The Alchemists: Cinta Abadi

Makan Malam Bersama Rose



Makan Malam Bersama Rose

0Rune lama memikirkan bagaimana sebaiknya ia dapat membuka rahasianya kepada Rose. Angin dingin yang bertiup menyentuh pipinya sama sekali tidak dirasakannya karena pikirannya dipenuhi berbagi skenario.     

Barulah saat terdengar langkah kaki Rose menuruni tangga mezzanine, Rune tergugah dari lamunannya. Ia berbalik dan melihat Rose berjalan turun menghampirinya.     

"Kau cantik sekali," komentar Rune dengan senyum lebar di wajahnya. Ia melihat Rose mengenakan pakaian santai namun tetap  membuatnya terlihat cantik.     

"Selamat malam, meja untuk berapa orang?" tanya seorang pelayan begitu mereka memasuki brasserie.      

"Dua orang," kata Rune dengan ramah.     

"Baik. Silakan duduk, Tuan dan Nona."      

Ia membawa mereka ke salah satu meja yang kosong. Rune menarik kursi untuk Rose lalu duduk di sampingnya. Sang pelayan pun mengulurkan menu.     

"Apakah Anda mau memesan minuman dulu sambil memutuskan makanan yang ingin Anda nikmati malam ini?"     

"Red wine untukku," kata Rose, kemudian ia menoleh kepada Rune. "Kau mau apa?"     

"Aku juga," Rune mengangguk kepada sang pelayan.      

"Baik. Saya akan kembali dengan minuman dan pastry sementara Anda berdua memilih hidangan dari menu."     

Sang pelayan pergi dan muncul kembali sepuluh menit kemudian dengan nampan berisi dua gelas red wine dan sekeranjang roti.      

"Silakan," katanya sambil menaruh gelas wine dan roti di meja. Ia kemudian juga menata letak sendok, garpu dan pisau. "Apakah Anda mau memesan makanan sekarang?"     

"Ya," kata Rune. Ia menyebutkan beberapa menu sebagai hidangan pembuka, hidangan utama, dan penutup. Rose juga menyebutkan pesanannya. Sang pelayan mencatat dengan teliti dan kemudian mengulangi pesanan mereka untuk memastikan ia sudah mencatat dengan baik.     

"Itu saja?" tanyanya setelah mengonfirmasi pesanan keduanya.     

"Itu saja," jawab Rose.     

"Baiklah. Terima kasih, Nona. Saya akan segera kembali"     

Sang pelayan menerima kedua menu dari Rose dan Rune lalu segera masuk ke dalam untuk menyerahkan pesanan mereka kepada chef. Setelahnya hanya tinggal Rune dan Rose berduaan.      

Sambil menunggu pesanan mereka tiba, keduanya menikmati pastry yang disajikan oleh pelayan sambil mengobrol. Mereka membahas tentang respons pengunjung pameran yang diikuti Rose dan apa rencananya ke depan.     

"Oh, pamerannya lumayan sukses. Padahal sekarang masih musim dingin, tetapi cukup banyak orang yang mau berkunjung," kata Rose sambil tersenyum lebar. "Aku senang sekali."     

"Ini kan pameran bersama ya?" tanya Rune. "Kau mau coba adakan pameran tunggal?"     

"Ah.. belum bisa," Rose tertawa. "Karyaku belum banyak. Untuk bisa mengadakan pameran tunggal aku perlu minimal 20 karya. Mungkin beberapa tahun lagi…"     

"Ahh, benar juga." Rune mengangguk-angguk. "Kau mau terus tinggal di New York dan berkarya? Kau juga bisa melukis di Swiss kan? Misalnya kalau aku mau mengajakmu jalan-jalan, kau masih bisa berkarya."     

"Bisa," Rose menatap Rune dengan binar di matanya. "Aku akan memulai langkah dari sini dengan membuat lukisan terbaikku satu persatu. Jika sudah siap mungkin aku bisa mempertimbangkan undangan Lady Lauder waktu dulu yang mengajak memamerkan lukisanku padanya. Beliau memiliki galeri seni terbesar di Medion dan bahkan di seluruh Eropa."     

Setiap kali membicarakan tentang karya seni, ekspresi Rose terlihat menjadi lebih ceria dan bahagia.  Hal ini membuat Rune sangat senang.     

Ia ingat bahwa Rose sempat depresi berbulan-bulan setelah tersiar kabar tentang hubungannya dengan Leon. Melihat ia sudah dapat bicara dengan penuh semangat tentang keinginannya menjadi pelukis, Rune yakin Rose benar-benar telah pulih.     

Karena Rose tidak keberatan untuk kembali bepergian ke Eropa bersama Rune, mereka kemudian membahas tentang rencana perjalanan yang dapat mereka lakukan. Keduanya sepakat bahwa perjalanan di musim semi atau musim panas akan menjadi pilihan yang baik.     

Makan malam yang hangat itu berlangsung sangat menyenangkan. Setelah perut keduanya kenyang, mereka memutuskan untuk pulang.     

***     

Saat Rune membukakan pintu apartemen, perasaan hangat langsung menyerbu. Pemuda itu tersenyum sendiri saat ia mengingat bahwa tempat ini sekarang adalah rumahnya.     

Ah.. tetap saja, kalau nanti mereka akan menikah dan membangun keluarga, mereka pasti membutuhkan tempat baru yang lebih besar. Ia sangat berharap bisa menikmati hidup tenang bersama Rose dan menyaksikan anak-anak mereka bermain dengan bahagia di taman rumah yang luas.     

Ah, benar juga. Sebelum memikirkan tentang rumah, ia harus lebih dulu membicarakan rahasia besarnya dengan Rose. Jangan sampai ia berpikir terlalu jauh dulu,     

Masalah identitas keluarganya sebagai anggota klan Alchemist lebih penting dan mendesak. Bagaimana ia dapat mengungkapkannya?     

"Rose..." panggil Rune lembut saat mereka berjalan lebih dalam pada apartemen.     

"Ada apa?" Rose pun menoleh dan menyaksikan bahwa ekspresi di wajah tampan Rune terlihat sedikit rumit. Ini membuatnya bertanya-tanya apakah terjadi hal yang buruk selama mereka berpisah dan kini Rune ingin membahasnya. Rose mengerutkan keningnya  "Apa kau ingin membicarakan sesuatu?"     

Tebakan yang tepat dari Rose mengundang Rune untuk memberikan sebuah senyuman kecil. Ah, ia tahu Rose sangat pintar.     

"Iya... Aku ingin mengobrol denganmu sambil minum wine. Mau minum di balkon?" Rune balik bertanya.     

"Ide yang bagus, aku tidak keberatan," jawab Rose dengan anggukan. "Aku juga ingin tahu kabarmu serta liburan keluargamu."     

"Baiklah, biar aku siapkan wine untuk kita," ucap Rune sambil tersenyum simpul.."Kau tunggu aku di balkon."     

"Baiklah," Rose merapatkan syalnya dan berjalan keluar lewat pintu samping menuju balkon.     

Sementara itu, Rune berjalan ke arah dapur untuk mengambil sebotol wine dingin dari kulkas. Ia lalu ikut menyusul untuk duduk di samping Rose yang telah mengisi sofa kecil di balkon.     

Rune menuangkan minuman dalam gelas untuk Rose dan kemudian menuangkan minuman untuknya sendiri. Ia lalu meletakkan botol wine tersebut ke meja sebelum menceritakan secara singkat apa yang terjadi dalam masa liburan keluarganya.     

Keduanya menikmati wine sambil berbincang-bincang.     

"Liburan kami di pulau keluarga sangat menyenangkan. JM dan kekasihnya mengumumkan pertunangan mereka," kata Rune.     

"Oh ya? Wahh… seru sekali," kata Rose.     

Rune mengangguk. "Mereka sudah menjalin hubungan selama lebih dari 12 tahun, sejak keduanya masih 16 tahun. Akhirnya mereka mengumumkan akan menikah tahun depan."     

"Waah.. aku harus mengucapkan selamat," kata Rose dengan antusias.     

"Yah, kita bisa mengucapkan selamat kalau nanti mereka pulang ke New York. Orang tuanya tinggal di sini. Kapan-kapan kita bisa makan malam bersama mereka."     

Rune hanya tersenyum melihat reaksi Rose. Ahh.. ia ingat bahwa  saat ikut liburan dengan keluarganya, Rune begitu menderita karena ia terus teringat tentang Rose ketika pengumuman lamaran Altair dengan JM.     

Sekarang ia tidak perlu merasa ketinggalan. Karena Rose sudah menerima cintanya, nanti ia juga bisa melamar Rose dan merencanakan pernikahan mereka.     

"Bagaimana dengan ibumu?" Rose bertanya lagi. "Kalau tidak salah, waktu itu kau bilang ia sedang hamil?"     

"Oh, ya… kau masih ingat," Rune tertawa kecil. "Kehamilan ibuku berlangsung dengan baik. Kakakku, London, dan istrinya juga menantikan kehadiran bayi mereka yang baru. Beberapa bulan lagi aku akan kembali menjadi paman dan kakak… ahahaha."     

Rose ikut tertawa mendengar kata-kata Rune. Ia  mengerti dilema yang dialami Rune. Di usianya sekarang tentu sulit menerima fakta bahwa ibunya akan melahirkan bayi baru dan ia akan segera menjadi kakak.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.