The Alchemists: Cinta Abadi

Menghibur Rose (2)



Menghibur Rose (2)

0Rose menatap Rune agak lama. Ia masih tidak tahu bahwa Rune adalah anak dari salah satu keluarga terkaya di dunia. Ia tidak tega kalau Rune harus menghabiskan uang untuk mentraktirnya, padahal Rose sangat mampu membayar sendiri makanannya.     

"Aku tidak mau kau membuang-buang uang," kata gadis itu. "Hei.. kalau kau hendak mentraktirku untuk menghiburku karena kau mengira aku sedang sedih.. aku sangat menghargainya. Tapi.. sungguh, itu tidak perlu."     

"Aku bukan hendak mentraktirmu karena aku ingin menghiburmu, kok..." kata Rune cepat-cepat. "Aku sedang ingin makan enak. Itu saja."     

"..."     

"Anggap saja kau pergi kencan denganku. Bagaimana? Sebagai kekasih yang baik, aku ingin membawamu ke tempat kencan yang bagus, yang pantas untuk gadis secantik dan semenarik dirimu..." Rune berjalan mendekat, lalu menarik tangan Rose dan menutup jarak di antara mereka. Wajahnya dan wajah gadis itu tampak sangat dekat dari satu sama lain.     

Rose mengedip-kedipkan matanya kaget melihat sikap Rune sepert ini.     

"Kau... " Ia tak dapat melanjutkan kata-katanya. Pria ini terlalu percaya diri, pikirnya. Namun demikian, Rose tidak keberatan dengan sikap Rune seperti itu. Ia malah senang karena Rune sama sekali tidak membesar-besarkan kejadian ia menangis tadi.     

"Jadi?" Rune menatap Rose lekat-lekat.     

Rose tersenyum lebar. "Aku bersedia."     

"Bagus. Aku sudah memesan tempat untuk kita," kata Rune gembira. "Aku akan mandi dengan cepat dan berganti pakaian."     

Ia mencium pipi Rose sekilas dan segera berlari ke kamar mandi sebelum gadis itu sempat protes. Setibanya di kamar mandi, Rune segera menelepon general manager Hotel St. Laurent New York and memesan meja paling eksklusif di restoran terbaik mereka.     

Setelah selesai, ia segera mandi dan berganti pakaian rapi. Sebagai laki-laki, ia tidak membutuhkan waktu lama untuk bersiap-siap. Dalam waktu sepuluh menit saja, ia telah berjalan dengan riang ke ruang tamu, menemui Rose.     

"Ayo, kita pergi," katanya sambil tersenyum lebar.     

"Kau mau mengajakku ke mana?" tanya Rose sambil bangkit berdiri.     

"Ke suatu tempat yang bagus. Kakakkku punya koneksi dengan manajer salah satu restoran terbaik di kota ini," kata Rune sambil menggandeng Rose dengan tangan kanannya.     

Rose tidak menolak perlakuan manis Rune karena ia memang terbiasa akrab dengan teman lelaki dan perempuan.     

"Kita naik kendaraan," kata Rune sambil membukakan pintu lobi untuk Rose sementara tangan kirinya masih menggandeng gadis itu. Mereka berjalan keluar dan di depan gedung, telah menunggu sebuah mobil mewah berwarna hitam. "Kakakku mengirim supirnya untuk menjemput kita."     

Kendaraan mewah dan supir itu memang dikirim oleh Aleksis saat Rune memberitahunya bahwa ia hendak mengajak Rose untuk makan di tempat mewah demi menghibur gadis itu.     

Mulanya Rose tertegun saat melihat kendaraan yang demikian mewah. Ia menoleh ke arah Rune sambil mengerutkan keningnya.     

"Kakakmu kaya, ya?"     

Rune mengangguk. "Ia menikah dengan orang yang sangat kaya. Mereka punya mansion di Manhattan."     

"Ahh..." Rose menatap penampilan Rune yang tetap terlihat sederhana dan mengangguk-angguk sendiri. Sepertinya Rune memang seorang laki-laki sederhana yang tidak mengandalkan nepotisme dan membuat kakak perempuannya menanggung kehidupannya.     

Rose banyak melihat orang-orang dari kalangan atas yang menikah dengan gadis kalangan bawah dan mengalami sangat banyak masalah. Biasanya, keluarga si gadis akan berusaha ikut menikmati kekayaan keluarga sang suami dan memorotinya dengan berbagai cara.     

Tapi, dari apa yang dilihatnya, Rune selama ini selalu hidup sederhana. Ia juga sibuk bekerja ke sana-sini, misalnya mendampingi peneliti ke Amazon dan melakukan banyak perjalanan untuk tugas penelitian. Pakaiannya juga selalu simpel dan tidak ada yang mahal.     

Baru kali ini saja Rune menggunakan mobil keluarga kakak perempuannya, dan itu pun karena kakaknya yang menawarkan.     

"Kakakku sangat mendukung hubungan kita. Katanya aku harus memperlakukanmu dengan baik dan mentraktirmu di restoran yang bagus," kata Rune sambil tertawa. "Jadi, kalau kau sudah memutuskan untuk menaikkan statusku dari kekasih pura-pura menjadi kekasih sungguhan, aku pasti akan menjadi kekasih terbaik yang pernah kau miliki."     

Sepasang mata indah Rose membulat mendengar kata-kata gombal Rune. Ia benar-benar tidak menduga bahwa pemuda yang terlihat serius ini sangat mudah mengeluarkan kata-kata rayuan.     

Namun begitu, Rose sama sekali tidak merasa sedang berhadapan dengan seorang perayu atau laki-laki mata keranjang. Sikap pemuda ini yang begitu santai membuatnya menjadi relaks dan perlahan-lahan mendung di hatinya pun terkikis.     

Keduanya diantar oleh mobil mewah itu ke Hotel St. Laurent New York, salah satu hotel termewah di kota ini. Begitu Rune dan Rose turun dari mobil, GM hotel segera menyambut keduanya dengan sikap penuh hormat.     

"Selamat malam, Tuan. Tadi Nyonya sudah memberi tahu kami akan kedatangan Anda," kata sang GM dengan senyum hangat. "Saya akan menemani Anda ke restoran."     

"Terima kasih, Pak," kata Rune. Ia menggandeng lengan Rose dan berjalan mengikuti sang GM. Pria itu mengedip ke arah sang gadis cantik sambil berkata. "Lihat, betapa kakakku sangat mendukung hubungan kita. Ia sampai menelepon ke sini untuk memastikan kita dilayani dengan baik. Malam ini kita akan makan di Restoran The Lily."     

Rose mengangguk-angguk. Ia memang sangat terkesan. Ia tahu betapa eksklusifnya hotel ini. Semua yang ada di dalamnya begitu mewah dan sangat sulit mendapatkan reservasi di restoran terbaiknya.      

"Minggu depan kita juga akan makan malam di restoran ini dengan teman-temanku," kata Rose dengan suara setengah berbisik kepada Rune saat mereka keluar dari lift di lantai 50 dan berjalan menyusuri lorong beraksen serba biru menuju ke restoran yang terletak di paling ujung.     

"Aku harus membuat reservasi dua minggu sebelumnya. Bagaimana bisa kakakmu memesan tempat mendadak seperti ini di The Lily?" Rose menatap Rune dengan ekspresi bingung.     

"Oh, itu.. Kakakku kenal baik dengan pemiliknya St. Laurent Hotel. Jadi, mudah sekali baginya untuk meminta tolong dibuatkan reservasi," Rune terkekeh. "Nama keluarga kami kebetulan sama dengan pemilik hotel, apa kau tidak menyadarinya?"     

Rose menggelengkan kepalanya. "Aku tidak pernah berpikir ke situ. Benarkah nama keluarga kalian sama?"     

Gadis cantik itu mengerutkan alisnya dan berpikir selama beberapa detik. Tidak lama kemudian, bibirnya mendecak, seolah ia menyadarinya bahwa kata-kata Rune memang benar. "Tunggu .. kau ini memang memiliki nama keluarga yang sama dengan keluarga Schneiders dari Schneider Group. Astaga. Aku baru menyadarinya. Apakah memiliki nama belakang yang sama dengan mereka memang ada gunanya?"     

Rune mengangguk dengan penuh semangat. "Ada dong. Buktinya, kakakku bisa menjalin hubungan baik dengan keluarga Schneiders, dan mereka sudah seperti keluarga."     

Ya jelas saja sudah seperti keluarga, pikir Rune dalam hati sambil berusaha menyembunyikan senyumnya.     

"Ah, beruntung sekali ya," komentar Rose. "Seandainya saja aku sudah mengenalmu lebih cepat, aku bisa menggunakan koneksi kakakmu untuk membuat reservasi di sini... hahahaha. Sebenarnya aku ingin memesan untuk lusa, tetapi tidak ada meja yang tersedia, karena itu aku terpaksa membuat reservasi untuk minggu depan."     

"Oh, benarkah? Apakah kau ingin aku menanyakan kepada kakakku supaya berbicara dengan pemilik hotel dan mengubah reservasimu menjadi lusa?" tanya Rune.     

Diam-diam pemuda itu sangat senang bahwa Rose telah memilih restoran di hotel keluarganya untuk makan malam dengan teman-temannya nanti.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.