang berbentu bagaikan takhta kerajaan, duduklah pemuda tampan yang selama ini mengisi hati Amelia, sejak mereka kecil. Ren tampak duduk merenung dengan membelakangi jendela dan entah kenapa sapuan cahaya yang demikian berlimpah, membuat tubuhnya terlihat seolah dilingkari halo yang menyilaukan.     

Sekilas Ren terlihat seperti seorang malaikat rupawan yang sedang duduk melamun. Wajahnya yang selalu terlihat muda hari ini tampak masam dan kalut. Benar-benar Ren yang sangat dikenal Amelia.     

Gadis itu menghentikan langkahnya dan berdiri menatap Ren tanpa berkedip.     

"Orang tuaku tahu aku kemari menemuimu. Kalau aku tidak pulang dalam keadaan hidup, mereka akan membawa polisi ke sini..." kata Amelia dengan nada suara datar.     

.     

.     

>>>>>>>     

Dari author:     

Segini dulu yaaa.. nanti sore saya publish lagi. Maaf kemarin ga sempat update bab karena saya jatuh sakit.. T_T     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.