The Alchemists: Cinta Abadi

Menghibur Rose (3)



Menghibur Rose (3)

1Rose mengangkat bahu. "Ah, tidak perlu merepotkan kakakmu untuk itu. Aku sudah membuat reservasinya dan teman-temanku juga sudah diberi tahu jadwalnya supaya mereka dapat membuat rencana. Semuanya baik-baik saja. Kita akan bersenang-senang."     

"Begitu ya," Rune mengangguk. "Nah, kalau kau perlu reservasi di restoran ini lagi, kau hanya perlu memberi tahu aku. Aku akan meminta bantuan kakakku untuk mengurusnya."     

"Terima kasih." Rose menatap Rune dengan saksama dan tiba-tiba ia menjadi penasaran bagaimana kakak pria ini dapat bertemu dan berteman akrab dengan keluarga Schneider sehingga ia mendapatkan perlakuan istimewa seperti itu.     

Memiliki nama belakang yang sama dengan orang kaya dan terkenal biasanya tidak berarti apa-apa. Kecuali kalau kakak Rune memang masuk ke kalangan atas dengan koneksi suaminya.     

"Sebenarnya, kakakmu itu menikah dengan siapa, sih?" Akhirnya Rose bertanya dengan rasa ingin tahu.     

Ia lalu mengangguk ke arah GM, yang membawa mereka ke meja terbaik di teras luar Restoran The Lily dan kemudian mengundang mereka untuk duduk. Seorang pelayan dengan cepat membukakan kursi untuk Rose dan kemudian Rune.     

"Silakan menikmati makan malam Anda, Tuan dan Nona. Tolong beri tahu manajer di sini jika Anda membutuhkan sesuatu," katanya dengan hormat.     

"Terima kasih, Pak Cellini," kata Rune, sambil mengangguk. Ia lalu duduk di seberang Rose dan menunggu pelayan membukakan serbet untuk mereka berdua.     

"Sama-sama, Tuan. Bon appetit!"     

Setelah sang GM pergi dan pelayan menaruh serbet ke pangkuan mereka masing-masing, Rose dan Rune mulai meneliti menu yang diserahkan kepada mereka. Rune hanya membutuhkan waktu beberapa menit untuk tahu apa yang ia inginkan. Ia sudah hapal menu di berbagai restoran di hotel milik keluarganya itu.     

Sementara Rose yang baru beberapa bulan tinggal di New York dan belum pernah ke Restoran The Lily, masih membaca berbagai pilihan hidangan yang ia sukai.      

"Kau sudah tahu apa yang kau inginkan?" tanya Rose keheranan. Ia tidak menduga Rune tampak sangat terbiasa dengan restoran semewah ini.     

Rune mengangguk. "Kakakku pernah membawaku ke sini. Aku tinggal memesan makanan yang dulu ia rekomendasikan. Rasanya enak sekali. Aku tidak mau repot."     

"Oh.. begitu ya?" Rose mengangguk-angguk.     

Ia masih meneliti menunya selama beberapa menit dan kemudian dengan anggun ia menyerahkan menu kepada pelayan dan menyebutkan pesanannya. Dengan bahasa Prancis yang fasih ia menyebutkan semua yang ia inginkan, mulai dari entree, starter, hidangan utama, hingga hidangan pencuci mulut.     

Rune sangat kagum melihat sikap Rose yang demikian anggun. Ahh, benar-benar gadis kalangan atas, pikirnya.     

Ia sama sekali tidak peduli jika Rose berasal dari keluarga miskin. Baginya, harta tidaklah penting. Namun, melihat betapa Rose tampak demikian anggun dan berkelas, Rune tak dapat menahan kekagumannya.     

Ia banyak bertemu gadis kalangan atas yang juga memiliki tata krama tak bercela, tetapi entah kenapa sebagian besar dari mereka sangat membosankan atau malah arogan.     

Rose adalah satu-satunya gadis yang ia temui yang demikian menarik, anggun, terlihat rendah hati dan mudah didekati, serta memberi kesan penuh dengan petulangan dan cerita seru.     

Intinya, Rose itu sempurna.     

Dan Rune tergila-gila kepadanya.     

Rune kemudian menyebutkan pesanannya. Sebelum pelayan menanyakan minuman yang ingin mereka pesan, Rose menarik tangan Rune dan berbisik kepadanya.     

"Psst... bagaimana kalau makan malam kali ini aku saja yang traktir?" tanya gadis itu.     

Rune menggeleng. "Tidak usah. Aku sudah bilang kan, kalau aku baru dapat uang dan aku juga dapat diskon kalau makan di sini karena kakakku kenal dengan pemiliknya."     

Rose menghela napas panjang. "Aku sedang ingin minum champagne yang mahal. Kalau kau yang bayar, nanti kau bisa bangkrut."     

"Champagne?" Rune tertegun.     

Biasanya orang minum champagne untuk merayakan sesuatu. Apa yang ingin dirayakan Rose? Ahh.. tapi benar juga. Malam ini bisa dibilang merupakan kencan pertama mereka yang sungguhan.     

Kencan buta waktu itu hanya dilakukan di kafe biasa, dan Rune juga tidak siap. Saat itu ia datang hanya untuk memenuhi janji kepada para keponakannya. Itu... tidak istimewa.     

"Benar," kata Rose. "Aku tahu champagne harganya sangat mahal. Jadi biarkan aku yang membayar makan malam kita kali ini. Kau boleh mentraktirku besok. Aku tahu kau ingin menghiburku. Tapi aku tidak ingin membuatmu bangkrut."     

Rune menggeleng-geleng. Bibirnya segera mengulas senyum gembira. "Ini memang patut dirayakan. Kita akan memesan champagne terbaik di restoran ini. Untukmu hanya yang terbaik!"     

Ia menoleh ke arah pelayan yang menatapnya dengan wajah agak bingung. Ia sempat menangkap kata-kata Rose yang menawarkan diri untuk membayar makan malam mereka karena ia takut pria tampan di seberangnya itu akan bangkrut.     

Bangkrut? Bagaimana bisa? Bahkan kalaupun mereka memesan semua champagne yang ada di semua restoran di New York, tidak mungkin Tuan Muda Schneider ini akan bangkrut. Hehe..     

"Kau ini keras kepala sekali ya," kata Rune sambil tertawa. "Begini saja. Bagaimana kalau kita suit. Yang menang boleh membayar."     

Dengan enggan, akhirnya Rose mengangguk. Mereka mengulurkan tangan masing-masing dan bermain batu - gunting - kertas. Yang menang boleh membayar.     

Setelah tiga kali bermain, ternyata Rune menang.     

"Tandanya memang aku harus membayar makan malam ini," kata Rune sambil tertawa. Ia lalu menyebutkan sebuah nama champagne khusus dari tahun tertentu yang menurut ayahnya adalah salah satu champagne terbaik di dunia dan sangat langka.     

"Krug 1995 Clos D'Ambonnay," kata Rune sambil mengedip.      

Rose seketika cegukan ketika mendengar pesanan Rune. Ini adalah salah satu merek champagne termahal dan populer untuk acara makan malam romantis. Astaga.. pemuda di depannya ini memang tidak main-main berusaha membuatnya terkesan.     

"Ssshh.. kau ini baru menang lotre atau bagaimana? Kenapa memesan champagne semahal itu?" bisik Rose. "Tadinya aku hanya akan memesan Moet Chandon biasa."     

Rune mengangguk. "Bisa dibilang begitu. Kau jangan berisik. Kita tinggal makan dan minum saja. Pokoknya, malam ini, apa yang Rose inginkan, akan Rose dapatkan."     

Rose menggeleng-gelengkan kepalanya dan bergumam. "Astaga.. boros sekali."     

Namun demikian, karena ia sudah kalah suit, gadis itu tidak berkata apa-apa lagi. Keduanya duduk mengobrol ringan sambil menikmati roti dan sparkling water yang tersedia di meja sambil menunggu pelayan membawakan makanan dan minuman pesanan mereka.     

"Selamat malam, Tuan dan Nona. Ini botol champagne Anda. Mau saya tuangkan sekarang?" tanya sang pelayanan yang baru tiba dengan sebotol champagne di dalam ember logam berisi es.     

Rose dan Rune mengangguk serentak. Sang pelayan menunjukkan botolnya kepada Rune agar sang tamu dapat memeriksa keaslian botolnya. Setelah Rune mengangguk puas, pelayan itu membuka sumbat botol dan menuang sedikit ke dalam gelas sang tamu.     

Rune memutar gelasnya pelan, lalu menghirup winenya dan kemudian meneguk habis sampel yang barusan dituang sang pelayan. Ia mengangguk lagi. Barulah kemudian sang pelayan mengisi penuh gelasnya dan gelas Rose dengan champagne.     

"Silakan dinikmati, Tuan dan Nona. Hidangan pembuka Anda akan segera tiba," katanya sambil menaruh ember berisi es dan champagne di tengah meja. Ia lalu permisi kembali ke dalam restoran.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.