The Alchemists: Cinta Abadi

Kau Sama Sekali Tidak Bersalah...



Kau Sama Sekali Tidak Bersalah...

0"Tuan, kita sudah mendarat," kata pramugari dengan sopan. Ren yang tidak pernah tidur dengan pulas tanpa Vega di sisinya, membuka mata dan mengangguk. Ia tidak berkata apa-apa lalu mengebaskan jasnya dan bangkit dari kursinya untuk berjalan keluar pesawat.      

John telah menunggunya di runway dengan mobil pribadinya. Supir kepercayaannya itu tampak kuatir melihat wajah Ren yang keruh.     

"Selamat pagi, Tuan. Apakah Tuan sehat?" tanyanya dengan penuh perhatian. Ren hanya melemparkan pandangan lelah ke arahnya dan tidak menjawab.     

Dengan tahu diri John tidak berkata apa-apa lagi. Ia membukakan pintu untuk Ren dan membawakan tasnya masuk ke dalam bagasi. Tidak lama kemudian mobil itu sudah melaju di jalan raya menuju ke rumah pribadi Ren.     

"Amelia, aku ingin bertemu denganmu," Ren mengangkat ponselnya dan menelepon gadis itu. Suaranya terdengar tenang dan sama sekali tidak bernada marah.     

Amelia yang menerima panggilan teleponnya di ujung sana menggenggam ponselnya erat-erat. Dadanya berdebar keras. Ia tahu bahwa saat yang penting itu akhirnya tiba juga.     

Selama berbulan-bulan Ren sama sekali tidak mendatanginya untuk membuat perhitungan, dan semakin hari Amelia menjadi semakin resah. Ia sangat mengenal teman masa kecilnya itu dan ia tahu Ren bukan orang yang dapat melupakan dendamnya.     

Ia tidak mengerti kenapa Ren justru menghilang bersama Vega. Apakah ini berarti Ren akhirnya memaafkan perbuatan Amelia? Ataukah.. ia sengaja menyimpan perhitungan hingga saat yang tepat.     

Apakah sekarang merupakan saat yang tepat itu?     

"Aku juga ingin bertemu denganmu," kata Amelia dengan suara serak, Ia berusaha menenangkan diri dan menjawab Ren dengan tenang. "Kurasa ada banyak hal yang harus kita bicarakan."     

"Aku menunggumu di penthouse besok pagi," kata Ren lalu menutup panggilannya.     

Ia masih belum mengizinkan Amelia datang ke rumahnya karena menghargai permintaan istrinya yang meminta agar Amelia tidak boleh lagi menginjakkan kakinya di rumah mereka.     

Ia sengaja meminta bertemu Amelia untuk bertemu di penthouse keesokan harinya karena ia ingin mengurusi banyak hal hari ini di rumahnya. Pertama-tama, ia harus menghilangkan semua berita tentang dirinya dan Vega di Bali, lalu menghukum semua orang yang telah mengucapkan berbagai komentar buruk tentang istrinya.     

Biar mereka semua belajar untuk menjaga mulut dan jari mereka baik-baik. Seenaknya saja mengucapkan komentar-komentar yang menghina Vega.     

"Selamat datang, Tuan," Linda menyambut kedatangan Ren dengan wajah berseri-seri. Ia telah cukup lama tidak melihat Ren di rumah ini dan sangat senang karena akhirnya majikannya kembali. Ia berusaha menahan diri tidak bertanya di mana sang nyonya berada, karena ia tak ingin dianggap lancang.      

Namun, untunglah, ternyata Ren sendiri yang memberinya kabar bahwa Vega baik-baik saja.     

"Nyonya sedang menenangkan diri bersama keluarganya," kata Ren tanpa ditanya. "Kau tidak usah kuatir."     

Wajah Linda tanpak kebingungan mendengar kata-kata tuannya. Setahunya, nyonya rumah ini adalah seorang yatim piatu. Mengapa ia bisa bersama keluarganya? Keluarga dari mana?     

Walaupun demikian, ia merasa gembira karena sepertinya hal itu merupakan kabar baik. Kalau memang nyonya sedang bersama keluarga, tentu keadaannya baik-baik saja. Linda menghembuskan napas lega.     

"Saya senang mendengarnya, Tuan. Apakah Nyonya akan pulang kemari?" tanyanya penuh harap.     

Ren tercenung mendengar pertanyaan itu. Ia melihat ke sekeliling rumahnya dan menyadari bahwa dibandingkan kekayaan keluarga Linden, apa yang dimilikinya tidak ada apa-apanya.     

Rumahnya ini memang sangat besar dan mewah, penthouse-nya di pusat kota Almstad juga bahkan lebih mewah lagi dari ini... tetapi ia tahu bahwa semua miliknya tidak dapat dibandingkan dengan apa yang dimiliki dan diwarisi oleh Vega.     

Dulu, saat ia membawa Vega dari kampungnya di Salzsee, Ren adalah seorang pangeran dengan kekayaan dan derajat yang jauh di atasnya. Tetapi kini, sebenarnya kalau mau dibandingkan, kedudukan mereka sudah terbalik.     

Apa pun yang dimiliki Ren sekarang, tidak ada apa-apanya dengan rumah dan kekayaan keluarga Vega.     

Apakah nanti Vega akan pulang kemari dan tinggal bersamanya di rumah sederhana ini? Ia tidak tahu.     

Orang normal tentu akan memilih tinggal di tempat yang lebih bagus dan mewah. Jadi, Vega kemungkinan akan memilih untuk pulang ke rumah milik keluarganya, dan pertanyaan akan jatuh kepada Ren untuk memutuskan, apakah ia akan pulang bersama Vega ke rumah keluarganya... atau tidak.     

Ia membuka ponselnya dan melihat berbagai artikel gosip di website hiburan dan berita yang menampilkan foto dirinya dan Vega di pantai Uluwatu di Bali. Wajah mereka berdua tampak bahagia.     

Vega tersenyum dan menatapnya dengan pandangan penuh cinta, sementara Ren memeluk pinggangnya dan berjalan dengan langkah-langkah ringan menyusuri pantai. Mereka sama sekali tidak memperhatikan sekelilingnya. Perhatian keduanya hanya tertuju pada satu sama lain.     

PANGERAN RENALD FREDERICH HANENBERG DIKABARKAN MENIKAH DIAM-DIAM DAN BERBULAN MADU KE BALI. APAKAH ISTANA MENGETAHUI HAL INI?     

Ia tersenyum sedikit saat menatap wajah Vega di foto-foto itu. Ah... ia harus segera membereskan urusannya di Moravia agar ia dapat segera berkumpul kembali dengan istrinya.     

Apakah perasaan yang dialaminya ini merupakan perasaan rindu?     

Rasanya begitu asing.     

Ia memejamkan matanya dan berbaring di tempat tidur. Pikirannya merasa sangat lelah dan tubuhnya juga ikut menjadi lelah. Rasanya ia ingin tidur dan beristirahat. Setelah ia bangun, ada begitu banyak hal yang harus ia lakukan.     

Ia tidak akan punya waktu untuk merindukan istrinya setelah ini.     

[Bagaimana keadaanmu? Apakah kau sudah sampai di Almstad?]     

Telinganya yang tajam mendengar ponselnya berbunyi menandakan SMS masuk. Ketika ia membukanya dan menemukan SMS dari Vega, wajahnya segera tampak menjadi cerah.     

Ia membalas SMS itu dengan wajah tersenyum. [Sudah sampai. Aku merindukanmu.]     

TUT     

TUT     

Vega tiba-tiba meneleponnya setelah menerima SMS balasan dari Ren. Dengan gembira Ren mengangkat panggilan istrinya.     

"Hai... kau sedang apa?" tanyanya.     

"Aku senang mendengar kau merindukanku," kata Vega. Suaranya terdengar serak seperti habis menangis dan hal itu membuat hati Ren terasa seolah ditusuk sembilu.     

Apa yang terjadi setelah ia pergi? Mengapa Vega menangis?     

"Sayang.. ada apa? Mengapa kau menangis?" tanyanya dengan suara cemas.     

Vega tampak berusaha menahan isak tangisnya dan terdengar baik-baik saja, tetapi Ren yang sangat mengenalnya telah mengetahui bahwa istrinya sedang menyembunyikan sesuatu. Ia kembali bertanya apa yang terjadi, kali ini dengan nada lebih mendesak.     

"Sayang, beri tahu aku... apa yang terjadi? Apakah ada yang menjahatimu di sana?" tanyanya dengan suara bertambah kuatir. "Aku akan segera ke sana..."     

"Tidak... bukan itu. Kau tidak perlu kemari," kata Vega cepat. Ia berusaha menarik napas panjang dan bercerita agar Ren tidak kuatir. "Tadi aku menangis sebentar. Aku sudah mengetahui bagaimana aku diculik dari keluargaku... Aku merasa sangat sedih karena orang-orang jahat itu membunuh begitu banyak orang demi menculikku dari keluargaku. Aku mengakibatkan kematian tiga orang pengawalku yang begitu setia, dan kekasih Mischa. Aku membuat mereka menculik kekasih Mischa dan membunuhnya dengan keji... lalu mereka juga melukai Mischa..."     

Vega tak dapat lagi menahan air matanya, akhirnya ia menangis tersedu-sedu.     

Hati Ren seolah dicengkram tangan raksasa dengan begitu kuat dan membuatnya merasakan sakit yang teramat sangat. Air mata dan suara tangis Vega di ujung telepon membuatnya merasa bersalah.     

"Sayang... itu bukan salahmu..." bisiknya parau. "Kau sama sekali tidak bersalah..."     

Akulah yang bersalah...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.