The Alchemists: Cinta Abadi

Minuman Dari Pangeran



Minuman Dari Pangeran

3Ketika orang-orang di meja RMI melihat kedatangan Mischa dan Fee, mereka segera berdiri dari kursinya sebagai tanda memberi hormat kepada bos besar mereka. Semuanya tidak dapat menyembunyikan perasaan heran mereka karena melihat penampilan Mischa yang berbeda dari biasanya.     

Para direktur yang terutama telah cukup sering bertemu Mischa sebelum ia datang ke Moravia dan telah melihatnya selama bertahun-tahun selalu mengenakan pakaian berwarna serba hitam, merasa takjub karena untuk pertama kalinya mereka melihat Mischa mengenakan sesuatu yang berwarna selain hitam di tubuhnya.     

"Aku sudah bekerja selama 12 tahun di RMI, tetapi TIDAK SEKALIPUN aku pernah melihat Tuan Rhionen mengenakan pakaian yang bukan hitam," bisik Richard Stormwell kepada Sam Haney yang duduk di sampingnya. "Rupanya Bos kita bisa berubah juga."     

Sam mengangguk. Ia pun menyadari hal serupa. Ia memperhatikan bahwa warna kemeja yang dipakai Mischa tampak sangat serasi dengan gaun biru muda yang sedang dikenakan Fee. Apakah sang asisten yang memilihkan kemeja tersebut untuk Mischa tanpa mengetahui bahwa bosnya sama sekali tidak menyukai pakaian berwarna selain hitam?     

Kalau begitu, sebenarnya asistennya inilah yang melakukan kesalahan. Tetapi mengapa Mischa Rhionen tidak marah dan malah tetap mengenakannya? Sekarang mereka berdua tampil dengan pakaian yang serasi bagaikan pasangan kekasih...     

Atau jangan-jangan...?     

Apakah mereka memang sudah menjadi pasangan kekasih?     

Sam mengerutkan keningnya keheranan. Namun demikian, ia tahu diri dan tidak berniat untuk mencampuri urusan orang lain. Apalagi bosnya sendiri.     

Namun, sayangnya Sarah tidak berpikir demikian. Gadis itu telah mendengar tentang kebiasaan Mischa dalam berpakaian karena ia telah banyak menyelidiki dan mengumpulkan informasi tentang pria itu sejak hari pertama Mischa datang ke kantor di Almstad.     

Ia mengangkat sebelah alisnya saat melihat warna pakaian Mischa dan Fee yang serupa. Dalam hati ia merasa cemburu dan kesal karena Fee mendapatkan kesempatan untuk bisa sengaja tampil serasi dengan Mischa.     

Namun demikian, Sarah sangat yakin bahwa itu semua adalah kesalahan. Fee pasti tidak mengenal bosnya dengan baik dan membuat Mischa terpaksa mengenakan kemeja biru hanya agar sama dengan gaunnya.     

Dalam hatinya, Sarah merasa sangat panas. Ia mendeham dan tersenyum manis sekali ketika Fee dan Mischa baru duduk di kursi masing-masing yang letaknya berdampingan.     

"Fee.. gaunmu bagus sekali. Di mana kau membelinya?" tanya Sarah dengan nada suara dibuat-buat. Wajahnya tersenyum tetapi matanya tampak berkilat-kilat tidak ramah. Fee merasa tidak nyaman ditatap seperti itu olehnya.     

Fee hanya mengangkat bahu. "Aku memesannya di sebuah butik. Tidak ada yang istimewa."     

"Oh.. gaunmu bagus sekali. Tetapi, untuk lain kali... aku hanya ingin memberimu saran agar kau tidak melakukan kesalahan lagi," kata Sarah dengan nada prihatin sambil mengerling ke arah Mischa, seolah ia berharap Mischa memperhatikan betapa Sarah sangat mengenal dirinya dan seleranya dalam berpakaian.     

"Saran apa?" tanya Fee sambil mengangkat sebelah alisnya. Ia dapat menduga apa yang ingin dikatakan Sarah, tetapi ia tetap ingin mendengarkan langsung bagaimana Sarah berusaha menjatuhkannya.     

"Hmm.. kalau kau sangat ingin tampil serasi dengan Tuan Rhionen, kau sebaiknya lain kali memilih gaun hitam. Beliau hanya memakai pakaian serba hitam. Kupikir, sebagai asistennya, kau tahu itu. Tetapi kau malah memilih gaun berwarna biru dan kemeja biru untuknya. Kurasa Tuan Rhionen adalah bos idaman yang sangat pengertian dan memaklumi ketidaktahuanmu... sehingga ia tidak mengatakan apa-apa... Tetapi, untuk lain kali... sebaiknya jangan seenaknya," kata Sarah dengan suara pelan tetapi masih kedengaran ke telinga Mischa.     

Gadis cantik itu memang agak licik. Ia bicara dengan lagak seolah berbisik kepada Fee dan tulus memberinya nasihat, padahal ia memastikan ucapannya masih dapat terdengar oleh orang lain.     

Maka orang-orang yang mendengarnya bicara seperti itu akan mengira bahwa ia benar-benar merasa prihatin dan ingin membantu Fee agar tidak mengulangi kesalahan yang sama.     

Fee memutar matanya dan meminum jus jeruknya, berusaha menahan diri untuk tidak menjawab. Ia dapat saja memberi tahu Sarah dengan lengkap bahwa ia tahu pasti Mischa selalu mengenakan pakaian serba hitam dan ia telah memesankan kemeja hitam untuk bosnya.     

Namun, Mischa sendiri yang kemudian memutuskan untuk memakai kemeja yang berwarna serasi dengan gaun biru Fee.     

Apa untungnya kalau Fee mengatakan itu semua? Sarah akan merasa malu, atau malah ia tidak akan percaya kata-kata Fee sama sekali. Sementara Fee sendiri tidak akan mendapat manfaatnya. Orang-orang di meja mereka juga akan semakin curiga bahwa ia dan Mischa memiliki hubungan khusus di luar pekerjaan.     

"Kau dengar tidak?" tanya Sarah lagi. Karena melihat Fee sama sekali tidak menanggapi ucapannya, ia menjadi kesal.     

Mischa juga terlihat tidak peduli. Apakah pria itu sama sekali tidak mendengar kata-kata Sarah barusan?     

Fee menoleh ke arah Sarah saat mendengar suara asisten Direktur HRD itu meninggi. Ia membuka mulutnya hendak mengatakan sesuatu, tetapi tiba-tiba terdengar suara bariton yang khas mendahuluinya.     

"Aku sudah bosan mengenakan pakaian serba hitam karena asistenku bilang aku terlihat seperti malaikat pencabut nyawa," kata Mischa tiba-tiba sambil tertawa kecil. Ia menyesap wine di tangannya lalu melanjutkan bicaranya, tidak mempedulikan wajah-wajah kaget di sekitarnya. "Fee sebenarnya memesankan pakaian serba hitam untuk kupakai ke pesta malam ini, termasuk kemeja hitam. Tetapi saat aku melihat ia memakai gaun berwarna biru yang sangat indah, aku berpikir bahwa sudah lama sekali aku tidak mengenakan pakaian berwarna biru. Kemeja ini baru diantar dua jam yang lalu oleh desainernya. Bagaimana? Cocok atau tidak?"     

Sarah hampir menyemburkan minumannya saat mendengar kata-kata Mischa yang diucapkan dengan begitu santai. Wajahnya memerah dan ia menoleh ke arah Mischa dengan ekspresi malu.     

"Tuan.. cocok sekali memakai pakaian berwarna biru," katanya dengan suara pelan.     

Para direktur yang ada di meja RMI juga mengangguk membenarkan. Mischa terlihat bahkan jauh lebih muda dari biasanya. Mereka sungguh tak mengerti bagaimana bisa bos mereka ini tampak demikian muda di usianya yang sudah menginjak 47 tahun...     

Ia dapat mengenakan karung beras dan akan tetap terlihat tampan menawan. Sungguh dunia ini tidak adil, pikir mereka.     

Fee mendesah lega saat mendengar Mischa sendiri yang mengklarifikasi semuanya. Ia tidak punya energi untuk berdebat dan membalas sindiran-sindiran Sarah.      

Pelayan datang berseliweran membawakan hidangan, camilan, dan minuman dan mereka semua mengambil minuman dan hidangan camilan untuk masing-masing sambil bercakap-cakap dan bersosialisasi.     

Acara pesta dimulai dengan beberapa pertunjukan berkelas dan suasana terasa begitu menyenangkan. Fee sengaja melambat-lambatkan menyesap jus jeruknya agar ia tidak perlu mengambil minuman dari nampan para pelayan yang berseliweran karena hampir semuanya mengandung alkohol.     

Ia baru menyadari bahwa para pelayan hanya mengedarkan nampan berisi minuman tanpa alkohol ke meja yang berisi tamu di bawah umur, seperti meja di dekat pintu masuk tempat Ren tadi mengambilkannya jus.     

Ugh... ia mulai haus dan jus jeruknya mulai habis. Apakah ia harus berjalan jauh-jauh ke ujung sana hanya untuk mengambil jus? Nanti orang-orang di mejanya akan bertanya keheranan karena melihat ia mengambil minuman dari tempat jauh. Mereka akan curiga.     

"Selamat malam, Nona Fee Lynn-Miller..." Tiba-tiba seorang pelayan datang menghampiri Fee dengan membawa sebuah nampan berisi satu gelas minuman yang ditata cantik dengan hiasan buah ceri dan potongan nanas di atasnya. "Pangeran mengirimkan minuman untuk Anda. Katanya ia ingin meminta maaf karena tadi sudah mengambil minuman Anda."     

Fee membulatkan matanya keheranan. Ia menoleh ke sudut di depan, tempat Ren dan kakek neneknya sedang duduk dan bercakap-cakap dengan anggota keluarga raja lainnya.     

Ia melihat Ren sedang menatap ke arahnya sambil memegang sebuah gelas. Dengan santai ia mengangkat gelasnya dan memberi tanda bersulang kepada Fee.     

Ren mengirimnya minuman? Ini kan cocktail? Bukankah ia tahu Fee sedang hamil? Mengapa ia tega melakukan ini?     

Fee merasa kesal. Kalau Ren secara terang-terangan mengiriminya cocktail, tentu ia tidak dapat menolak. Ia akan mempermalukan sang pangeran di depan orang banyak dan hal itu akan membuat Fee dibenci banyak orang.     

Dengan merengut ia akhirnya mengangguk kepada pelayan itu dan menerima minumannya.     

"Pangeran minta Anda meminumnya dan memberi tahu saya apakah Nona menyukai rasanya," kata pelayan itu sambil tersenyum.     

Ugh... Fee mengerucutkan bibirnya. Tadinya ia hendak menerima cocktail itu tetapi nanti ia akan membiarkannya di meja dan tidak meminumnya. Namun, kalau sudah begini... mau tak mau ia terpaksa harus meminumnya.     

Dengan enggan ia akhirnya mengangkat gelas ke bibirnya dan menyesap minuman kiriman Ren.      

Ugh... rasanya manis seperti...     

Sepasang mata indah Fee kemudian membulat besar, dan ia spontan menoleh kembali ke arah Ren. Sayangnya pemuda itu sekarang sama sekali tidak memperhatikannya. Ia tampak memusatkan perhatiannya pada Ratu Elena yang sedang berbicara.     

Fee menunduk dan berusaha menahan air matanya agar tidak menetes. Ia sungguh tidak mengerti dengan semua sikap Ren selama ini. Mengapa ia bisa bersikap menyakitkan dan menyenangkan di saat-saat yang tidak tepat?     

Ren mengerti dilema Fee yang tidak ingin minum minuman beralkohol selama di pesta karena kehamilannya dan ia mengirim mocktail agar gadis itu tidak kehausan. Bentuk gelas dan hiasan minumannya terlihat seperti cocktail biasa, sehingga tidak akan ada orang yang curiga bahwa Fee sedang hamil, padahal minuman yang ia konsumsi sama sekali tidak mengandung alkohol.     

Perbuatan Ren ini membuat Fee merasa terharu. Namun pada saat yang sama, ia juga bingung.     

Bukankah Ren tidak menginginkan kehamilannya? Ren tidak ingin anak darinya ini... tetapi mengapa ia memperlakukan Fee dengan begini penuh perhatian?     

Kumohon... berhentilah membuatku bingung, Fee hanya bisa memohon dalam hati.     

"Bagaimana, Nona?" tanya pelayan itu lagi.     

Fee mengangguk dengan susah payah. "E-enak... aku suka minumannya... Katakan kepada Pangeran bahwa aku sangat berterima kasih."     

"Ah, Pangeran mengatakan kalau Anda menyukai minuman buatan saya, maka saya harus melayani Nona sepanjang malam ini. Beliau orangnya sangat spesifik. Kalau ia merasa bersalah kepada seseorang.. ia akan menebus perbuatannya dengan sungguh-sungguh."     

"Apa katamu?" Fee mengangkat alisnya keheranan. "Kau akan melayaniku di sini sepanjang malam?"     

"Benar. Saya akan berdiri di dekat sini. Kapan pun Nona menginginkan minuman lagi, silakan panggil saya." Ia membungkuk dan kemudian pamit. "Saya permisi dulu. Saya akan menunggu perintah Nona."     

Semua orang yang duduk di meja RMI saling pandang keheranan, kecuali Mischa. Pria itu hanya mengerling ke arah Pangeran Renald yang tampak tak acuh dan sama sekali tidak mau memandang ke arah mereka.     

Ia menjadi semakin tertarik untuk mengetahui apa sebenarnya yang terjadi antara Fee dan Pangeran Renald.     

"I-itu.. itu minuman dari Pangeran Renald?" tanya Sarah dengan suara tergagap. "Kau kenal Pangeran Renald di mana? Kenapa ia merasa bersalah kepadamu dan memberikan pelayan untuk memberimu minuman sepanjang malam?"     

Fee hanya mengangkat bahu, tidak mau menjawab.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.