The Alchemists: Cinta Abadi

Kejutan Untuk George



Kejutan Untuk George

0"Baiklah, Ayah. Aku akan bicara dengan ayah dan Ibu nanti," Rune mengangguk dan tersenyum, meskipun ayahnya tidak bisa melihatnya. "Selamat, Ayah dan Ibu. Aku merasa kalian akan sangat bersenang-senang dengan si kecil ini."     

"Ya, terima kasih. Selamat bersenang-senang di Bacilia, kalau begitu. Ibumu dan aku berharap yang terbaik untukmu," Caspar terdengar senang saat mengucapkan kata-kata itu.     

Ia tidak membutuhkan Rune untuk memberitahunya apa yang sedang terjadi, tapi ia bisa menebak mengapa Rune ada di Bacilia dan Caspar tahu ia akan menemukan semua jawabannya cepat atau lambat.     

Karena itu, Caspar lebih baik membiarkan Rune melakukan apa yang anaknya harus lakukan sekarang.     

"Ahh... terima kasih, Ayah. Sampaikan salamku kepada Ibu. Aku akan bicara denganmu malam ini," Rune menutup teleponnya dengan senyum lebar.      

Rose yang mengamatinya diam-diam bisa menebak percakapan yang dilakukan pria itu berjalan dengan lancar.     

Ahh.. ia merasa sedikit cemburu melihat bagaimana Rune terlihat begitu dekat dengan orang tuanya. Dan ia bahkan punya banyak saudara? Rune sangat beruntung!     

"Jadi, bagaimana?" Gadis itu bertanya sambil tersenyum ketika Rune kembali ke meja mereka.     

Pria itu menggaruk kepalanya dan menyeringai. "Semuanya baik-baik saja. Yang dikatakan Terry benar, orang tuaku akan punya bayi baru."     

Rose hampir menyemburkan mojito-nya karena terkejut. Ia tidak menyangka Rune bersikap begitu biasa saja soal orang tuanya yang akan memiliki bayi lagi di usia... lima puluhan?     

Apakah Rune tidak merasa canggung? Bagaimana mungkin ia bersikap biasa saja menjadi pria berusia 25 tahun yang akan mendapatkan saudara baru? Orang-orang sudah pasti akan mempertanyakan soal hal ini kan?      

Rose sendiri bisa membayangkan pasti sulit bagi orang tua Rune yang sudah berusia lanjut untuk membesarkan bayi mereka… pekerjaan membesarkan anak di usia itu pasti sangat melelahkan bagi mereka.     

Dan jika keluarga mereka bepergian bersama, orang-orang pasti menganggap bayi itu adalah anak Rune dan bukan orang tuanya.     

Wajar saja bagi Rose untuk memiliki pikiran seperti itu karena ia tidak tahu bahwa orang tua Rune sebenarnya tidak berusia lima puluh tahunan.     

Ibunya sekarang berusia tujuh puluhan, dan ayahnya hampir berusia 5 abad. Dan keduanya masih terlihat seperti berusia 25 tahun.     

Rune, Terry, dan JM hanya bisa menahan tawa mereka.      

"Kau terlihat sangat terkejut," komentar Rune sambil tersenyum. Ia mengambil serbet dan memberikannya kepada Rose.      

"Uhm... yah, maafkan aku. Aku hanya berpikir pasti sulit bagi ibumu untuk melahirkan bayi di usianya yang sudah berkepala lima," kata Rose simpatik. "Aku tidak bermaksud menyinggung perasaanmu. Maaf... "     

"Ah, tidak, tidak apa-apa. Orang tuaku sangat senang. Mereka sebenarnya ingin memberi tahuku kabar baik ini tapi mereka tidak bisa menghubungiku," jelas Rune.     

"Jadi begitu yah," Rose mengangguk, ia hanya bisa terlihat lega. "Yah... aku masih punya banyak pertanyaan... tapi kalau aku tanyakan semuanya, aku khawatir aku akan dianggap tidak sopan. Sebaiknya aku menahan diri untuk tidak menanyakan sekarang."     

Rune tidak bisa mempercayai keberuntungannya. Rose tidak mendesaknya untuk menjelaskan hubungannya yang aneh dengan Terry dan JM? Wah... firasatnya memang benar, Rose adalah wanita sejati. Ia bukan wanita yang suka bergosip atau penasaran berlebihan.     

"Yah... sebenarnya tidak ada yang benar-benar aneh mengenai hubunganku dengan Pierre," Akhirnya Rune mencoba menjelaskan sedikit dengan cara yang ambigu, jadi Rose tidak akan menganggap ia aneh. "Orang tua kami memang teman dekat. Jadi, orang tuaku menganggap Pierre seperti anak mereka sendiri juga. Kami menghabiskan masa kecil kami bersama."     

"Oh… begitu yah," Rose sekarang dapat memahami informasi yang telah ia terima sejauh ini dan ia menyimpulkan jika Rune dan Pierre (Terry) adalah teman masa kecil, dan keluarga mereka dekat. Itulah mengapa mereka tumbuh hampir seperti saudara kandung. Dan JM diadopsi oleh orang tua Pierre.     

Sekarang, semuanya mulai masuk akal.     

"Aku mengerti sekarang," Rose mengangguk sambil tersenyum. "Ternyata hubungan kalian cukup sederhana."     

"Ya... hahaha... memang cukup sederhana," jawab Rune. Ia melirik ke arah Terry dan JM untuk memperingatkan mereka agar tidak bersikap aneh-aneh yang dapat membuatnya dalam masalah seperti ini.     

Suasana menjadi lebih santai dan menyenangkan setelah kejadian yang membuat semua orang terlihat canggung terhadap satu sama lain. Satu per satu hidangan yang mereka pesan datang dan mereka melanjutkan makan siang dengan obrolan ringan tentang Bacilia dan sejarah kota.     

"Ah, apakah aku bisa melakukan video call denganmu? Aku ingin memberikan kejutan kepada temanku, George," Rose bertanya kepada JM setelah mereka mengakhiri makan siang mereka yang lezat. Ia mengeluarkan telepon genggamnya dari saku.     

"Tentu saja boleh," JM menjawab dengan senyum lebar.      

"Terima kasih!" Rose membuka kamera dan menghubungi George. Segera setelah George menerima teleponnya, Rose mengarahkan kameranya ke arah JM. "George! Tebak, dengan siapa aku sekarang!"     

Tidak ada suara yang keluar dari saluran telepon George. Tampaknya pria itu sangat terkejut hingga tidak bisa mengatakan apa pun.     

JM harus melambaikan tangannya beberapa kali di depan kamera dan memanggil namanya. George akhirnya segera tersadar dan menjawab.     

"J-JM? Apakah itu kau?" George akhirnya bertanya dengan gagap. JM tertawa terbahak-bahak melihat reaksinya.     

"Yah... ini aku. Bagaimana kabarmu, George? Aku di sini bersama Bibi Rose. Katanya kau adalah penggemarku. Jadi, kupikir aku harus menelponmu," kata gadis cantik itu dengan senyum lebar di wajahnya.     

"A-aku... memang penggemarmu. Kau terlihat luar biasa di setiap pertunjukanmu!" George mengangkat alisnya. "Apa ada yang salah? Ada apa Bibi meneleponku?"     

Rose dengan cepat berkicau, "Tidak... itu hanya lelucon di antara kami saja. Jangan khawatir. Hehehe... Apa kabar? Maaf meneleponmu sepagi ini. Aku hanya tidak ingin melewatkan kesempatan untuk mengajakmu berbicara dengan JM. "     

George masih linglung, tetapi ia berhasil menjawab dengan senyum lebar. Matanya masih terlihat tercengang. "Tidak, tidak apa-apa. Kau bisa meneleponku kapan saja, apalagi jika ada JM di sana. Kau tahu sendiri aku adalah penggemar beratnya."     

"Oh, George, kau membuatku merasa tersanjung. Terima kasih!" JM sangat senang mendengar kekaguman George yang diucapkan tanpa rasa malu kepadanya. "Dimana kau sekarang?"     

"Aku tinggal di New York," jawab George.      

"Ah... bagus sekali! Jika aku berkunjung ke New York, maksudku, jika aku mengadakan pertunjukan di New York, aku akan mengundangmu dan kita bisa pergi minum setelah selesai acara," JM tersenyum lebar. Kata-kata yang baru diucapkan JM membuat ekspresi George seolah ia baru saja melihat bintang jatuh.     

Tapi, sesaat kemudian, ucapan JM menghancurkan mimpi George dalam sekejap dan membuatnya patah hati. JM tertawa kecil dan mengatakan, "Pacarku juga tinggal di New York, aku sering mengunjunginya. Kita bisa mengobrol bersama jika aku di kota."     

Suasana seketika menjadi hening.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.