The Alchemists: Cinta Abadi

Berangkat Ke Pulau F



Berangkat Ke Pulau F

1"Apa yang kau pikirkan?" tanya Vega saat melihat Ren memandang jauh, seolah sedang memikirkan sesuatu yang berat.     

"Hmm... aku sedang memikirkan bagaimana aku harus bersikap saat bertemu keluargamu," kata Ren. "Yang jelas, aku merasa senang untukmu. Ternyata di antara kita berdua, hanya aku yang yatim piatu. Kau masih memiliki orang tuamu."     

"Shh.... mereka juga akan menjadi orang tuamu," bisik Vega. "Orang tuaku adalah orang tuamu juga."     

Ren hanya tersenyum kecut mendengar kata-kata Vega. Ia tidak mungkin dapat menganggap orang tua istrinya sebagai pengganti orang tuanya sendiri.      

Namun demikian, ia mengerti Vega mengatakan itu semua karena hatinya yang baik. Ia memeluk Vega erat-erat dan pura-pura mengangguk setuju.     

"Baiklah... kurasa sudah cukup semua kejutan malam ini. Kau perlu beristirahat. Besok kita akan bertemu mereka. Kau tentu tak ingin kelelahan dan jatuh sakit, bukan?"     

Vega mengangguk. "Sebentar. Aku mau cuci muka dulu. Wajahku sembap dan penuh air mata. Aku takut kalau aku tidur dengan wajah begini, besok wajahku akan terlihat bengkak..."     

"Hmm..."     

Vega lalu membasuh wajahnya dan mengenakan pelembab agar wajahnya menjadi lebih segar. Setelah selesai, ia kembali ke tempat tidur dan berbaring dalam pelukan Ren.     

"Rasanya aku tidak bisa tidur," keluh Vega setelah beberapa saat. "Ada terlalu banyak hal yang mengganggu pikiranku..."     

"Hmm... kau pejamkan mata saja dan bayangkan hal-hal yang indah. Besok kau akan bertemu ayah dan ibumu. Tidak usah memikirkan yang lain." Ren bangun dan bersandar ke sandaran tempat tidur. Ia menaruh kepala Vega di pangkuannya dan memijat kepala istrinya dengan lembut. "Ini akan membuatmu merasa lebih relaks."     

"Terima kasih..." bisik Vega.     

Ia memaksa dirinya memejamkan mata dan memfokuskan pikirannya pada pijatan lembut tangan Ren pada kepalanya.     

Ahh... ternyata cara ini ampuh sekali untuk membuatnya merasa lebih baik.     

Ia benar-benar menikmati setiap sentuhan tangan Ren pada rambut dan kulit kepalanya. Vega merasa sangat dimanjakan dan dicintai.     

Pelan-pelan, ia mulai merasa mengantuk, dan akhirnya ia pun tertidur.     

***     

Ketika mereka bertemu Altair dan Mischa di ruang makan untuk sarapan, sikap Vega sudah jauh lebih hangat dan terbuka. Begitu ia masuk ke ruang makan dan melihat saudaranya duduk sambil menikmati secangkir kopi, wajahnya langsung mengembangkan senyum dan ia berjalan mendekati Altair dan memeluknya.     

"Bagaimana tidurmu semalam?" tanya Altair dengan penuh perhatian.     

"Aku sulit tidur, tetapi akhirnya Ren membantuku untuk menjadi lebih relaks," kata Vega sambil mengerling ke arah suaminya dengan ekspresi penuh terima kasih.     

Altair menoleh ke arah Ren dan mengangguk ke arahnya. "Terima kasih. Aku yakin semua ini terlalu mengejutkan bagi kalian berdua."     

Ren mengangguk pelan dan tidak menjawab. Ia membukakan kursi untuk Vega dan kemudian duduk di kursinya sendiri.     

"Bos, bagaimana tidurmu?" tanya Vega kepada Mischa yang sedang menuangkan kopi ke cangkirnya. "Apakah semuanya baik-baik saja?"     

Mischa mengangguk sambil tersenyum manis. "Semuanya sempurna. Uhm... Vega, sepertinya mulai sekarang tidak usah memanggilku 'Bos' lagi. Kau bisa memanggil namaku, Mischa, atau Kak Mischa. Aku tidak enak kalau terus dipanggil Bos, padahal... ehm, kakakmu inilah bosku."     

Ia tertawa kecil dan menepuk bahu Altair.     

Vega tertegun sesaat dan kemudian mengangguk. Ia mengerti apa yang Mischa maksudkan. Sebagai putri dari keluarga Linden, Vega sekarang adalah salah satu pewaris RMI, dan Mischa beserta para direktur lainnya menganggap ia dan kakaknya sebagai bos mereka.     

Ia tidak dapat dengan serta merta mengubah panggilannya kepada Mischa, tetapi ia harus berusaha. Kalau tidak, nanti Mischa akan merasa tidak enak kepadanya, dan Vega sama sekali tidak ingin membuat Mischa merasa begitu karena pria itu selalu memperlakukannya dengan sangat baik.     

"Baiklah, Kak Mischa..." kata Vega akhirnya.     

"Baiklah. Kalau begitu.. apa kau sudah siap untuk bertemu ayah dan ibu?" tanya Altair dengan penuh semangat. "Aku sudah memberi tahu mereka tadi malam dan mereka benar-benar tidak sabar ingin bertemu denganmu. Mereka sudah terbang ke Asia untuk bisa bertemu denganmu lebih cepat."     

"Kita akan bertemu mereka di tengah," Mischa menambahkan. "Tuan Alaric dan Nyonya sedang berada di Yorkshire dan mereka langsung terbang ke Singapura begitu mengetahui dari Altair bahwa kau sudah ditemukan. Mereka akan tiba beberapa jam lagi."     

"Oh... " Vega merasakan dadanya berdebar keras sekali. Ia tidak mengira orang tuanya langsung datang kemari untuk menemuinya. Tadinya ia berpikir masih memiliki waktu untuk menata perasaannya karena ia baru akan bertemu mereka saat ia dan Altair terbang ke Eropa.     

Mereka akan bertemu di tengah?     

Ahh...     

"Kau sudah siap untuk berangkat?" tanya Altair dengan penuh semangat.     

Vega mengangguk.     

Ia sudah siap. Ia akan segera bertemu keluarganya.     

Ren meremas tangannya dan ikut mengangguk. "Kami sudah berkemas sejak kemarin dan siap berangkat."     

"Bagus."     

Mereka menyelesaikan sarapan lalu berangkat ke bandara. Altair meminta mereka semua untuk naik pesawat pribadi keluarganya. Mereka pun lalu terbang ke Singapura. Perjalanan yang berlangsung dua jam berlangsung seolah hanya dalam hitungan menit, dan tahu-tahu mereka sudah turun dari pesawat dan menjejakkan kaki di runway.     

"Setelah ini, kita semua akan naik helikopter menuju pulau pribadi keluarga Schneider," kata Altair memberi keterangan. Ia mengangguk ke arah Ren. "Mohon maaf, karena ini acara keluarga, asistenmu tidak boleh ikut."     

Ren mengangguk mengerti. Ia menoleh ke arah Karl dan menyuruhnya pergi. "Kau pulanglah ke Moravia. Urusanmu di sini sudah selesai."     

Karl menatap Ren agak lama, seolah menunjukkan ancaman tidak kentara agar Ren tidak macam-macam terhadapnya, karena Karl menyimpan rahasianya, dan ia dapat membukanya kapan saja kalau Ren tidak menuruti keinginannya.     

Ren berpura-pura tidak memperhatikan sorot mata pamannya dan melambaikan tangan. "Aku akan menghubungimu nanti malam. Pergilah."     

"Baik, Tuan." Karl membungkuk hormat lalu mengangguk kepada yang lain. "Kalau begitu, saya permisi dulu. Tugas saya di sini sudah selesai. Pangeran Renald telah berhasil ditemukan dan saya akan memberikan laporan ke istana."     

Semua mengangguk dan memandang kepergiannya ke dalam terminal bandara. Hanya Ren yang pikirannya disibukkan dengan berbagai rencana untuk menyingkirkan Karl. Yang lain dipenuhi sukacita dan perasaan lega karena Vega berhasil ditemukan, dan sebentar lagi, mereka sekeluarga akan kembali berkumpul.     

"Setelah ini, kita ke mana?" tanya Vega kepada Altair.     

"Ke pulau kesayangan nenek. Kau juga akan menyukainya. Keluarga kita sering berlibur ke sini bersama-sama," jawab Altair.     

"Uhm... kau masih ingat saat aku mengatakan bahwa aku menghabiskan liburan Natal bersama keluargaku di Singapura?" tanya Mischa. "Sebenarnya kami berlibur di pulau ini."     

Wajahnya kemudian berubah menjadi sedih. Ia seketika teringat bahwa saat liburan itu, ia pergi sendirian dan meninggalkan Vega di Almstad karena Mischa ditipu oleh sidik jari yang sudah ditukar. Seandainya ia menyelididiki lebih lanjut, mungkin Vega dapat dikenali dengan lebih cepat dan ia bisa segera bertemu keluarganya..     

Lalu... musibah di malam tahun baru itu tidak akan terjadi.     

.     

.     

>>>>>>>     

Uwuu... ini bab kedua yang senin ya.. Maaf, saya publishnya larut sekali.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.