The Alchemists: Cinta Abadi

Karena Aku, Mereka Membunuh Kekasihmu...



Karena Aku, Mereka Membunuh Kekasihmu...

0Entah kenapa, saat membayangkan tubuh seksi Mischa tanpa kemejanya dan menampakkan tato naga itu, membuat pipi Vega menjadi bersemu kemerahan. Ia mengalihkan perhatiannya pada video di tablet yang sedang dipegangnya.     

"Aku bisa membuat Om ganteng itu mendatangi kita," kata Vega remaja tiba-tiba sambil tersenyum jahil. Terlihat jelas wajahnya yang jahil ingin mengerjai Mischa. Vega dewasa mengerutkan keningnya melihat wajahnya dulu bisa tampak senakal ini. Astaga...     

Apa yang akan kulakukan? tanyanya dalam hati.     

"Kau mau membuat dia mendatangi kita?" tanya Tatiana keheranan. "Bagaimana caranya?"     

"Kalian lihat saja.." kata Vega. Ia menghapus senyum jahil dari wajahnya lalu memasang ekspresi serius. "Kalau aku jatuh pingsan, jangan ada yang menolongku. Kalian pura-pura sibuk saja."     

"Eh..? Apa maksudmu?" tanya Sharon bingung.     

Vega tidak menjawab. Ia sudah berjalan dengan tergesa-gesa ke arah Mischa tapi sengaja memasang sikap seolah ia tidak melihat pemuda itu. Tiba-tiba langkahnya terhenti dan ia pun terhuyung jatuh.     

Sesaat kemudian Vega tergeletak pingsan di tanah. Belum sempat Tatiana dan teman-temannya menyadari apa yang terjadi, Mischa sudah melesat dari tempatnya dan beberapa detik kemudian sudah menggendong Vega yang tadi tergeletak di tanah.     

Raut wajah pria itu terlihat sangat kuatir.      

"Astaga... sedang apa Vega itu???" tanya Tatiana dan teman-temannya cemas.     

Tadinya mereka hendak menolong Vega dan kini semuanya hanya bisa saling pandang saat melihat Om tampan yang tadi mereka perhatikan ternyata telah menolong Vega dan kini menggendongnya pergi.      

"Uhm... sebaiknya kita telepon Altair," kata Tatiana akhirnya. Mischa telah menghilang bersama Vega dan mereka tak dapat menemukannya. Ia lalu menoleh ke arah kamera dan menggeleng-geleng. "Vega keterlaluan sekali."     

Lalu mereka tertawa berderai-derai.     

Vega dewasa menekap bibirnya dan menoleh ke arah Altair dengan wajah sangat malu.     

"Aku mengerjai Mischa? Apakah kau tahu itu?"     

Altair hanya tertawa terpingkal-pingkal. "Benar. Kau pura-pura pingsan agar dia menolongmu. Kemudian kau mengancam akan melaporkannya kepada ayah kalau dia tidak menggendongmu sampai hotel. Kau memang keterlaluan."     

"Astaga... ya Tuhan..." Vega melempar tablet itu ke pasir. Kedua tangannya menutupi wajahnya dengan rasa malu yang tak tertahankan. Ia tidak mengira kelakukannya di masa lalu begitu agresif. Astaga... "Apa Mischa juga sudah melihat video itu?"     

Altair mengangguk. "Kami semua sudah melihatnya. Itu adalah video terakhir yang kami miliki tentangmu. Ayah ibu tentu saja tidak bisa marah. Kami sangat sedih karena beberapa hari setelah video itu diambil kau menghilang."     

Vega tertegun. Ia mengerling ke arah Mischa yang sedang duduk berbincang-bincang bersama ayahnya. Ah.. ternyata Mischa sedari dulu telah menjaganya.     

"Bisakah kau menceritakan apa yang terjadi setelah itu?" pintanya kepada Altair. "Aku ingin tahu bagaimana aku bisa menghilang."     

"Hmm... tentu saja." Altair memegang tangan Vega dan meremasnya lembut. "Tapi kau jangan stress mendengarnya ya. Semua itu sudah berlalu. Sekarang kau sudah kembali bersama kami, dan kita akan mengusahakan yang terbaik agar kau dapat memulihkan ingatanmu."     

Vega mengangguk. Ia menatap Altair dengan penuh perhatian dan berusaha menyimak setiap kata yang keluar dari bibir saudaranya itu.     

"Setelah kita mengetahui bahwa Papa Nic berkumpul kembali dengan Tante Marie dan Summer, kita diminta untuk pulang ke Grosseto menemui mereka setelah karyawisata ke Paris. Kau meminta Mischa untuk makan malam berdua denganmu di Menara Eiffel. Saat itu sepertinya kau menyukainya..."     

Wajah Vega semakin memerah saat mendengar kata-kata kakaknya. "Aduh..."     

Altair hanya tertawa mendengar keluhan adiknya. "Tidak apa-apa. Itu kan cinta monyet anak kecil. Sekarang kau sudah dewasa dan menikah dengan orang lain. Kurasa Mischa tidak pernah mempermasalahkannya."     

"Hmm..." Vega berusaha tidak mengerling ke arah Mischa yang sedang berbincang-bincang dengan ayahnya. Ia dapat mengerti kenapa dirinya yang dulu bisa menaruh hati pada kakak angkatnya. Mischa memang sangat baik dan hangat. Selain itu, ia juga sangat tampan. "Lalu apa yang terjadi?"     

"Mischa tidak bisa datang menemuimu di restoran. Ternyata Lisa, mantan kekasihnya ditangkap penjahat yang mengincarmu dan memaksanya untuk datang menyelamatkannya ke Provins, kota lain dua jam perjalanan dari Paris. Mereka mengiriminya foto-foto Lisa yang ada dalam tahanan mereka..."     

Vega menekap bibirnya dan mengeluarkan seruan tertahan. "La.. lalu? Apakah ia berhasil menyelamatkan Lisa?"     

Altair menggeleng sedih. "Tidak. Ia datang ke Provins dan mereka memaksanya menyaksikan Lisa dibunuh di depan matanya dengan kejam. Setelah itu mereka menembaknya dan meninggalkannya hampir mati. Papa Nic dan Bibi Marion yang kemudian menyelamatkannya setelah mencarinya seharian. Sementara itu, para penjahat itu berhasil membunuh ketiga pengawal yang disiapkan ayah untuk menjaga kita dan kemudian menangkapmu. Setelah itu kami tidak pernah bertemu denganmu lagi... selama bertahun-tahun."     

Vega membenamkan wajahnya ke dua tangannya dan menangis tersedu-sedu. Ia tidak mengira peristiwa penculikan dirinya terjadi dengan begitu mengerikan. Sungguh kejam orang-orang itu...     

Mereka telah membunuh ketiga pengawalnya, menyiksa Mischa, dan membunuh Lisa dengan darah dingin.     

Semua demi menculik dirinya.     

Vega menangis terisak-isak selama beberapa saat. Altair mengerti bahwa semua informasi ini tentu sangat mengejutkan dan menyakiti hati adiknya. Ia menarik kepala Vega ke pelukannya dan mengusap-usap rambutnya dengan penuh kasih sayang.     

Mereka duduk seperti itu selama beberapa saat dan tidak ada yang mengatakan apa-apa.     

"Aku... aku harus meminta maaf," bisik Vega kemudian. Ia mengangkat wajahnya yang bersimbah air mata dan mengusap matanya. Tangisnya tidak juga mereda, walaupun ia berusaha menahannya.     

Ia melepaskan diri dari pelukan Altair lalu bangkit berdiri. Altair hanya memperhatikan Vega berjalan meninggalkannya dengan langkah-langkah berat menuju ke villa.     

Ia dapat menebak apa yang akan dilakukan Vega.     

Dengan air mata masih bercucuran, Vega berjalan melintasi taman dan menuju ke kolam renang. Langkah-langkahnya pelan tetapi dipenuhi keteguhan. Ia berjalan menghampiri Mischa dan ayahnya yang sedang duduk bersama.     

"Mischa..."     

Suaranya yang lirih membuat kedua pria itu mengangkat wajah dan menoleh kepadanya.     

"Ada apa, Vega?" tanya Mischa sambil tersenyum. Ah, ia sangat senang bisa kembali memanggil Fee dengan nama aslinya.     

Ia sangat terkejut ketika tiba-tiba Vega menghambur kepadanya dan memeluknya.     

"Maafkan aku... maafkan aku. Karena aku, mereka membunuh kekasihmu..." tangis Vega sesenggukan. "Kalau bukan gara-gara aku... mungkin sekarang kalian sudah hidup bahagia bersama."     

Ia ingat pandangan menerawang Mischa saat ia sedang memasak di penthouse untuk Vega. Ketika Vega menanyakan di mana ia belajar memasak, wajah Mischa tampak sangat sedih. Ia menceritakan sedikit tentang kekasihnya yang telah meninggal.     

Saat itu Vega mengira tentu Mischa mencintai kekasihnya dengan begitu dalam hingga setelah kematiannya, pria itu tetap memilih untuk sendiri hingga di usianya yang mendekati kepala lima.     

Hari ini... Vega baru menyadari bahwa ialah penyebab kematian wanita itu.     

.     

.     

>>>>>>>     

From the author:     

Segini dulu yaaa.. nanti sore saya publish lagi. Maaf kemarin ga sempat update bab karena saya jatuh sakit.. T_T     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.