The Alchemists: Cinta Abadi

Rune Merasa Tidak Percaya Diri



Rune Merasa Tidak Percaya Diri

1Aah.. bagaimana ini? Tentu Rose akan menganggap keluarganya aneh. Apakah ia harus meralatnya dulu dan menceritakan semuanya dengan detail? Hmm... rasanya seolah terlalu dibuat-buat, ya?     

Ah, sebaiknya ia berbohong saja biar gampang. Lebih mudah mengakui Terry sebagai kakak angkat daripada ia harus menjelaskan dinamika keluarganya yang cukup aneh itu. Bayangkan, ibunya dulu harus menjual sel telurnya untuk mendapatkan uang.. ck ck ck.     

"Dua-duanya benar kok, Rose." Rune mendeham. "Jadi aku hanya punya dua orang kakak kandung. Yang ketiga adalah anak angkat keluargaku. Makanya kadang-kadang aku menyebut bahwa aku punya dua kakak, dan kadang aku menyebut bahwa aku punya tiga kakak."     

"Oh..." Rose mengangguk-angguk mengerti. "Keluargamu baik sekali ya. Mau mengangkat anak, padahal orang tuamu sudah memiliki tiga orang anak kandung. Membesarkan anak itu kan tidak mudah."     

"Hehehee.." Rune hanya bisa menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan tak menjawab. Rose tidak tahu bahwa walaupun sudah punya empat anak, sampai sekarang ayahnya masih saja terus membujuk ibunya untuk melahirkan anak lagi.     

"Yah, begitulah. Ngomong-ngomong kau tidak pernah bercerita tentang keluargamu, selain bahwa orang tuamu kaya. Apakah kau memiliki saudara?" Rune balik bertanya.     

Rose menyesap tehnya dan bersikap seolah tidak mendengar pertanyaan Rune. Hal ini membuat Rune menjadi keheranan. Apakah keluarganya juga merupakan topik sensitif bagi Rose?     

"Hmm.. baiklah. Kalau kau tidak mau menjawab sekarang. Aku akan sabar menunggu sampai kita bertemu teman-temanmu dan kemudian kau akan menceritakan siapa dirimu," kata pemuda itu akhirnya.     

Ahh.. Rune sudah tidak sabar ingin mengetahui semua tentang Rose! Tinggal sebentar lagi.     

Ia akan bertemu teman-teman Rose dalam beberapa hari, dan setelah itu, masa percobaannya sebagai kekasih pura-pura akan berakhir, dan Rose akan membuka diri seutuhnya kepadanya.     

Ia memuji dirinya sendiri yang berhasil bersabar sekian lama.     

"Uhmm... ada lagi yang ingin kau tanyakan tentang kakakku?" tanya Rune kemudian untuk mencairkan kembali suasana. Rose mengangguk.     

"Sekarang, kupikir semuanya sudah jelas. Kau sebenarnya punya tiga kakak, dan yang satu adalah kakak angkat. Aku juga sudah tahu bahwa salah satu kakakmu bekerja di perusahaan pembuat laptop yang membuatmu dapat memperoleh laptop terbaru sebelum beredar di pasaran. Kakak perempuanmu menikah dengan orang kaya yang... ahem, sepertinya bergerak di dunia hitam, ya? Kalau saudaramu yang satu lagi, dia bekerja di bidang apa?"     

Rune cegukan mendengar kata-kata Rose yang menyebut Aleksis menikah dengan laki-laki dari dunia hitam.     

Astaga.. kalau Alaric sampai tahu...     

"Oh, yang satu lagi sekarang sedang kuliah di jurusan film. Ia kuliah di Los Angeles," kata Rune cepat.     

Memang, sejak pensiun dari Schneider Group, Terry mengambil identitas baru sebagai seorang mahasiswa di Berkeley, jurusan film. Ia ingin kembali menekuni dunia perfilman seperti dulu saat ia masih kuliah, sebelum membantu keluarga Schneider mengurusi bisnisnya.     

"Oh..." Rose mengangguk paham. "Baiklah, kalau begitu."     

Mereka menyelesaikan makan siang dan kembali pulang ke apartemen untuk beristirahat. Karena ia masih sedikit pusing akibat hangover, Rose memutuskan untuk kembali berbaring di sofabed karena kasurnya masih dijemur di balkon.     

Sementara itu Rune duduk di kursi meja makan dan melanjutkan pekerjaannya membuat rekap data dari perjalanannya ke Amazon yang lalu.     

Tadinya ia hendak pergi ke laboratorium Aldebar dan melanjutkan membuat mesin tertawa seperti yang ia rencanakan, tetapi saat ia melihat kondisi Rose yang tampak pusing dan lemah, ia mengurungkan niatnya.     

Lebih baik ia bekerja dari rumah supaya ia dapat mengawasi Rose dan membantunya jika terjadi apa-apa.     

Sementara pria itu sibuk bekerja, Rose berkali-kali mencuri pandang ke arahnya dan mengamati Rune. Ia terus memikirkan kondisinya tadi malam saat ia mabuk dan mempermalukan dirinya sendiri.     

Ahh... Rune sangat pandai menangani situasi. Rose sangat senang karena pria itu bersikap dewasa, bertanggung jawab, tidak mengambil kesempatan dalam kesempitan, dan bahkan ia masih dapat membuat situasi itu terdengar lucu.     

Rose tertawa sendiri saat ingat jawaban Rune tadi pagi ketika ia bertanya apakah ia melakukan hal memalukan saat mabuk. Pria itu bercanda dengan mengatakan bahwa Rose menari telanjang di atas meja.     

Gila! Hampir saja Rose terkena serangan jantung saat mendengarnya. Haha... untung saja Rune segera meralat kata-katanya dan menjelaskan bahwa ia sedang bercanda.     

Rose merasa beruntung bertemu Rune dan pria itu bersedia menjadi kekasih pura-puranya. Ia merasa bahwa ia memang dapat menilai karakter orang dengan baik dan ia tidak salah menilai Rune.     

Mungkin...      

Ah, Rose buru-buru mengenyahkan pikiran itu dari benaknya. Ia dan Rune baru kenal sebulan. Memang sih hubungan mereka sudah cukup dekat karena selama sebulan ini mereka tinggal bersama dan dapat berinteraksi dan saling mengenal dengan baik.     

Ia tidak mau bertindak nekad hanya demi membalas Leon.     

***     

Selama beberapa hari berikutnya, suasana hati Rose tampak jauh membaik. Ia menghabiskan sebagian besar waktunya dengan melukis.     

Setelah memastikan bahwa gadis itu memang baik-baik saja, maka Rune mulai merasa bebas untuk kembali ke laboratorium Aldebar dan melanjutkan pekerjaannya untuk membuat mesin "Tertawalah Rose".     

"Maaf, ya, anak-anak.. mesin ini tidak jadi untuk kalian. Ternyata Tante Rose lebih membutuhkannya daripada kalian," gumam Rune sambil memencet tombol di dada sebuah robot kecil yang ada di atas meja.     

***     

"Kau sudah siap?" tanya Rose kepada Rune yang masih mengurung diri di kamar mandi. Gadis itu melihat jam tangannya dan mendesah.      

Kenapa Rune lama sekali di kamar mandi, ya? Apakah dia sakit?     

"Kau tidak apa-apa? Ada yang bisa kubantu?" tanya Rose lagi.     

Rune menjawab dari dalam, "Aku tidak apa-apa. Aku akan keluar sebentar lagi."     

Rune menatap bayangannya di depan cermin dan merasa keheranan pada dirinya sendiri. Untuk pertama kalinya dalam hidup ia merasa kurang nyaman dengan penampilannya.     

Ia sedang mengenakan kemeja termurah yang dapat ia temukan di marketplace dengan tujuan menipu Rose agar tetap mengira ia adalah seorang pria miskin.     

Tetapi, kini saat ia membayangkan bahwa malam ini ia akan bertemu sahabat-sahabat Rose, Rune rasanya ingin terlihat dalam penampilan terbaiknya. Ia tahu betapa Rose sangat dekat dengan teman-temannya, dan Rune ingin agar mereka menyukainya.     

Itulah sebabnya ia ingin tampil menarik. Tetapi bagaimana bisa ia tampil menarik dengan kemeja murah dan sepatu kulit imitasi ini?     

Sedari tadi ia berusaha memikirkan cara agar terlihat lebih berkelas dan pantas bagi Rose, tetapi tidak bisa.     

Duh.. kalau ini bukan karena teman-teman Rose yang datang, Rune tidak akan peduli. Pada dasarnya ia bukan seperti Terry yang sangat mementingkan penampilan. Tetapi makan malam kali ini bukan makan malam biasa.     

Setelah berkali-kali memikirkan cara untuk tampil lebih menarik, akhirnya Rune menyerah dan keluar dari kamar mandi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.