The Alchemists: Cinta Abadi

Tinggal Bersama (3)



Tinggal Bersama (3)

0"Kau tidak menyukai George?" tanya Rune sepintas lalu. Ia berusaha tidak terdengar cemburu.     

Rose menggeleng sambil tertawa. Ahh.. Rune sangat suka mendengar suara tanya renyah gadis itu. Hatinya terasa sangat hangat ketika mendengar suara tawanya.     

"Tidak. George dan aku bersabahat. Kami teman sekolah sudah cukup lama. Kapan-kapan aku akan memperkenalkanmu kepadanya."     

"Oh... baiklah." Rune merasa sangat lega. Ia senang karena George yang sepertinya cukup dekat dengan Rose ternyata tidak memiliki hubungan romantis apa pun dengannya.      

"Aku senang mendengarnya," kata Rune sambil tersenyum simpul. Rose mengerti apa yang dimaksud oleh pria itu dan ia hanya memutar matanya.     

Setelah Rose menunjukkan kepada Rune sekeliling apartemen loft-nya, mereka berdua lalu duduk di balkon apartemen, menikmati kopi bersama. Dari teras di lantai tujuh itu keduanya bisa melihat pemandangan lingkungan sekitar mereka.     

Kawasan East Village memang sangat menyenangkan. Ada banyak Cafe dan restoran di sekeliling tempat tinggal mereka. Rose menunjukkan beberapa kafe yang sering ia datangi untuk makan siang atau makan malam.     

"Aku tidak bisa memasak," kata gadis itu dengan manja. "Jadi aku terpaksa selalu makan di luar. Kau bisa masak?"     

Dalam hati Rune semakin yakin bahwa Rose memang gadis dari keluarga kaya. Ia bergaul dengan George yang sangat kaya yang memiliki gedung apartemen di Village ini.     

Selain itu, ia juga tidak bisa memasak dan lebih memilih untuk makan di luar setiap hari. Bukankah biaya untuk makan siang dan makan malam di luar, apalagi di daerah seperti di East Village ini sangat mahal? Tentu orang biasa tidak akan sanggup mengeluarkan uang sebanyak itu setiap hari.     

"Kau bisa masak?" tanya Rose lagi kepada Rune.     

Pemuda itu mengangguk. "Bisa, sedikit. Maksudku aku hanya bisa memasak makanan-makanan sederhana."     

Memang benar, Rune dan saudara-saudaranya tidak ada yang jago memasak karena di rumahnya ada ayah mereka, Caspar yang selalu memanjakan mereka dengan makanan enak. Caspar sangat senang memasak dan ia begitu pandai melakukannya.     

Sayangnya, tidak ada satu pun anak Caspar Schneider yang menuruni ketrampilan ayahnya. Mereka lebih senang menikmati makanan enak daripada memasaknya. Tapi, yah, setidaknya Rune bisa memasak beberapa hidangan sederhana seperti misalnya steak atau membuat salad yang sangat gampang.     

"Kalau kau makan di luar setiap hari bukankah biayanya akan sangat mahal?" tanya Rune berusaha menyelidiki tentang Rose lebih lanjut.     

Gadis cantik itu hanya mengangkat bahu. "Ya, memang seperti itu. Untungnya, aku masih punya sedikit tabungan jadi aku tidak kelaparan."     

"Oh..." Rune mengangguk paham. Ia merasa hidup Rose sangat boros.     

"Aku selalu makan di luar karena aku tinggal sendirian, tetapi kalau kau tidak mampu untuk selalu makan di luar bersamaku, kita bisa mencoba untuk memasak makanan sederhana," kata Rose buru-buru saat melihat ekspresi wajah Rune yang tampak prihatin. "Aku tidak ingin kau menghabiskan banyak uang hanya untuk makan bersamaku."     

"Baiklah, aku suka itu," kata Rune. Aku akan membuat daftar makanan apa saja yang bisa aku masak dan selebihnya kita bisa makan di luar. Jadi kita tetap bisa berhemat."     

"Terima kasih," kata Rose sambil tersenyum.     

"Oh, ya, Rose... Kau tadi bilang akan bercerita tentang George. Sebenarnya kau bertemu dia di mana? Kau bilang kalian adalah teman sekolah. Apakah kau bersekolah di Texas sehingga bisa bertemu dengannya?"     

Rose tertawa kecil, "Oh, bukan. Kami berteman saat masih sekolah di sebuah sekolah asrama di London." Saat Rose menyebutkan nama sekolahnya, Run tertegun. Ia pernah mendengar nama sekolah itu sebelumnya.     

Ini adalah sekolah khusus untuk anak-anak orang sangat kaya. Muridnya berasal dari berbagai negara di dunia, dari Amerika dan Eropa. Selain anak-anak orang sangat kaya, di sana juga banyak anak bangsawan.      

Apakah Rose juga termasuk dalam kalangan orang-orang seperti itu? Rune memperhatikan penampilan Rose baik-baik. Pakaian gadis ini memang terlihat sangat biasa, tetapi sikapnya sangat berkelas.      

Kemungkinan besar memang ia adalah gadis dari kalangan atas.     

Lalu, mau apa gadis kalangan atas mencari kekasih pura-pura selama setahun?     

"Kudengar sekolah itu adalah sekolah yang sangat elit, hanya untuk orang-orang kalangan atas," kata Rune sesat kemudian. "Apakah keluargamu juga berasal dari kalangan atas?"     

Pertanyaan Run barusan sangat blak-blakan. Rose menatap laki-laki itu agak lama seolah berusaha menimbang apakah ia harus menjawab jujur atau tidak.     

Akhirnya gadis itu mengangguk. "Bisa dibilang seperti itu keluargaku cukup berada."     

"Aku sudah menduganya," kata Rune. "Maksudku, ada begitu banyak petunjuk yang membuatku mengira kau adalah gadis kalangan atas. Tapi aku sangat heran, kenapa kau mengenakan pakaian yang biasa saja."     

"Pakaian biasa?" Rose tampak tidak mengerti. Ia lalu melihat ke arah pakaiannya dan baru mengerti apa yang dimaksud Rune.     

"Oh.. maksudmu pakaianku ini?" Gadis cantik itu mengangkat bahu. "Aku hanya membeli pakaian seperti ini untuk datang ke acara kencan bersama pria-pria yang kutemui dari aplikasi dating online. Aku tidak ingin mereka langsung tahu bahwa aku berasal dari keluarga berada. Aku ingin menghindari lelaki yang hanya menginginkan kekayaan keluargaku."     

Rune batuk-batuk mendengar jawaban Rose.     

"Masuk akal," kata pemuda tampan itu. "Berarti aku lulus ujian pertama karena aku tidak mempedulikan apakah kau berasal dari keluarga kaya atau bukan."     

Rose mengangguk. "Tapi karena kita sekarang sudah tinggal bersama, kurasa aku tidak perlu berpura-pura lagi dengan mengenakan pakaian sederhana. Kau akan lihat, bahwa pakaian yang ada di lemariku semua isinya bagus-bagus... hehehe."     

Rune menelan ludah. ia teringat pada pakaiannya sendiri yang ada di dalam tas ranselnya. Semua adalah pakaian baru yang berharga murah. Ia tidak mengira ternyata Rose adalah gadis dari kalangan atas. Ternyata sia-sia saja ia berpura-pura miskin.     

Duh.. apakah sebaiknya ia sekarang membuka jati dirinya dan tidak lagi berpura-pura miskin?     

Ah, tapi, Rose masih belum memberi tahu siapa dia sebenarnya. Ia hanya mengakui bahwa keluarganya kaya.      

Rune merasa berkonflik dengan dirinya sendiri. Di satu sisi, tentu akan sangat menyenangkan dapat menjadi dirinya sendiri di depan gadis yang ia sukai.     

Tetapi, di sisi lain.. Rose juga masih menyimpan sejuta misteri. Dari satu informasi yang ia singkapkan, masih ada sepuluh misteri lainnya yang belum terkuak.     

"Kau sendiri, bagaimana dengan sekolahmu?" tanya Rose, mengalihkan pembicaraan. "Kudengar kau pernah bekerja sebagai guru, tetapi sekarang kau sedang menulis buku. Kedengarannya menarik. Kau dulu sekolah di mana?"     

Rune batuk-batuk mendengar pertanyaan Rose. Para keponakannya memang pandai. Mereka membuat profilnya begitu fleksibel dan ambigu, sehingga Rune dapat menjadi apa saja di depan Rose.     

Memang, seorang guru yang kini menjadi penulis adalah pekerjaan yang terlihat lebih terhormat daripada seorang 'pengangguran tidak jelas yang senang meneliti hal-hal aneh'.     

"Aku sekolah biasa saja di Stuttgart," kata Rune mengelak. Aku pernah menjadi guru selama dua tahun, dan kemudian berhenti sementara untuk melihat dunia. Ada seorang teman yang membutuhkan asisten untuk menemaninya meneliti beberapa tanaman hutan hujan tropis yang memiliki khasiat pengobatan. Aku kemarin menemaninya selama dua minggu di Amazon."     

"Wow! Amazon! Keren sekali..." seru Rose dengan antusias.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.