The Alchemists: Cinta Abadi

Pengakuan Rune (1)



Pengakuan Rune (1)

0"Bagaimana kau bisa begitu percaya diri?" Rose bertanya kepadanya. Ia melihat Rune tampak sangat tenang menghadapi semua masalah ini.     

Rune menggaruk kepalanya. "Yah... kau ingat kan kalau kakak perempuanku dekat dengan keluarga Schneider kan? Karena itu kita bisa memesan tempat di restoran The Lily di New York?"     

Rose mengangguk. "Benar. Ia mungkin dekat dengan keluarga Schneider tapi tetap saja memalukan jika mereka tahu dari berita bahwa kau mengaku sebagai salah satu dari mereka. Aku yakin mereka tidak akan menyukainya."     

"Tidak apa-apa. Aku akan berbicara dengan pihak keluarga Schneider. Sebenarnya aku juga cukup dekat kok dengan keluarga itu..." Rune memutuskan untuk mengatakan siapa dirinya yang sesungguhnya kepada Rose. Ia merasa keputusan itu lebih baik diambil sekarang.     

"Bagaimana kau akan berbicara dengan mereka?" Rose bertanya kepada Rune dengan tatapan cemas. Jelas ia tidak bisa mempercayai ucapan Rune. Rose merasa pria itu hanya mencoba membuatnya merasa lebih baik.     

"Aku punya caraku sendiri, jangan khawatir," Rune duduk kembali di kursinya dan memberi isyarat kepada mereka untuk melanjutkan sarapan. "Sebaiknya kita selesaikan sarapan dan bicara nanti."     

Melihat bagaimana pria tersebut terlihat begitu tenang, akhirnya Rose dan orang tuanya merasa sedikit lega. Mereka kembali ke tempat duduk mereka dan melanjutkan makan. Begitu mereka selesai sarapan, Rune meminta Rose untuk pergi ke kamarnya sehingga mereka berdua bisa berbicara.     

Pria itu ingin menjelaskan beberapa hal kepadanya agar ia bisa membantu meredakan kekhawatiran Rose.     

"Apa kau perlu telepon baru?" Rune berjalan ke sudut ruang makan dan mengambil ponsel Rose yang terlempar di lantai. Benda itu sudah rusak parah akibat benturan yang keras dan layarnya kini pecah. Ia mengulurkan telepon itu dan bertanya kepada Rose. "Apakah sebaiknya kita buang saja dan membeli yang baru?"     

Rose mengangguk. "Ya... Aku sudah tidak membutuhkannya."     

Rune berjalan menuju tempat sampah dan melemparkan telepon rusak itu ke dalamnya. Ia mengulurkan tangannya dan memberi isyarat kepada Rose untuk mendekat. "Bisakah kita ke atas? Ada yang ingin kukatakan kepadamu."     

Rose mengangkat alisnya. Ia tidak terbiasa melihat Rune bertingkah seperti ini. Entah bagaimana, hari ini, pria itu tampak tegas dan mengesankan. Dari mana asal perubahan sikapnya ini? Ia bertanya-tanya.     

Ia tahu Rune memang orang yang percaya diri, tetapi hari ini ia terlihat lebih percaya diri dari biasanya. Rose merasa penasaran.     

"Ayah, Ibu... Aku perlu bicara dengan Rune," katanya kepada orang tuanya.     

Duke Fournier mengangguk. "Oke. Aku perlu menemui Yang Mulia untuk membicarakan sesuatu. Ibumu akan pergi bersamaku."     

"Baiklah, sampai jumpa," kata Rose. Ia berbalik dan meraih tangan Rune dan berjalan bersama dengannya keluar dari ruang makan dan naik ke lantai dua.     

Melihat keduanya berjalan bergandengan tangan, Duke dan Duchess Fournier saling bertukar pandang.     

"Ia terlihat seperti pria yang baik," komentar sang Duchess. Istrinya menghela napas. Ia masih merasa keberatan karena Rune berasal dari kelas bawah. Namun, ia setuju dengan suaminya bahwa Rune terlihat seperti pria yang baik.     

Rune selalu bersikap keren dan tenang bahkan di tengah-tengah situasi yang mereka hadapi saat ini. Ia juga pria yang sederhana dan rendah hati. Rune tidak terlihat seperti pria mata duitan yang mendekati Rose karena hartanya.     

Seperti yang dikatakan Rose kemarin, Rune sebenarnya bisa menghasilkan banyak uang dari penemuannya tapi ia tidak tertarik melakukan itu.     

"Rose memberi tahuku bahwa Rune sebenarnya adalah seorang ilmuwan, bukan hanya konsultan belaka," Duchess Fournier membalas kata-kata suaminya.      

"Benarkah?" Duke tampak tertarik. "Apa yang ia temukan? Maksudku... apa yang sedang ia kerjakan sekarang? Mungkin kita bisa membantunya agar ia bisa mendapatkan lebih banyak pengakuan?"     

Duchess Fournier menghela napas. "Aku rasa ia tidak ingin pengakuan dalam bentuk apa pun. Ia tampak tidak tertarik untuk menghasilkan lebih banyak uang atau mendapatkan pengakuan dari publik. Rose mengatakan ia sedang mengerjakan beberapa obat-obatan dan banyak perusahaan farmasi tertarik kepadanya, tetapi ia menolak semua tawaran itu. Pria yang aneh."     

"Itu... sangat tidak biasa," kata Duke.      

"Aku setuju. Kata Rose, Rune tidak tertarik pada uang dan kita tidak perlu khawatir pria itu mengejarnya untuk mendapatkan uang," tambah ibu Rose.     

"Aku tidak pernah bertemu orang yang tidak suka uang," kata sang Duke lagi. Ia memijat pelipisnya.     

Sekarang, pendapatnya tentang Rune Schneider sedikit berubah. Ia merasa pria yang kini menjadi kekasih putrinya itu sangat menarik.     

"Memang melegakan saat aku mengetahui bahwa ia tidak tertarik dengan uang, tapi…" Duchess Fournier menggigit bibirnya. "... bagaimana ia akan menafkahi putri kita jika mereka menikah dan memiliki keluarga? Semuanya harus ditanggung oleh Rose."     

Duke mengangkat bahu. "Memangnya kenapa? Apa menurutmu kekayaan kita tidak akan cukup untuk menghidupi Rose dan seluruh keturunannya? Bahkan jika mereka tidak menghasilkan uang di masa depan, apa yang kita miliki sekarang dapat bertahan seumur hidup dan bahkan untuk anak-anak mereka."     

Duchess Fournier terdiam. Apa yang dikatakan suaminya memang benar. Untuk apa mereka membutuhkan lebih banyak uang? Ia seharusnya hanya memikirkan tentang kebahagiaan putri mereka.     

Tumbuh kaya, dan dikelilingi oleh kekayaan dalam jumlah luar biasa sepanjang hidup mereka, Duke dan Duchess itu sadar bahwa uang tidak bisa membeli kebahagiaan.      

Bukankah seharusnya prioritas mereka sekarang adalah kesejahteraan dan kesehatan mental putri tunggal mereka?     

Rose mengalami begitu banyak peristiwa yang memilukan dan sekarang ia membutuhkan dukungan mereka lebih dari sebelumnya. Jika ia bahagia bersama dengan Rune, dan pria itu memperlakukannya dengan baik, maka Duke dan Duchess harus mendukung hubungan mereka.     

***     

Sementara itu, Rune dan Rose sudah sampai di kamarnya. Pria itu lalu duduk di sofa dan menepuk sisi kosong di sampingnya untuk memberi isyarat kepada Rose untuk duduk.     

"Apa yang ingin kau katakan kepadaku?" Rose duduk dengan anggun dan bertanya kepada Rune tanpa basa-basi. Ia menatap pemuda itu dengan pandangan penuh rasa ingin tahu.     

Rune balas menatapnya dengan saksama. "Rose, tolong beri tahu aku. Mana yang lebih kau sukai? Orang kaya atau orang miskin?"     

Rose tidak mengerti pertanyaan yang ia ajukan. "Pertanyaan macam apa itu?"     

"Jawab aku dengan jujur, yang mana yang lebih kau inginkan... atau butuhkan? Aku bisa menjadi Rune Schneider dari keluarga kaya dan aku juga bisa menjadi Rune Schneider, pekerja lepas yang miskin," tanya Rune lagi.     

"Yang mana yang kuinginkan... apa maksudnya?" Rose bertanya balik. Ia menatap pria itu dengan kebingungan yang tampak jelas di wajahnya.     

"Maksudku.. mana yang lebih kau butuhkan untuk menjadi kekasihmu," jawab Rune. "Apakah Rune Schneider yang kaya, atau Rune yang miskin?"     

Rose menggeleng tidak mengerti. "Memangnya aku punya pilihan?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.