The Alchemists: Cinta Abadi

Maafkan Aku



Maafkan Aku

0Rune tidak dapat mengatakan apa-apa selama beberapa saat. Ia masih tidak percaya bahwa wanita cantik di hadapannya adalah Rose.      

"Halo?" Ketika Rose berbicara lagi, akhirnya pria itu teralihkan dari lamunannya. Dia mengerjap-kerjapkan matanya dan menatap Rose dengan penuh perhatian.     

"Aku datang bersama para keponakanku untuk melihat pameran," katanya. "Apa yang kau lakukan di sini?"     

Rose tersenyum dan memiringkan kepalanya ke arah lukisan di dinding. "Itu lukisanku."     

"Oh.. tidak heran, rasanya cukup familiar," cetus Rune. "Jadi, itu lukisanmu."     

"Ya. Aku ditawari untuk mengikuti pameran ini dalam waktu singkat. Peter memberikan namaku kepada kurator pameran," jelas Rose. "Aku bersyukur. Antusiasme pengunjungnya cukup bagus."     

"Kau pantas mendapatkannya," kata Rune dengan tulus. Ia lalu mengarahkan pandangannya ke sekeliling ruangan, mencoba melihat apakah ia dapat mengenali lukisan lain karya Rose. "Apakah kau memiliki lukisan lain yang juga dipamerkan?"     

"Ya. Aku punya lima lagi," jawab Rose. "Apakah kau ingin melihat mereka?"     

Rune mengangguk. "Tentu."     

Dengan sudut matanya, ia bisa melihat Ireland dan Scotland, bersama dengan Summer sedang sibuk mencatat karya-karya seni yang dipamerkan. Jadi, ia memutuskan untuk mengikuti Rose berjalan di sekitar galeri. Gadis itu menunjukkan kepadanya lima lukisan lagi yang dipajang di tembok.     

Yang pertama adalah istana kerajaan Medion yang terlihat dari atas sebuah bukit. Yang kedua adalah sebuah jalan kecil yang dikenali Rune sebagai bagian dari Kota Tua di Bacilia, tidak jauh dari restoran milik keluarga Rose.      

Ah, Rune merasa senang karena ia telah mengunjungi kampung halaman Rose sehingga ia bisa mengenali tempat-tempat atau berbagai elemen dari lukisannya.      

Yang ketiga adalah katedral Bacilia yang megah. Lukisan keempat menunjukkan suatu malam di pantai indah yang dipenuhi dengan kilauan cahaya bioluminescent, yang mengingatkan Rune pada pantai di Maladewa yang tampak bercahaya di malam hari.     

"Di mana ini?" Ia bertanya kepada Rose dengan penuh minat.     

"Oh.. ini pantai di Bacilia," jelas Rose. "Sebenarnya, kita pernah berkunjung ke sana..."     

"Benarkah? Aku tidak ingat kita pernah ke pantai yang bercahaya," Rune mengerutkan alisnya, mencoba mengingat pantai yang dia kunjungi bersama Rose.      

"Itu karena kita pergi ke sana pada siang hari. Salah satu pantai yang kita kunjungi adalah pantai yang memiliki pasir bercahaya dan kau bisa melihat cahayanya jika kita datang pada malam hari," kata Rose lagi. "Aku lupa memberitahumu tentang itu."     

"Whoaaa... cantik sekali," cetus Rune. "Aku berharap suatu hari nanti aku bisa melihatnya."     

"Bisa kok" ucap Rose sambil tersenyum. "Bukankah kau bisa tinggal pergi saja ke sana?"     

"Yah ..." Rune terdiam ketika ia mendengar kata-kata Rose. Itu benar. Rune bisa saja pergi ke Bacilia lagi dan mengunjungi pantai itu di malam hari.     

Namun, untuk apa ia pergi ke sana? Jika ia tidak dapat pergi ke pantai itu dengan Rose, apa gunanya?  Benar, kan?     

Rose sepertinya menebak apa yang dipikirkan pria itu, sehingga ia mengubah topik pembicaraan. "Bagaimana kabar orang tuamu? Apakah mereka baik-baik saja?"     

Rose ingat Rune mengatakan ibunya yang setengah baya sedang hamil. Jadi, Rose ingin tahu apakah ibu Rune sekarang baik-baik saja. Hamil di usia yang lebih tua memiliki banyak risiko kesehatan, jadi ia ingin menunjukkan bahwa dia peduli.     

"Mereka baik-baik saja. Aku baru bertemu mereka saat liburan akhir tahun. Semuanya sehat," jelas Rune. Ia lalu menatap Rose dalam-dalam dan bertanya tentang keluarganya juga, hanya untuk bersikap sopan, karena gadis itu sudah bertanya tentang orang tuanya. "Bagaimana dengan keluargamu?"     

"Yah, kedua orang tuaku sehat. Itu saja, aku sudah bersyukur," kata Rose.     

"Ah, aku senang mendengarnya." Rune mengangguk. Tiba-tiba, ia teringat berita yang menghebohkan internet beberapa minggu lalu.     

Leon membuat pernyataan publik yang mengejutkan dan sekarang dia telah mengundurkan diri dari semua tugas kerajaannya sementara pernikahannya dengan Anne sedang dalam proses dibatalkan.     

Itu artinya, setelah semuanya selesai, Rose bisa memiliki Leon lagi sepenuhnya. Cinta mereka akhirnya akan berakhir bahagia.     

Nah.. pemikiran itu membuat batin Rune menjadi sedih. Haruskah ia memberi selamat kepada Rose untuk ini? Atau...     

Rune ingin menunjukkan kepada Rose bahwa ia adalah seorang pria terhormat dan bahwa ia ikut merasa bahagia untuknya. Jika itu adalah pilihannya untuk kembali ke pelukan Leon, maka itu berarti antara dia dan Rune tidak ada lagi yang perlu dibicarakan.     

"Berapa lama kau akan berada di New York?" Akhirnya, Rune memutuskan untuk megalihkan pembicaraan. Karena Rose ada di sini hanya untuk pameran, dia pasti akan pulang ke Medion setelah pameran berakhir, kembali ke pelukan Leon.     

Pikiran ini membuatnya merasa pahit, tetapi Rune bisa menahan senyum di wajahnya.     

Rose mengedipkan matanya saat mendengar pertanyaan itu. Kemudian, dia tertawa gugup. "Aku tinggal di sini. Jadi..."     

"Hah?"     

Rune memiringkan kepalanya dan menatap Rose dalam-dalam. Apa dia bilang? Dia tinggal di sini? Apakah ini berarti Rose dan Leon memutuskan untuk pindah ke New York City setelah Leon mengundurkan diri dari tugas kerajaannya?     

Astaga... Rune merasa hatinya sakit. Dia tidak ingin bertemu mereka ketika dia berada di New York. Jadi, jika Rose dan Leon benar-benar pindah ke sini, New York akan menjadi tempat terlarang baginya.     

Duh.     

"Kenapa ekspresimu begitu?" Rose bertanya kepada Rune dengan terbata-bata. Dia telah melihat pria itu tampak tidak nyaman dan menganggap dia tidak suka melihatnya lagi dan terutama fakta bahwa Rose akan tinggal di New York secara permanen. Jadi, apakah ini berarti dia tidak ingin melihat Rose di kota ini?     

"Tidak ada," Rune berbohong. "Ada apa dengan wajahku?"     

"Sepertinya kau tidak senang mengetahui bahwa aku sekarang tinggal di New York," kata Rose terus terang. "Itukah sebabnya? Apakah kau benci melihatku jika kita bertemu satu sama lain di kota ini?"     

"..." Rune tidak bisa berbohong lagi. Jadi, dia memilih untuk tidak mengatakan apa-apa.     

"Yah, jangan khawatir. New York adalah kota besar. Kurasa kita tidak akan sering bertemu," Rose mengerucutkan bibirnya. Ekspresinya tampak terluka dan ini membuat Rune merasa sangat tersentuh. Rose lalu menambahkan, "Dan jika kita bertemu satu sama lain secara kebetulan, aku akan menyingkir dari jalanmu. Kau bahkan tidak akan tahu aku ada di sini."     

Rose tersenyum pahit lalu berbalik meninggalkan pria itu. Sebelum dia bisa pergi, Rune tiba-tiba angkat bicara.     

"Rose, aku bukan orag tidak punya yang bisa bertindak seolah-olah tidak ada yang terjadi di antara kita ketika aku bertemu denganmu dan Leon di New York.."     

Langkah Rose terhenti ketika dia mendengarnya berbicara. Alisnya berkerut dan kemudian wanita cantik itu berbalik. Dia berjalan lebih dekat ke Rune dan menatapnya dalam-dalam.     

"Kenapa kau pikir kau akan bertemu denganku dan Leon di New York?" ia bertanya kepadanya. "Apakah kau mengira ia tinggal di sini?"     

"Bukankah begitu?"     

Rose menggelengkan kepalanya. "Aku tidak tahu di mana dia."     

"Apa?" Rune menjadi sangat bingung. Dia bergumam, "Aku tidak mengerti."     

Rose menatap pria itu sebentar, untuk membaca ekspresinya dan kemudian kesadaran muncul di benaknya. Wanitu itu lalu menyentuh bahu Rune dengan lembut. "Apakah menurutmu aku kembali dengan Leon dan sekarang dia tinggal bersamaku, di sini di New York?"     

Rune merasa tenggorokannya kering dan suaranya terdengar sangat serak ketika dia menjawab pertanyaan Rose. "Aku membaca berita ..."     

Rose menghela nafas dan menundukkan kepalanya. Dia sekarang mengerti mengapa Rune bertindak seperti ini. Itu semua salahnya.     

"Maafkan aku," bisiknya dan perlahan dua tetes air mata jatuh ke pipinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.