The Alchemists: Cinta Abadi

Rose Of Medion (6)



Rose Of Medion (6)

0"Ma.. maafkan aku… sudah merepotkan kalian… tapi mustahil aku bisa menuruni pohon ini…" Helene menggeleng sedih. "Kalian pergi saja tanpaku…"     

"Tapi Helene… tinggal sedikit lagi…" bisik Rose. "Jangan takut.."     

"Maaf.. a-aku takut sekali…" Hellen terisak dan menggeleng-geleng. Ia menarik nafas panjang lalu berbalik hendak kembali ke kamar Rose.     

Peter mendesah pendek.     

"Helene Winter, kembali ke tempatmu dan bersiaplah melompat!" perintahnya tegas. Helene terpaku.     

"Ta-tapi, pohon ini tinggi sekali…"     

"Sekarang aku mau kau percaya padaku. Tutup matamu dan melompatlah karena aku akan menangkapmu…" Peter menatap mata Hellen dalam-dalam. "Aku akan berhasil…"     

 Hellen terdiam beberapa saat lamanya. Rose menatap Peter dengan cemas… Hal yang disarankan Peter itu sungguh berbahaya tetapi Peter tampaknya sangat yakin dengan kemampuannya.     

"Peter... a-aku percaya kepadamu." kata Hellen akhirnya. Ia bersiap di dahan yang paling besar, menutup mata… lalu melompat!     

Hup!     

Peter terhuyung-huyung hampir jatuh tetapi ia berhasil menangkap tubuh Hellen dengan baik. Mereka melonjak-lonjak gembira atas keberhasilan itu dan saling tos sambil tertawa ditahan.     

"Hebat, Peter!"     

"Terima kasih..."     

Mereka berjalan cepat-cepat pergi ke tempat pertemuan yang baru yaitu gudang makanan di mana Jack, George dan Harry sudah menunggu. Bisa dibayangkan betapa kagetnya mereka melihat Helen yang turut datang bersama Peter dan Rose. Jack sampai terlongo dan menunjuk-nunjuk tanpa sanggup bicara.     

"Di.. dia..?" Harry mengerutkan keningnya keheranan.     

"Anggota baru." jawab Peter ringan. "Ayo, beri salam.."     

"Hallo…" sahut ketiganya berbarengan.     

"Perkenalkan, aku Helene Winter.." kata Helene sambil tersenyum manis.     

"Aku Jack Evans, siapa tahu kau lupa teman sekelasmu ini.."     

"Harry Rosenbaum. Aku dari menara barat."     

"George Winslow.. Aku juga dari menara barat."     

Akhirnya tanpa perselisihan, mereka berenam kabur keluar St. John melalui pintu belakang yang biasa dibuka bagi tukang susu dan pengantar sayuran.     

Jalanan desa tampak terang dan ramai karena orang-orang memanfaatkan kesempatan pasar malam yang jarang sekali ada itu sebagai tempat berekreasi dan mengajak anggota keluarganya bersenang-senang.      

Banyak sekali hiburan yang ditawarkan pasar malam itu, dari mulai stand menembak, sulap, peramal, atraksi sirkus, juga berbagai wahana permainan seperti carrusel dan perahu goyang.     

"Sungguh memalukan sekolah melarang murid-muridnya keluar menikmati hiburan rakyat yang meriah ini…" kecam Peter, ia menunjuk ke salah satu stand dan mereka melihat beberapa guru mereka berkumpul dan tertawa-tawa. "Kita harus waspada, jangan sampai terlihat oleh mereka."     

"Kita ke mana dulu?" tanya Rose.     

"Aku mau naik carrusel.." kata Hellen dengan mata berbinar.     

"Aku juga." sambung Harry.     

"Carrusel itu membosankan." gerutu Jack. "Aku mau ke stand peramal... hihi…"     

"George?" tanya Peter. George hanya tersenyum dan mengangkat bahu. "Baiklah, kita berpencar dan bertemu di sini satu jam lagi. Ingat! Misi ini berbahaya, kalau kalian tertangkap kami akan menyangkal punya hubungan dengan kalian…"     

Mereka tersenyum dan mengangguk.     

Harry menemani Hellen menaiki carrusel dan mencoba setiap permainan yang ada di sana. George mengikuti Jack yang mencoba keahlian si peramal yang berdandan misterius. Sekeluarnya dari tenda itu mereka hanya tertawa terpingkal-pingkal.     

Rose dan Peter mencoba keahlian mereka di stand panahan.     

"George itu ngomong-ngomong pendiam, ya. Sikapnya halus dan lemah-lembut." komentar Rose sambil mengelus-elus ujung panahnya. Ia bersiap memanahkan dengan busurnya. "Apakah dia gay?"     

Peter memukul punggung Rose sambil mendelik. "Sembarangan! Tidak semua laki-laki harus terlihat gagah seperti diriku… George itu memang sangat kalem, dia sorang seniman yang hebat dan kurang suka berinteraksi dengan dunia luar. Ibunya yang memaksa dia bersekolah di sini agar bisa bergaul dengan orang lain."     

Rose tertawa terbahak-bahak. "Gagah? Peter, yang benar saja, dong.. hahaha…'     

Peter ikut tertawa. "Itu kenyataan.. haha.."     

Rose menembakkan panahnya dan enam kali berturut-turut kena sasaran membuat penjaga stand keheranan dan terpaksa menyerahkan dua buah boneka padanya.     

Peter menjadi penasaran dan ikut menembakkan panah-panahnya, sayang hanya dua yang kena tepat.     

"Kau.. bagaimana bisa melakukannya?" tanyanya heran. "Semua tembakanmu jitu!"     

"Ah... cuma insting, kok.." jawab Rose ringan. Mereka berjalan menuju stand berikutnya yaitu stand menembak. Lagi-lagi Rose menembak tepat semua sasarannya.     

"Ini bukan insting. Tapi kau memang terlatih melakukannya." kata Peter. "Siapa kau sebenarnya?"     

"Kok bertanya begitu?" Rose bertanya balik.     

Peter berhenti dan menatap Rose minta penjelasan. "Ngomong-ngomong, aku baru sadar bahwa tidak tahu apa-apa tentangmu…"     

Rose mengerutkan kening tak mengerti. "Tidak ada yang istimewa, kok… Aku sering ikut ayahku berburu. Itu saja. Kau mau tahu apa tentangku?"     

Peter mengangkat bahu. "Entahlah…maksudku kau bukan orang Inggris karena aksenmu berbeda…kamu dari negara mana aku nggak tahu…bagaimana kehidupanmu.."     

"Aku dari sebuah negara kecil di dekat Swedia. Nama negaraku adalah Kerajaan Medion, kalau pelajaran Geografimu bagus, kau pasti tahu," kata Rose sambil tersenyum. "Kehidupanku biasa saja, Ayah ibuku sangat baik dan hidupku sebenarnya cukup bahagia…"     

Peter menggeleng. "Aku tidak tahu mengapa kau sekolah di sini dan kenapa kau selalu berusaha agar dikeluarkan—Pagi tadi aku begitu yakin kau serius mau menyerahkan diri tapi akhirnya tidak tega melihat kami ketakutan—aku juga tidak tahu siapa Leon itu…"     

Rose seketika berubah dingin. "Aku juga tidak tahu apa-apa tentangmu dan aku tak perduli."     

Ia berjalan pergi meninggalkan Peter yang tertegun.     

Peter segera menyadari kesalahannya dan berlari mengejar Rose.     

"Hei… dengar, aku tak mau merusak persahabatan kita. Aku minta maaf. Aku tak akan bertanya macam-macam lagi."     

Pandangannya yang penuh kesungguhan membuat Rose tergugah. Ia mengangguk dan tersenyum sedikit.     

"Aku pegang kata-katamu," kata gadis itu akhirnya.     

 Mereka berkumpul kembali dengan para anggota Pengacau Malam lainnya, dan bersama-sama membeli makanan dan beristirahat sebentar sebelum kemudian melanjutkan petualangan. Mereka pulang jam 1 lebih sedikit. Capek, tapi gembira.     

"Wah, terima kasih teman-teman. Malam ini aku sangat gembira." Helene membungkuk khimad. "Dan terima kasih, karena telah menjadikanku bagian dari kalian…"     

Semua menjadi merasa tak enak dan balas mengangguk.     

"Sudahlah Helene, tidak usah sebegitunya… kau oke juga."     

"Kami senang kok kau ikut.."     

 Mereka semua tertawa senang. Peter dan Jack segera mengantar Rose dan Helene ke gedung asrama mereka.     

Kali ini Helene tak berani mengambil resiko naik pohon. Karenanya ia dan Rose berusaha menyelinap lewat tangga. Untunglah semua orang sedang lelap dan tak ada yang memergoki mereka.      

Dengan mengendap-endap mereka berjalan menyusuri lorong asrama dan masuk ke kamar masing-masing.     

Setelah mereka tiba dengan selamat, Helene dan Rose mengibarkan sehelai kain putih dari jendela mereka, memberi tanda kepada Peter dan Jack bahwa mereka selamat.     

Setelah kedua pemuda itu puas, barulah mereka pergi ke asrama mereka. George dan Harry yang tinggal di menara barat juga telah selamat tiba di kamar mereka tanpa gangguan.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.