The Alchemists: Cinta Abadi

Aku Senang Kau Pulang



Aku Senang Kau Pulang

0"Oh, Rose..." Rune tidak bisa menahan perasaannya lagi. Dia bangkit dari tempat duduknya dan mendekati gadis itu, menariknya ke pelukannya, dan memeluknya erat-erat. "Tolong jangan bilang aku terlalu baik untukmu. Aku mencintaimu. Aku harap kau tahu itu."     

Rose mulai terisak pelan ketika tubuh mereka bersentuhan dan ia mendengar suara menenangkan Rune. Laki-laki ini tidak membencinya karena ia sama sekali tidak memberi kabar selama berbulan-bulan?     

Rune bilang ia mengerti apa yang Rose rasakan?     

Rose mendongak dan melihat wajah pria itu yang hanya beberapa inci dari wajahnya. Matanya tampak lembut dan senyumnya melengkung indah di wajahnya, membuat Rune terlihat sangat hangat dan penyayang.     

Rose tidak percaya Rune masih memperlakukannya dengan baik, seolah-olah Rose sama sekali tidak melakukan hal yang buruk.     

Padahal Rose sama sekali tidak memberi kabar untuk waktu yang cukup lama.     

Laki-laki lain biasanya akan merasa egonya disinggung jika seorang wanita melakukan hal seperti itu kepada mereka.     

Benar, kan?     

"Ke-kenapa...?" Akhirnya, hanya itu yang bisa ditanyakan Rose. "Kenapa kau mencintaiku? Kau bisa mendapatkan wanita mana pun yang kau inginkan... Kau ini pandai, kaya, dan kau juga memiliki kepribadian yang baik. Wanita mana pun pasti ingin menjadi kekasihmu."     

Rose khawatir jika Rune sebenarnya adalah laki-laki tidak normal yang tertarik pada wanita rusak. Mungkinkah itu sebabnya ia bisa tertarik kepada Rose.     

Dengan pikiran seperti itu, Rose menatap Rune dalam-dalam, mencoba melihat apakah ada hal yang berbeda atau aneh dalam cara menatapnya.     

Tidak ada.     

Rose hanya melihat kelembutan, pengertian, dan penerimaan dalam ekspresi Rune.     

Rasanya sangat sulit percaya bahwa laki-laki ini benar-benar mencintainya.     

Rune menjawab sambil tersenyum. "Kenapa tidak?"     

Ia tidak ingin berbicara lebih jauh dan mengatakan bahwa Rose itu cantik, baik, menarik, dan sebagainya. Apa gunanya? Rose tidak akan percaya pada kata-katanya.     

Harga diri gadis itu telah hancur oleh apa yang ia alami di masa lalu. Rune perlu menunjukkan kepada Rose, bahwa dirinya layak, tidak hanya mengatakannya dengan kata-kata. Karena itu, Rune menarik dagu Rose lebih dekat dan mendaratkan ciuman yang mesra di bibirnya.     

Perbuatan lebih baik daripada ucapan. Tepat pada saat itu, Rose menyadari bahwa ia telah mendapatkan semua jawaban yang ingin ia ketahui. Lututnya tiba-tiba terasa menjadi lemah saat ia masuk dalam rengkuhan Rune.     

Pria itu memeluknya lebih erat dan menahan pinggangnya dengan satu tangan, sementara tangan lainnya menahan punggung Rose dan mengusap rambutnya dengan penuh kasih sayang.     

Rose membalas ciumannya. Keduanya tidak peduli dengan lingkungan sekitar mereka karena reuni ini memenuhi hati mereka dengan begitu banyak kegembiraan.     

"Ya ampun... kau tidak tahu, betapa bahagianya aku hari ini," cetus Rune ketika dia dengan enggan melepaskan bibirnya dari bibir Rose. "Aku sangat senang karena ternyata aku bersikap sebagai paman yang baik bagi para keponakanku. Aku setuju untuk menemani mereka untuk datang melihat-lihat pameran ini ... Aku mendapat upah bisa bertemu lagi denganmu."     

Rose tertawa kecil mendengarnya.     

"Kau memang paman yang baik. Juga laki-laki yang baik." Gadis itu menatap Rune dalam-dalam. "Dan aku merasa beruntung karena menerima tawaran itu untuk berpartisipasi dalam pameran ini. Aku bisa bertemu denganmu dan..."     

Ia menundukkan wajahnya. Rune menarik dagu Rose dengan lembut dan tersenyum kepadanya. "Tidak, Rose... akulah yang beruntung."     

Gadis itu akhirnya tersenyum kembali dan menggelengkan kepalanya. "Rune Schneider. Apakah kita benar-benar akan memperebutkan siapa yang paling beruntung di antara kita?"     

"Ahahaha... tidak, kau bisa memenangkan yang ini," jawab Rune. Suaranya terdengar lega. Dia menggenggam tangan Rose dan berbicara dengan lembut. "Jadi... apakah ini berarti, kita bisa memulai dari awal?"     

"Ya..." Rose tersenyum malu-malu. "Kalau kau masih menginginkannya."     

"Aku mau," jawab Rune. Dia menarik Rose untuk duduk di sampingnya sehingga ia tidak harus melepaskan pegangan tangannya. "Haruskah kita melanjutkan hubungan kita?"     

"Aku suka itu," kata Rose. "Di mana kau tinggal sekarang?"     

Ketika mereka berpura-pura menjadi pasangan kekasih, Rose meminta Rune untuk tinggal bersamanya. Namun, setelah perjalanan mereka ke Medion, Rune tidak pernah kembali ke apartemen loft tempat Rose tinggal.     

Gadis itu bertanya-tanya apakah sekarang Rune sedang menginap di tempat kakak perempuannya atau menginap di hotel.     

Sekarang Rose sudah tahu keluarga Rune memiliki jaringan hotel terbesar di dunia. Itu juga sebabnya mengapa mereka bisa dengan mudah bisa makan di The Lily tanpa reservasi sebelumnya.     

"Aku tinggal di rumah keluarga Linden," Rune menjelaskan. "Aku baru saja tiba beberapa hari yang lalu."     

"Oh..." Rose mengangguk. "Bagaimana kabarmu? Bagaimana kabar ibumu? Bagaimana liburan akhir tahun keluarga kalian? Apakah semuanya baik-baik saja?"     

"Ahaha... kau punya begitu banyak pertanyaan, tapi aku ingin menjawab semuanya. Bagaimana menurutmu jika kita membicarakannya saat makan malam?" Pria itu bertanya kepada Rose. "Aku juga ingin tahu bagaimana kabarmu. Aku tidak membaca berita di media sama sekali setelah berita itu menyebar karena... aku cemburu dan aku tidak bisa memaksa diriku untuk membaca lebih banyak berita tentang hubunganmu dengan Leon."     

Rose mengangguk mengerti. "Yah, aku ingin bertemu denganmu dan bertukar kabar. Jadi... di mana kita harus makan malam?"     

Ada beberapa tempat di mana mereka bisa makan malam yang memiliki makna penting bagi Rune dan Rose, seperti kafe di East Village tempat mereka kencan buta pertama kali... atau The Lily tempat mereka makan malam yang layak dan mewah untuk pertama kalinya.     

Mereka masih ingat, setelah makan malam romantis di "The Lily" keduanya kemudian berciuman untuk pertama kali.     

Atau... mereka juga bisa pergi makan ke...     

"Bagaimana kalau makan malam di tempatku saja?" Rose bertanya kepada Rune dengan senyum tipis. "Beberapa bulan terakhir ini aku menghabiskan begitu banyak waktu untuk belajar memasak karena aku tidak ingin bertemu siapa pun. Jadi aku menyibukkan diri di dapur untuk mencari kesibukan. Sekarang aku sudah bisa memasak. Jadi saya tidak keberatan memasak untuk makan malam."     

Rune mendecakkan lidahnya dengan gembira ketika dia mendengar tawaran itu. Ya... makan malam di tempat Rose akan terasa sempurna.     

Bukannya ia ingin melihat seberapa bagus keterampilan memasak Rose sekarang, tetapi ia merasa bahwa dengan Rose mengundangnya kembali ke apartemennya ini menunjukkan bahwa mereka benar-benar melanjutkan hubungan mereka seperti di waktu terakhir kali mereka berjumpa.     

"Yah... aku setuju. Makan malam di tempatmu terdengar bagus. Aku juga bisa membantu memasak," kata Rune. Ia berdeham dan melanjutkan. "Aku sebenarnya belum benar-benar membongkar tas koperku sejak aku tiba di New York beberapa hari yang lalu. Apakah kau keberatan kalau aku datang membawa koperku?"     

Ia mengedipkan matanya dan tersenyum sangat manis, sehingga Rose tidak bisa menahan tawa.     

"Ya. kau boleh membawa kopermu," Rose akhirnya mengangguk dan menjawab. Ia kemudian menambahkan, "Aku senang kau pulang."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.