The Alchemists: Cinta Abadi

[Bonus chapter]Alasan Sebenarnya Rose Tidak Menghubungi Rune (1)



[Bonus chapter]Alasan Sebenarnya Rose Tidak Menghubungi Rune (1)

0"Maaf...? Maaf untuk apa?" Rune bertanya kepada Rose. Ia tidak mengerti kenapa Rose harus meminta maaf.     

Jadi, Rune akhirnya menyadari bahwa ia telah salah memahami Rose. Rune mengira bahwa Rone sudah memaafkan Leon dan kembali bersamanya, dan itulah sebabnya ia tidak pernah menelepon Rune kembali.     

Ketika Leon melepaskan gelar kerajaannya dan mengundurkan diri dari semua tugas kerajaannya, Rune mengira itu karena Rose menuntutnya darinya.     

Namun, bukan salah Rose juga sehingga Rune menjadi salah paham. Ia yang tidak pernah mencoba menelepon gadis itu dan menanyakan bagaimana keadaannya.     

Mungkin sesuatu yang besar terjadi dan Rose tidak bisa menghubunginya... dan setelah beberapa saat, ia menjadi canggung untuk menelepon Rune karena mereka sudah lama tidak berbicara satu sama lain.     

Rune seharusnya tidak memikrkan gengsinya dan menunggu Rose yang menelepon. Ia juga sebenarnya bisa mengambil inisiatif.     

Astaga.. gengsi memang benar-benar sifat terburuk seorang pria.     

"Maaf, seharusnya aku meneleponmu," kata Rose. "tapi aku tidak melakukannya."     

"Oh ..." Rune menggaruk kepalanya dan mengangguk. "Aku heran juga memikirkannya... kenapa kau tidak menelepon."     

"Bisakah kita duduk di suatu tempat?" Rose bertanya kepada lelaki itu. "Orang-orang melihat ke arah kita."     

Dari sudut matanya, Rose dapat melihat orang-orang mulai menatap mereka. Keduanya memang sangat menarik perhatian orang, seperti yang biasanya terjadi pada orang yang sangat rupawan.     

Seorang wanita yang sangat cantik atau pria yang tampan akan membuat orang menoleh dua kali, tetapi kalau keduanya bersama-sama, mereka entah bagaimana akan membuat mereka terlihat jauh lebih menarik lagi dan membuat orang-orang tidak dapat mengalihkan pandangan dari mereka.     

Inilah yang terjadi setelah Rune berdiri di depan Rose dan mereka mulai berbicara dengan serius. Orang-orang di sekitar mereka bertanya-tanya apa yang dibicarakan dua orang rupawan ini.     

Dan setelah mereka perhatikan, banyak orang yang mengenali Rose dari situs gosip sebagai wanita yang menjadi orang ketiga dalam pernikahan putra mahkota Medion dengan istri yang baru ia nikahi.     

Rose bisa merasakan semua mata tertuju kepadanya dan hal itu membuatnya merasa tidak nyaman. Jadi, ia menyarankan agar mereka duduk di suatu tempat dan menghindari pandangan orang-orang itu.     

"Tentu. Kau mau duduk di mana?" Rune bertanya. "Aku baru pertama kali datang ke tempat ini."     

Biasanya Rune tidak datang untuk melihat pameran seni. Ini adalah yang pertama kali untuknya. Jadi, ia tidak tahu di mana tempat yang baik bagi mereka untuk duduk dan berbicara.     

Astaga... jantungnya berdebar dan dia merasa dadanya mengembang. Melihat Rose lagi dan mengetahui fakta bahwa gadis itu tidak benar-benar rujuk dengan Leon membuatnya sangat bahagia.     

Rune menjadi berbunga-bunga.     

"Yah.. ada kafe yang bagus di luar gedung ini," kata Rose. Dia tadi melihat bahwa Rune datang bersama ketiga remaja keponakannya. Maka, Rose memiringkan wajahnya ke arah mereka. "Apakah mereka membawa pengawal?"     

Rune mengangguk. "Ya, mereka ada di suatu tempat di sekitar sini. Aku yakin mereka mengawasi anak-anak dengan tidak mencolok."     

"Kau bisa memberi tahu mereka kemana kita akan pergi, atau kau juga bisa membawa mereka bersama kita. Terserahmu saja."     

Rune tidak perlu diminta dua kali. Ia lalu melambai kepada para keponakannya dan meminta mereka untuk datang.     

"Hei ... bibi Rose, apa kabar?" Summer tersenyum lebar saat melihat Rose berdiri bersama Rune. "Aku datang untuk melihat lukisanmu. Sangat indah."     

"Hah? Kau tahu Rose akan ikut pameran dan memamerkan karyanya di sini?" Rune mengerutkan alisnya dan menatap gadis remaja itu dengan seksama. Entah bagaimana, ia merasa curiga bahwa, seperti kencan butanya yang pertama dengan Rose, para remaja itu juga mengatur agar ia bertemu Rose di pameran lukisan.     

"Ya, aku bisa membaca," kata Summer polos. "Kan nama-nama peserta pameran ditulis di brosur. Jad aku pikir paman sudah tahu."     

"Uhm.. tidak," Rune tampak bersalah. Ia baru menyadari bahwa ia sama sekali tidak memeriksa brosur pameran seni ini untuk melihat siapa pelukis yang ambil bagian dalam pameran. Ah... kalau saja dia melakukan itu, dia pasti sudah akan tahu bahwa Rose akan ada di sini.     

Pemuda itu menyipitkan matanya dan menatap para keponakannya dengan tatapan bertanya. Summer dan kedua sepupunya menghindari tatapan Rune dengan berbicara kepada Rose, bertingkah polos.     

"Ya, kami menikmati pamerannya. Sangat menyenangkan," kicau Ireland juga.      

"Wah... terima kasih," Rose sangat senang melihat antusiasme mereka. Ia lalu menunjuk Rune. "Paman kalian dan Bibi Rose sudah lama tidak bertemu. Jadi, kami berpikir untuk mencari kafe yang bagus untuk duduk dan mengobrol. Maukah kalian bergabung dengan kami?"     

"Ah.. terima kasih," jawab Summer sambil tersenyum, tapi kemudian dia menggelengkan kepalanya. "Aku masih harus menulis makalahku. Jadi, aku harus tinggal di sini dan melihat lebih banyak karya seni. Bibi bisa pergi berdua saja dengan paman. Kalau nanti kami sudah selesai, kami akan datang menemui kalian."     

"Baiklah. Selamat bersenang-senang yaa..." kata Rune kepada Summer, Ireland, dan Scotland. "Rose dan aku akan pergi ke kafe di luar gedung ini dan mengobrol."     

"Tentu. Sampai jumpa lagi," kata Ireland, dibantu oleh Summer dan Scotland.     

Rose dan Rune bertukar pandang dan kemudian tersenyum. Mereka berdua saling memahami bahwa para remaja itu sengaja membiarkan mereka menghabiskan waktu bersama tanpa gangguan.     

"Haruskah kita pergi sekarang?" Rune bertanya.     

"Ya," jawab Rose.      

Pria itu mengulurkan tangannya untuk memegang tangan Rose tetapi kemudian ia langsung teringat bahwa mereka bukan lagi kekasih pura-pura. Jadi, ia menarik tangannya. Pria itu tersenyum canggung dan menunjuk ke pintu keluar.     

"Ayo..." katanya kikuk.     

Mereka berjalan di luar gedung di bawah tatapan penuh harapan dari tiga remaja.     

"Aku berharap mereka menyelesaikan masalah mereka dan mulai berkencan," kata Summer sambil menghela nafas. Kemudian, ia beralih kepada sepupunya. "Paman Rune dan Bibi Rose terlihat sangat serasi, bukan?"     

Kedua remaja laki-laki itu mengangguk. "Memang."     

***      

Rune dan Rose mendapat meja di bagian paling tersembunyi dari kafe untuk memberi mereka privasi. Setelah pelayan mencatat pesanan mereka, keduanya duduk diam, saling memandang tanpa kata-kata.      

Rune sangat merindukan Rose, tetapi ia tahu diri. Ia bukan kekasih sungguhan Rose dan perannya berakhir ketika ia meninggalkan Rose di Medion.     

Juga, mereka sudah tidak berkomunikasi selama berbulan-bulan. Sulit untuk bertindak seolah-olah tidak ada yang terjadi dan mereka bisa kembali seperti dulu dengan begitu saja.     

"Apa kabarmu?" Akhirnya, Rune memutuskan untuk mencairkan suasana. "Apakah kau baik-baik saja?"     

Rose mengangguk. "Ya. Aku baik-baik saja. Aku menyibukkan diri dengan pekerjaanku. Bagaimana denganmu?"     

"Oh, seperti biasa. Aku pergi ke Kutub Selatan dengan pamanku. Selain itu, tidak ada yang istimewa terjadi..."     

"Kedengarannya seru!"     

"Ya, memang."     

Kemudian suasana kembali menjadi hening.     

Pelayan datang dengan minuman mereka tidak lama kemudian. Kopi panas untuk Rune dan Teh panas untuk Rose. Mereka mulai menyesap minuman mereka dan perlahan-lahan keduanya merasa lebih santai untuk membicarakan hubungan mereka.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.