The Alchemists: Cinta Abadi

Tamu Tak Terduga



Tamu Tak Terduga

0Fee tersenyum lebar di sepanjang perjalanan mereka pulang ke villa. Ia bahagia karena hubungan mereka berdua menjadi sangat erat, jauh lebih erat dari sebelumnya.     

Fee merasa pernikahannya dengan Ren mulai terasa seperti pernikahan orang-orang pada umumnya. Mereka bisa berjalan-jalan keluar dan menikmati hidup secara terbuka, tanpa harus menyembunyikan status mereka.     

Ah... ia sama sekali tidak keberatan jika Ren bukan lagi seorang pangeran. Kadang, cinta memang lebih penting daripada kedudukan. Fee teringat pada raja Inggris, paman Ratu Elizabeth yang memutuskan untuk mundur dari takhta kerajaan Inggris agar ia dapat menikahi kekasihnya.     

Raja Edward VIII adalah salah satu raja yang masuk dalam sejarah karena turun dari kedudukannya sebagai raja karena seorang wanita. Ia mencintai Wallis Simpson, seorang wanita biasa, bukan dari kalangan bangsawan dan hubungan mereka menimbulkan banyak kontroversi dan penolakan dari warga Inggris dan keluarga Kerajaan.     

Hal itu dikarenakan bukan saja status Wallis Simpson yang berasal dari kalangan biasa, ia juga bukanlah warga Inggris, dan ia merupakan seorang janda. Semua ini dianggap membuatnya tidak pantas menjadi ratu Inggris.     

Saat itu, ada tiga pilihan yang dapat diambil. Raja Edward berkeras menikah dengan Wallis Simpson dan rakyat Inggris terpaksa menerima wanita Amerika itu sebagai ratu mereka, atau Raja Edward menikah dengan Wallis Simpson dan ia tetap menjadi raja tetapi istrinya tidak berhak mendapatkan gelar ratu, atau pilihan terakhir, Raja Edward turun takhta demi agar dapat menikahi wanita yang ia cintai.     

Pada akhirnya, cinta jugalah yang menang. Raja Edward mengumumkan pengunduran dirinya pada bulan Desember tahun 1936, hanya 11 bulan setelah ia naik takhta sebagai raja. Ia mengatakan bahwa sebagai laki-laki, ia tidak akan dapat memerintah negara tanpa kehadiran wanita yang ia cintai.     

Setelah menikah dengan Wallis Simpson dan mundur dari takhta Inggris, Raja Edward hidup dalam pengasingan bersama istrinya. Adiknya yang tidak pernah menduga akan tiba-tiba naik takhta menggantikan kakaknya segera mengalami hidupnya berubah dratis.     

Putri Elizabeth dan Putri Margaret, kedua anaknya, yang selama ini hidup seperti bangsawan biasa, tiba-tiba menjadi putri mahkota dan harus siap untuk hidup sebagai calon ratu Inggris.     

Hingga kini, kisah cinta seperti Raja Edward dan Wallis Simpson terus menjadi legenda yang dibicarakan di antara orang-orang saat mereka membahas tentang cinta sejati. Fee tersenyum sendiri saat membayangkan, akhirnya Ren mengambil keputusan seperti Raja Edward VIII, dan lebih memilih dirinya daripada takhta Moravia.     

Ia menggenggam tangan Ren lebih erat dalam perjalanan mereka pulang ke villa. Ia merasa hidup mereka berdua kini telah tiba pada momen yang membahagiakan.     

"Selamat malam, Tuan," Nyoman menyapa kedua majikannya dengan hormat. "Ada tamu yang datang menunggu sedari tadi. Katanya dia kenalan Tuan dari Moravia."     

DEG!     

Ren dan Fee saling pandang. Mereka tidak tahu siapa yang mengetahui keberadaan mereka di sini.     

"Apakah kau menghubungi orang lain di Moravia?" tanya Ren kepada Fee. Nada suaranya tetap tenang, sama sekali tidak terdengar menuduh.     

"Hmm... tidak ada. Aku hanya menghubungi Dokter Henry sebelum kau dioperasi. Dokter di rumah sakit tidak bisa merawatmu jika mereka tidak mengetahui riwayat rekam medismu..." jawab Fee. Wajahnya seketika berubah menjadi kuatir. "Apakah itu menimbulkan masalah?"     

Ren menggeleng sambil tersenyum. Siapa pun orangnya yang datang mencarinya, ia akan membereskannya. Ia menggandeng pinggang Fee untuk masuk melalui gerbang rumah dan berjalan melintasi kolam ikan koi mereka yang besar.     

Di ujung jembatan kayu itu, di lounge besar yang menghadap kolam, ia melihat sosok laki-laki yang sangat dikenalnya.     

"Eh, itu Karl, asistenmu, kan?" tanya Fee. "Tentu dia tahu kau di sini, bukan?"     

Ren tidak menjawab. Karl bukan hanya asistennya. Karl adalah pamannya, orang kepercayaannya, dan satu-satunya orang yang mengenal dirinya seratus persen. Tetapi bahkan Karl tidak diberitahunya tentang kepergiannya ke Bali. Ia menghapus semua jejaknya dan menolak menerima dikontak Karl selama dua setengah bulan terakhir.     

"Kau akan menerimanya?" tanya Fee.     

"Iya. Kurasa dia datang ke sini karena ada hal yang sangat penting. Kau masuklah ke dalam. Biar aku menerimanya di perpustakaan."     

"Baiklah." Fee berjalan melewati Karl dan menyapanya dengan menganggukkan kepalanya sedikit. "Hallo, Karl. Selamat datang."     

"Selamat malam, Nyonya," Karl membalas sapaan Fee dengan membungkuk sedikit.     

Ren melepaskan rangkulannya dari Fee yang berjalan pergi menuju ke bagian dalam villa dan ia berdiri diam di tempatnya, menatap Karl dengan pandangan tajam.     

"Mau apa kau kemari?" tanyanya dengan suara sedingin es setelah Fee menjauh dan tidak dapat mendengar percakapan mereka.     

"Uhm.. tidak adakah tempat yang lebih privasi di sini untuk kita bicara?" tanya Karl. Ia melayangkan pandangannya ke sekeliling mereka dan mengangguk-angguk. "Villa ini bagus sekali. Kurasa seleramu untuk urusan tempat tinggal sudah berubah. Kapan kau membelinya?"     

Ren berjalan tanpa mengacuhkan Karl menuju sebelah kiri. Karl mendesah pendek dan mengikutinya.     

Mereka melintasi taman cantik yang berisi berbagai tanaman bunga, dan lorong yang diatapi tanaman menjalar menuju sebuah bangunan lebih kecil di samping villa. Ini adalah paviliun berisi perpustakaan kecil dan ruang tidur tempat Ren tinggal selama seminggu ketika Fee marah kepadanya saat ia baru mengetahui bahwa ia telah kehilangan janinnya.     

Paviliun ini sangat privasi dan memiliki semua yang dibutuhkannya. Ren membuka pintu dan segera masuk ke dalam. Karl mengikuti di belakangnya.     

"Aku berhasil melacakmu karena Fee menghubungi Dokter Henry," kata Karl. "Kalau aku bisa menemukanmu, maka istana juga akan berhasil menemukanmu. Kau harus tahu itu."     

Ren sama sekali tidak mau membaca berita tentang Moravia selama sebulan terakhir karena ia stress dan ingin melupakan berbagai masalah berat yang menghantui hubungannya dengan Fee. Namun, ia dapat menduga bahwa istana tentu berusaha keras mencarinya ke seluruh dunia.     

"Aku dan Fee akan segera pindah dari sini," jawab Ren acuh. "Aku akan mencari tempat yang terpencil di mana kami bisa hidup dengan damai...."     

Karl menggeleng-geleng mendengar perkataan Ren. "Kenapa kau sekarang berubah? Bukankah kau sendiri yang mengatakan bahwa kau tidak akan jatuh cinta kepadanya? Mengapa sekarang kau ingin membuang semua yang sudah kita usahakan dan memilih hidup menyepi dengannya? Apakah kau sekarang memang sudah jatuh cinta kepada perempuan itu?"     

"Itu... bukan urusanmu, Paman. Yang jelas, aku sudah tidak mau melanjutkan rencana kita. Kurasa balas dendam kita bisa berhenti sampai di sini. Sampai sekarang Alaric dan keluarganya masih menderita karena mereka kehilangan anak perempuannya, dan tidak tahu apa yang terjadi kepadanya..." Ren mendesah pendek. "Kurasa, ini sudah cukup."     

Wajah Karl seketika tampak dipenuhi amarah dan matanya terlihat menyala-nyala. "INI TIDAK CUKUP! Sebelum ia mati dan mengambil kematian... ini tidak akan pernah cukup. Mata ganti mata. Nyawa ganti nyawa."     

.     

.     

>>>>>     

Dari author:     

Yeay.. karena The Prince sudah masuk Top 70, saya kasi bonus bab kedua nanti malem yaaa.. Mohon bersabar. Tadi saya publish 2 bab ekstra utk Privilege. Jadi hitungannya bab regular baru keluar satu yaaa. Satu lagi saya publish larut malam, karena saya harus ngetik Emma dulu. Btw, tadi Finding Stardust (Indonesia) sudah saya publish 3 bab lho. Lumayan bisa buat baca2 sambil nunggu The Alchemists yaa..     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.