The Alchemists: Cinta Abadi

Kedatangan Tiga Orang Tamu



Kedatangan Tiga Orang Tamu

2Ren mendorong Karl saat ia mendengar kata-kata pamannya. "SUDAH CUKUP, PAMAN!"     

"Ren... apa kau tidak ingat apa yang terjadi kepada ayahmu? Ibumu juga meninggal tidak lama setelahnya dan kau menjadi yatim piatu... Apa kau tidak lagi mencintai orang tuamu dan melupakan kematian mereka?" tukas Karl. "Sungguh anak yang tidak berbakti!"     

Ren mencengkeram erat gelasnya dan menahan diri untuk tidak melemparkannya kepada Karl.     

"Paman... hidupku sudah rusak karena balas dendam, dan kini aku sudah kehilangan anak-anakku. Aku ingin melupakan itu semua. Aku sudah merelakan orang tuaku..." kata Ren sambil menatap Karl dengan ekspresi yang sangat lelah.     

"Ren..." Suara Karl terdengar melunak. "Istana sekarang sedang kelimpungan mencarimu. Setidaknya kau kembalilah ke istana. Kalaupun kau ingin membawa Fee bersamamu, aku yakin raja dan ratu akan dapat menerimanya. Jangan biarkan Moravia tanpa pemimpin..."     

"Aku tidak mau kembali ke Moravia, Paman..."     

"Ren. Kau tidak boleh berhenti di tengah jalan. Kita sudah melakukan begitu banyak hal untuk membawamu di titik ini. Kita sudah menyingkirkan sepupumu agar kau dipanggil pulang ke Moravia dan menggantikannya. Dan kau sekarang sudah menjadi pangeran putra mahkota. Bukankah kita sudah hampir tiba di tujuan?"     

"Aku sudah tidak tertarik dengan tujuan itu," kata Ren. "Kini aku hanya ingin hidup tenang..."     

Karl menatap keponakannya dengan mata berkilat-kilat.     

"Kau berubah gara-gara perempuan itu..." suaranya terdengar sangat kecewa. "Kau pikir kau bisa selamanya menyembunyikan ini darinya? Kalau kau tidak mau pulang ke Moravia, aku akan memberi tahu Fee semua yang terjadi dan kau tidak akan bisa hidup tenang..."     

"Awas kalau kau berani!"     

"Sekarang, terserahmu... kau ikut aku pulang baik-baik, atau Fee akan tahu semuanya..." ancam Karl sambil menatap Ren dalam-dalam.     

Ren yang terprovokasi membanting gelas wine-nya dan mencengkeram kerah leher Karl. "Aku akan membunuhmu sebelum kau memberi tahu istriku."     

Karl tersenyum dan memejamkan matanya. "Silakan coba kalau kau bisa membunuhku... Kalau kau begitu tidak tahu budi dengan membalas semua kebaikanku selama ini dengan kejahatan."     

Ren mencengkeram leher Karl dengan tangan kanannya sekuat tenaga sementara tangan kirinya mencengkeram kerah baju pamannya. Wajah Karl terlihat mengernyit kesakitan tetapi ia sama sekali tidak melawan.     

Ugh!     

Ren akhirnya melepaskan Karl dan mendorongnya dengan sekuat tenaga.     

"Pergilah, Paman. Aku tidak mau melihatmu lagi..." katanya. "Kalau aku melihatmu lagi... aku akan melupakan hubungan darah di antara kita dan tidak akan segan-segan membunuhmu."     

Ia berjalan keluar dari paviliun menuju ke vila utama. Langkah-langkahnya panjang dan wajahnya sangat keruh. Ketika ia melihat beberapa stafnya di lounge depan villa, ia segera memberi perintah kepada mereka agar tidak mengizinkan Karl datang lagi ke villanya.     

"Hei... ada apa?" tanya Fee ketika melihat Ren masuk dengan wajah ketus. Ia menduga terjadi sesuatu antara Ren dan Karl. Ia segera mendekati Ren dan memegang tangannya. "Karl membuatmu kesal?"     

Ren memeluk Fee dan mengusap rambutnya. "Hmm.. tidak ada yang penting. Tidak usah memikirkan dia."     

Fee dapat merasakan bahwa Ren sungguh sedang sangat kesal, tetapi ia tidak mau membuat suasana hati Ren menjadi lebih buruk, karenanya ia tidak bertanya lagi.     

"Putu telah menyiapkan makan malam untuk kita. Sebaiknya kita makan dulu dan kemudian membersihkan diri lalu tidur," bujuknya.     

"Hmm.." Ren melepaskan pelukannya dan menarik tangan Fee ke ruang makan. "Ayo kita makan. Setelah itu aku ingin membicarakan sesuatu kepadamu."     

Fee hanya menurut kata-kata Ren. Ia menduga memang terjadi hal yang penting dengan Karl, dan Ren ingin membicarakannya dengan dirinya. Ia hanya dapat bertanya dalam hati apa kira-kira yang ingin dibicarakan Ren.     

Apakah Ren ingin kembali ke Moravia?     

Ahh...     

Ren melihat wajah Fee ikut menjadi mendung. Ia segera memegang tangan Fee dan meremasnya.     

"Aku tidak akan kembali ke Moravia," kata Ren seolah dapat membaca pikiran Fee. "Kau tidak usah kuatir."     

"Oh..." Wajah kuatir Fee segera berubah cerah. Rupanya Ren sangat mengenal dirinya di titik ini. Ia bahkan dapat menebak apa yang menjadi kekuatiran Fee.     

"Ada hal penting yang ingin kubicarakan denganmu. Tetapi kita makan dulu."     

"Baiklah."     

Keduanya makan dalam diam. Sibuk dengan pikiran masing-masing.     

Setelah makan malam berakhir, Ren mengajak Fee mandi bersama dan kemudian duduk di cabana di tepi kolam renang mereka. Wajahnya terlihat serius.     

"Apakah ada hal yang sangat penting?" tanya Fee.     

"Karl mengatakan bahwa istana mencariku dan bersikeras bahwa aku tidak bisa pergi. Aku rasa saat ini, kalau Karl sudah mengetahui keberadaanku di sini, tidak lama lagi istana Moravia juga akan mengetahui aku ada di sini," kata Ren. Ia menarik napas panjang. "Maafkan aku, tetapi... kurasa kita harus segera pindah dari Bali."     

"Oh...." Tanpa sadar Fee melihat ke sekelilingnya dan ikut menarik napas. Ia sangat menyukai tempat tinggal mereka di sini. Selain ia menyukai villanya, ia juga jatuh cinta pada pulau dengan segala keindahannya ini.     

Mengapa sulit sekali bagi mereka untuk hidup sebagai orang biasa?     

Tetapi, kalau ia harus memilih antara tinggal di tempat ini dan berisiko ketahuan oleh istana Moravia, rasanya lebih baik kalau mereka pergi.     

"Kapan kita akan pindah?" tanya Fee akhirnya.     

"Kurasa, secepatnya. Maafkan aku... Aku tahu kau sangat menyukai tempat ini..."     

Fee menggigit bibirnya dan menggeleng. "Tidak. Aku hanya ingin bersamamu. Di mana pun tempatnya, tidak penting."     

Ia ingat Wallis Simpson dan Edward VIII hidup di pengasingan setelah mereka menikah dan Edward VIII turun dari takhta Inggris. Toh, mereka tetap bahagia sampai akhir.     

"Aku sangat senang mendengarnya..." kata Ren. Ia mencium bibir Fee dan memeluknya erat lama sekali. "Aku sangat beruntung memiliki istri sepertimu."     

Setelah ia melepaskan pelukannya, Ren lalu menatap mata Fee dalam-dalam.     

"Kalau begitu, apakah kau tidak keberatan jika kita berkemas sekarang dan berangkat secepatnya?"     

"Aku tidak punya banyak barang.. aku bisa berkemas dengan cepat," kata Fee.     

"Bagus."     

Mereka berjalan bergandengan kembali ke kamar dan bersiap untuk mengambil beberapa barang penting mereka. Keduanya merasa sangat berat harus meninggalkan Bali, tetapi baik Ren dan Fee, walaupun dengan alasannya sendiri, merasa mereka tidak punya pilihan.     

Ren hanya ingin pergi dan menghilang, melupakan masa lalu. Fee ingin bersama Ren, di mana pun tempatnya, ia tidak peduli.     

"Permisi, Tuan. Ada tamu yang mencari Nyonya..."     

Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu dan suara Nyoman terdengar dari depan kamar mereka.     

"Nyoman, aku sudah mengusir orang itu dan menyuruh kalian untuk tidak menerimanya lagi di rumah ini. Apa perintahku kurang jelas?" tanya Ren dengan nada suara sangat kesal. Ia sedang banyak pikiran dan tidak ingin diganggu hal lain.     

"Uhmm... maaf, Tuan. Tetapi ini orang lain, bukan tamu yang tadi. Dan mereka mengatakan mereka datang hendak mencari Nyonya."     

Ren tertegun. Ia dan Fee saling pandang.     

Siapa gerangan yang mencari Fee?     

"Apakah kau menghubungi orang lain dan mengatakan bahwa kita di sini?" tanya Ren kepada istrinya.     

Fee menggeleng. "Tidak. Aku hanya memberi tahu Dokter Henry ketika kau dirawat di rumah sakit."     

"Hmm.." Ren memutuskan untuk keluar menuju ruang tamu untuk melihat siapa yang datang. Fee buru-buru berjalan mengikutinya. Ia penasaran ingin mengetahui siapa orang yang mencarinya.     

"Tunggu aku..." bisiknya.     

Ren melambatkan langkahnya dan menunggu Fee. Mereka kemudian berpegangan tangan dan berjalan menuju ruang tamu melintasi beberapa kamar dan ruang duduk besar di villa mereka.     

Begitu pintu kayu besar itu terbuka, mereka melihat di lounge depan, dekat kolam ikan koi mereka yang indah, tampak berdiri tiga sosok tubuh laki-laki. Salah satunya adalah Karl. Ia sedang berdiri menyilangkan tangan di dada dan bicara dengan nada suara rendah kepada lelaki kedua yang terlihat seperti Mischa.     

Itu.. benar Mischa, kan? Fee masih ingat dengan jelas wajah dan tubuh mantan bosnya yang mengesankan itu.     

Mau apa Mischa kemari? Dan mengapa ia bisa datang bersama Karl?     

Lalu... seorang laki-laki terakhir yang terlihat sedih. Wajahnya tidak terlihat jelas karena ia tampak memusatkan perhatiannya pada ikan-ikan koi di kolam. Tubuhnya tinggi dan penampilannya terlihat sangat rapi dengan pakaian mahal dari ujung rambut hingga ke ujung kaki.     

Rambutnya berwarna platinum agak panjang dan dibiarkannya sedikit berantakan, membuatnya terlihat sangat keren.     

Siapa lelaki itu? Fee belum pernah melihatnya sebelumnya.     

Begitu Ren dan Fee masuk ke lounge dan melihat kehadiran tiga orang itu, keduanya berdiri tertegun di dan menahan napas.     

Karl curang...      

Ren hanya bisa mengutuk dalam hati.      

Pamannya ternyata tidak datang sendirian. Ia pasti sudah membongkar kepada Mischa siapa Fee sebenarnya, untuk memaksa Ren agar melanjutkan rencana balas dendam mereka. Ia tahu Ren tidak akan mau mengubah keputusannya.     

"Bos...? Mau apa Bos ke sini?" tanya Fee keheranan.     

Mischa mengangkat wajahnya saat mendengar namanya dipanggil. Wajahnya yang serius seketika dipenuhi rasa sukacita yang sangat besar. Ia menepuk pria muda tampan yang ada di sebelahnya.     

"Altair... itu Vega," katanya dengan suara serak penuh keharuan.     

Altair segera berbalik dan menghadap ke arah Fee. Wajahnya tampak sangat terharu dan air mata segera menggenang di kedua sudut matanya.     

Fee membelalakkan matanya dan merasakan lututnya menjadi lemas saat ia dapat melihat dengan baik wajah laki-laki ketiga yang datang bertamu ini. Ia telah melihat betapa wajahnya tampak begitu mirip dengan wajahnya sendiri.     

Siapa orang ini???     

.     

.     

>>>>>>>     

From the author:     

Fufufu... jadinya bab yang kmrn ditarik ke sini ya.. ahahah. Tadi malam saya ngetik kok ga bisa selesai sama sekali. Mungkin karena ngetik bab tentang Ren menghukum Amelia dan Karl, jadinya lamaaaa baru bisa selesai. Nanti saya update 2 bab lagi ya, biar lunasss.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.