The Alchemists: Cinta Abadi

Makan Malam Di The Lily (2)



Makan Malam Di The Lily (2)

0Mereka berdua lalu mengobrol dengan suara pelan sambil menunggu kedatangan ketiga teman Rose. Gadis itu bercerita tentang teman-temannya, yang akan datang untuk makan malam kali ini.     

Rune mendengarkan sambil merasa sedikit iri. Ia tidak pernah masuk ke sekolah biasa dan tidak punya banyak teman. Beberapa teman yang dia miliki sekarang hanyalah orang-orang dari klan Alchemist.      

Ahh .. nanti, kalau ia memiliki anak dengan Rose, Rune sudah bertekad untuk memberi mereka kehidupan yang tidak dia miliki ketika ia masih muda.     

Ia akan membiarkan mereka bersekolah di sekolah biasa dan memiliki banyak teman. Lihat saja, Rose tumbuh menjadi orang yang sangat disukai, ramah, dan penuh kehangatan. Itu semua karena dia banyak bertemu dan bergaul dengan berbagai jenis orang.     

Kalau dipikir-pikir, keponakannya, Summer, yang bersekolah di sekolah biasa terlihat lebih bahagia dan memiliki kepribadian yang lebih supel daripada Ireland dan Scotland yang belajar di rumah.     

Astaga .. Rune menepuk kepalanya sendiri. Sekali lagi, pikirannya melangkah terlalu jauh, dan membayangkan memiliki anak dengan Rose.     

Inikah perasaan seseorang yang sedang jatuh cinta? Apakah mereka memang selalu memikirkan masa depan dengan orang yang mereka cintai? Jika demikian, maka Rune akhirnya mengerti bagaimana rasanya.     

Sepuluh menit kemudian, tiga orang yang ditunggu-tunggu datang.     

"Hei, Rose! Kau datang lebih awal, seperti biasanya!" seru seorang gadis cantik dengan rambut bob hitam pendek.     

Gadis ini bertubuh mungil dan terlihat rapuh. Wajahnya yang berbintik-bintik membuatnya terlihat lebih muda dari usianya yang sebenarnya. Jika Rune tidak tahu bahwa Helene adalah teman sekelas Rose, dia akan mengira gadis ini masih remaja.     

"Helene! Senang bertemu denganmu. Kau selalu lebih cantik setiap kali aku melihatmu," kata Rose sambil memeluk Helene dengan erat, seolah mereka tidak bertemu satu sama lain selama sepuluh tahun. Setelah melepaskan pelukannya, ia kemudian memperkenalkan Rune kepada sahabatnya. "Perkenalkan, ini Rune Schneider."     

"Halo, aku senang bertemu denganmu." Rune pun memeluk Helene dan mencium pipinya secara bergantian.     

"Rune Schneider? Namamu mirip seperti nama keluarga Schneider yang memiliki hotel ini," kata Helene sambil tertawa. "Kebetulan sekali, ya."     

"Ahahaha .. yah, ya, kebetulan sekali," Rune mengangguk dan tersenyum lebar.     

"Namaku Helene Cartier," kata Helene.     

"Oh, seperti merek perhiasan itu?" tanya Rune dengan nada bercanda.     

"Kalau itu bukan kebetulan," kata Rose sambil mengedipkan mata padanya. "Memang itu milik keluarga Helene."     

"Oh ..."     

Rune mengangguk-angguk mengerti. Ia lalu berkenalan dengan dua teman Rose yang lain. Ada George dari Texas, anak taipan yang memiliki gedung apartemen tempat Rose tinggal sekarang.     

Lalu ada Peter Wellington yang merupakan anak seorang sutradara film terkenal dan sekarang sedang menekuni dunia film untuk mengikuti jejak ayahnya.     

Dua sahabat Rose yang lain sedang berada di Asia dan tidak dapat datang ke acara makan malam ini. Dari Rose, Rune mendengar bahwa mereka adalah anak-anak pengusaha terkenal juga. Ahh.. memang Rose ini memiliki pergaulan dengan orang dari kalangan atas.     

"Aku tidak mengira kau akan mengenakan pakaian laki-laki ke acara makan malam ini," komentar Helene kepada Rose. "Orang akan mengira aku adalah satu-satunya wanita di sini."     

Rose hanya tertawa mendengar kata-kata Helene. Ia lalu membisikkan kepada gadis itu, apa yang terjadi saat ia dan Rune makan di The Lily terakhir kalinya. Helene tertawa terbahak-bahak mendengar penjelasan Rose.     

"Apa yang lucu?" tanya Peter keheranan.     

Helene menggeleng. "Tidak ada. Seperti biasa Rose melakukan hal gila."     

Teman-temannya ikut tertawa. Mereka tidak perlu menanyakan detailnya, sudah dapat membayangkan kegilaan yang dilakukan Rose Fournier. Rune mengamati interaksi orang-orang itu dengan penuh minat.     

Ahh... senang sekali rasanya menjadi Rose. Gadis itu memiliki teman-teman yang sangat akrab dan mereka sepertinya memiliki hubungan yang erat.     

Hidangan makanan dan minuman disajikan dan mereka makan sambil berbincang-bincang. Rose memperkenalkan Rune sebagai kekasihnya dan teman-temannya tampak menerima hubungan mereka dengan baik.     

"Kalian bertemu di mana?" tanya Helene penuh rasa ingin tahu. "Sudah berapa lama pacaran?"     

"Sudah sebulan," kata Rose. "Kami sekarang sudah tinggal bersama."     

"Oh ya? Apa tidak terlalu cepat?" tanya Helene lagi. Ia menoleh ke arah Rune dan mempelajari pria itu. Ahh.. Rune memang terlihat sangat tampan. Ia dan Rose tampak begitu serasi. Ia lalu bertanya kepada Rune. "Apa pekerjaanmu?"     

Rune mendeham. Ia sadar Helene sekarang sedang menilai pakaiannya yang terlihat murah dan bertanya-tanya di mana gerangan Rose bertemu pria dari kalangan bawah ini, mengingat biasanya lingkaran pergaulan Rose selalu berada di seputar kalangan atas.     

"Kami bertemu lewat aplikasi kencan online," Rose buru-buru menjelaskan. "Saat kami kencan untuk pertama kali, aku merasa sangat cocok. Ahh... kami bicara berjam-jam tanpa merasa bosan. Rasanya aku seperti sudah mengenalnya selama bertahun-tahun. Dia juga begitu. Iya kan, Sayang?"     

Seketika wajah Rune menjadi berbinar-binar saat mendengar Rose memanggilnya dengan kata 'sayang'. Ia menjadi lebih berani dan memegang tangan Rose lalu mengangkatnya dengan mesra.     

"Benar sekali. Rose adalah cinta pertamaku. Saat aku melihatnya pertama kali, aku merasa seolah ada dalam film yang diputar dengan gerakan lambat. Hal itu benar-benar terasa tidak nyata."     

Tepat saat itu seorang pelayan datang membawakan hidangan penutup untuk mereka. Ia adalah salah satu dari pelayan yang minggu lalu juga melayani Rune dan Rose di lounge VVIP ini. Ia mengerutkan keningnya saat sudut matanya menangkap adegan Rune menggenggam tangan Rose.     

'Eh.. bukankah ini Tuan Muda Schneider? Hari ini ia datang dengan pasangan kencan yang lain?' Wanita itu pura-pura tidak melihat dan terus melakukan tugasnya dengan baik. Setelah ia pergi dari lounge, ia melihat kembali ke arah mereka sambil menggaruk-garuk kepalanya.     

'Aku baru tahu ternyata Tuan Muda juga menyukai laki-laki.'     

"Kenapa bengong?" tanya rekannya yang melihat sang pelayan berdiri kebingungan seperti itu. "Apakah ada yang aneh?"     

Sang pelayan yang melihat Rune memegang tangan Rose hanya menggeleng. "Uhm.. tidak. Mungkin aku salah lihat."     

Ia lalu berusaha melupakan adegan itu dari benaknya dan menyibukkan diri melakukan tugasnya.     

Sementara itu di dalam lounge, Rose dan teman-temannya masih berbincang-bincang seputar kehidupan cinta Rose dan Rune.     

"Rune ini seorang fixer. Ia bekerja membantu para peneliti dan jurnalis dalam hal logistik ke berbagai lokasi di seluruh dunia saat mereka harus meliput atau mengadakan penelitian," kata Rose, menerangkan secara singkat profesi Rune yang didengarnya dari pria itu.     

Melihat teman-temannya mengerutkan kening, Rose segera menambahkan. "Rune ini laki-laki berjiwa bebas. Ia lebih senang melakukan berbagai pekerjaan freelance seperti itu daripada bekerja kantoran. Kurasa, selama ia menyukai apa yang ia kerjakan, aku akan mendukungnya."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.