The Alchemists: Cinta Abadi

Ren Meminta Kesempatan Kedua



Ren Meminta Kesempatan Kedua

1"Sepertinya proses pemulihan sudah berjalan dengan baik," kata Dokter Henry kepada Ren. Mereka berdua berdiri di ambang pintu membahas kondisi Fee. Sementara gadis itu sendiri sedang duduk di samping tempat tidurnya dan mengamati salju yang melayang-layang dari jendela.     

"Apakah aku bisa membawanya ke luar negeri?" tanya Ren.     

"Tuan mau membawa Nyonya kemana?" tanya Dokter Henry keheranan.     

"Walaupun lukanya sudah sembuh, tetapi hatinya masih terluka. Aku ingin membawanya ke tempat yang hangat dan menyenangkan, agar Fee bisa pelan-pelan memulihkan mentalnya," kata Ren pelan. Ia menunduk sedih. "Barulah nanti aku akan memberitahunya bahwa anak-anak kami sudah tidak ada."     

Dokter Henry menghela napas panjang. Ia tahu Ren telah berbohong kepada istrinya tentang kondisi kehamilan Fee, dan ia mengerti alasannya. Satu-satunya cara untuk membuat Fee mau makan dan menerima pengobatan adalah dengan menggunakan anak-anaknya sebagai alasan.     

Ia juga berharap dalam waktu tidak terlalu lama, Fee akan dapat memulihkan kondisi mentalnya, sehingga Ren dapat mengajaknya bicara dan memberitahunya kondisi yang sebenarnya.     

"Niat Tuan baik. Kurasa besok atau lusa, Nyonya sudah bisa diajak bepergian," kata Dokter Henry sambil mengangguk. Ia memandang gadis jelita yang tampak sedang merenung di dekat jendela itu lalu menepuk bahu Ren dan permisi pulang.     

"Fee, Sayang... sudah waktunya makan," kata Ren sambil berjalan menghampiri Fee. Gadis itu masih belum mau melihatnya. Ren tidak menyerah. Ia menyentuh tangan Fee dan meremasnya lembut. "Kalau kau tidak mau makan, maka nanti anak-anak kita tidak akan mendapatkan asupan gizi..."     

Fee menarik napas panjang dan menunduk. Ia menatap perutnya dan tanpa sadar membelai perutnya dengan penuh kasih sayang. Akhirnya ia mengangguk lemah.     

"Kalau begitu, ayo ikut aku. Kau sudah bisa makan di ruang makan," kata Ren. Ia berusaha membantu Fee bangun. Sementara itu Fee yang tadinya mengira ia akan disuapi makanan di tempat tidur, akhirnya mengangkat wajahnya dan menatap Ren keheranan. Untuk pertama kalinya ia melihat wajah Ren yang dipenuhi ekspresi kedukaan. Fee tertegun.     

Ia belum pernah melihat Ren seperti ini. Mengapa ia tampak begitu sedih?      

Apakah ia memang sungguh-sungguh menyesal karena telah membiarkan Amelia menjahati Fee? Fee menatap wajah suaminya tanpa berkedip.     

Ia tidak tahu Ren merasa demikian terpukul atas insiden yang menimpanya, hingga wajahnya tampak begini berduka.     

"Ada sesuatu di wajahku?" tanya Ren sambil berusaha tersenyum. Namun senyumnya tampak begitu kontras dengan sepasang mata cokelatnya yang kehilangan cahaya sama sekali. Fee merasa seolah melihat sesosok mayat hidup yang tidak mempunyai jiwa.     

Mengapa Ren berubah sebegini rupa?     

Ia juga sudah menyadari betapa seminggu ini Ren memperlakukannya dengan luar biasa baik. Ia tak pernah jauh dari Fee. Ia selalu mengurusi kebutuhan pribadi Fee, menyuapinya makan, membersihkan tubuhnya dan mengganti pakaiannya, bahkan selalu tidur di samping Fee dan memegang tangannya.     

Suaminya benar-benar bersikap seperti seorang suami penyayang yang akan melakukan apa pun untuk istrinya.     

Mengapa Ren bisa berubah seperti ini? Fee benar-benar kembali dibuat bingung.     

Seandainya Ren bersikap jahat kepadanya, akan mudah bagi Fee untuk membencinya dan pergi seperti yang selalu diinginkannya. Tetapi sekarang, Ren kembali bersikap baik kepadanya.. malah terlalu baik. Fee sungguh tidak mengerti.     

"Kalau aku sudah bisa makan di ruang makan.. itu artinya aku sudah pulih," kata Fee akhirnya. "Aku harus segera pergi..."     

"Tidak, jangan berkata begitu Fee," kata Ren cepat. "Kau tidak harus pergi. Aku ingin kau tetap tinggal di sini bersamaku."     

Fee menggeleng-geleng. "Kita sudah membicarakan ini. Kita tidak menginginkan hal yang sama, Ren. Kau tidak menginginkan anak, dan aku menginginkan mereka. Ada begitu banyak hal yang harus kau urus. Kau punya tanggung jawab kepada negara..."     

"Fee... aku tidak berencana punya anak, itu benar, tetapi aku menginginkan mereka," Ren menatap Fee dalam-dalam, seolah berusaha membuat agar gadis itu dapat membaca isi hatinya. "Aku hanya perlu waktu untuk memikirkan apa yang harus kulakukan dengan kehamilanmu. Aku pergi bukan karena aku tidak menginginkan mereka.. melainkan karena aku perlu waktu berpikir. Dan aku sudah memutuskan bahwa aku akan bersamamu dan membesarkan mereka bersama-sama. Aku akan mengubah semua rencanaku..."     

Fee tertegun mendengar pernyataan Ren yang sama sekali tidak diduganya ini. Mengapa Ren tiba-tiba berkata seperti ini?     

"Kau adalah pangeran putra mahkota. Tidak mungkin kau dapat tiba-tiba mengumumkan kepada publik bahwa kau sudah menikah dan punya anak. Itu akan mengejutkan masyarakat dan mungkin merusak nama baik istana," kata Fee tegas. "Kurasa lebih baik kalau aku dan anak-anakku pergi dari hidupmu. Aku tidak tahan kalau kau terus membuatku bingung. Kau tidak tahu apa yang kau inginkan."     

"Aku tahu apa yang kuinginkan. Aku selalu tahu," kata Ren berkeras. "Yang kuinginkan dulu berbeda dengan yang kuinginkan sekarang. Sekarang aku hanya menginginkanmu dan anak-anak kita. Aku akan meninggalkan jabatanku dan membiarkan istana menyelesaikan masalah mereka sendiri."     

"Ren.. kau punya tanggung jawab kepada negara..."     

"Aku hanya punya tanggung jawab kepada keluargaku, dan itu adalah kau dan anak-anak kita..." kata Ren lagi. Ia memeluk tangan kiri Fee dengan kedua tangannya dan menatap gadis itu dengan wajah memohon. "Kumohon, beri aku kesempatan kedua untuk menebus semua kesalahanku..."     

Fee menatap Ren dengan sepasang mata yang kembali berurai air mata. Ia sangat mencintai pria ini, tetapi Ren juga telah banyak menyakiti hatinya.     

Ia tidak tahu apakah ia akan dapat memaafkannya.     

Akhirnya Fee membuang muka. Ia tidak tahan ditatap seperti itu oleh Ren. Tatapan pria itu begitu penuh kesedihan, membuat Fee ikut merasa sedih.     

"Aku mau makan..." Akhirnya Fee bicara dengan suara pelan. Ia tidak ingin mereka berada dalam posisi seperti itu berlama-lama.     

"Oh.. baiklah. Ayo kita ke ruang makan," kata Ren dengan lega. Ia berdiri dan membantu Fee turun dari tempat tidur. Dengan gerakan pelan dan lemah, Fee beringsut dan menurunkan kakinya dari tempat tidur.     

Ketika kedua kakinya sudah menginjak lantai, Ren segera mengambil sandal rumah dan memasangkannya ke kaki gadis itu. Fee hanya menatap perbuatannya dengan wajah keruh.     

Ia lalu berusaha berdiri untuk berjalan menuju ruang tamu, tetapi karena sudah seminggu ia terus terbaring di tempat tidur, kedua kakinya terasa lemah akibat tidak dipakai berjalan terlalu lama.     

"Biar kubantu," kata Ren lembut. Sebelum Fee bisa protes, ia telah menggendong tubuh gadis itu dengan kedua lengannya.     

Secara spontan Fee melingkarkan tangannya di leher Ren agar tubuhnya tidak oleng. Ren mencium pipinya dan berjalan membawa Fee ke ruang makan.     

"Aku sudah belajar memasak selama seminggu ini," bisik pria itu. "Kuharap kau suka dengan apa yang akan kumasakkan untukmu dan anak-anak kita."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.