The Alchemists: Cinta Abadi

Undangan Makan Malam Keluarga Linden (1)



Undangan Makan Malam Keluarga Linden (1)

0Rose memutuskan untuk berhenti bertanya dan membahas masalah itu agar Rune tidak kehilangan percaya dirinya. Ia mengalungkan kedua tangannya ke leher pemuda itu dan mencium pipinya.      

"Baiklah," katanya sambil tersenyum manis.     

"Uhm... benarkah?" tanya Rune dengan suara tercekat. "Kau... tidak keberatan?"     

Rose mengangguk. "Aku tidak  keberatan. Kita kan akan bersama seterusnya. Tidak harus buru-buru."     

"Ahh... kau benar juga." Rune menghembuskan napas lega. Ia memeluk pinggang Rose lagi dengan lebih erat dan ia balas mencium pipinya. "Terima kasih. Kau memang gadis yang mengagumkan."     

"Mengagumkan?" Rose tertawa kecil. "Aku tidak melakukan apa-apa."     

"Ahh... pokoknya kau sangat mengagumkan dan aku beruntung memilikimu," kata Rune berkeras. Kebingungannya segera hilang karena Rose begitu santai dan sangat pengertian.     

"Haha... kau bisa saja," kata Rose. Ia lalu turun dari pangkuan Rune dan mengambil gelas wine mereka yang sudah kosong. "Kau mau tidur sekarang. Ini sudah tengah malam."     

Rune mengangguk. Ia bangkit dari kursinya dan mengambil botol wine yang hampir kosong. Ia lalu berjalan bersama Rose menuju dapur untuk menyimpan gelas dan botol wine mereka.      

"Aku mandi dulu," kata pria itu setelah ia mencuci gelas dan menghampiri Rose yang menunggunya di bawah tangga menuju kamarnya di loft.     

Rose mengangguk. "Baiklah. Aku tunggu di atas. Aku tidur duluan."     

"Ya," kata Rune. Ia mencium bibir Rose dan kemudian bergegas masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sesungguhnya, Rune bukan mandi karena ia merasa gerah, melainkan karena ia masih merasa terangsang akibat tadi bercumbu dengan Rose.     

Ah, kalau saja ia dan Rose sudah saling terbuka tentang rahasia keluarganya, mungkin malam ini ia dan Rose sudah dapat menghabiskan malam mereka dengan percintaan yang panas.     

Sayangnya, ia harus menahan diri. Karena itulah ia perlu mandi dan berendam dengan air dingin untuk menenangkan tubuhnya yang tadi sempat mengalami reaksi akibat cumbuan panas mereka. Ia harus bisa mendinginkan diri dulu sebelum naik ke tempat tidur yang sama dan tidur sambil memeluk Rose.     

***     

Keesokan hari, ketika matahari sudah tinggi di angkasa, Rose bangun dari tidurnya dan membuka mata. Ia membutuhkan waktu beberapa menit untuk mengumpulkan kesadarannya dan mengingat apa yang sudah terjadi semalam.     

Gadis itu mengamati sekeliling dan menyadari Rune sudah tidak ada di sisinya.  Sebelum ia sempat bertanya-tanya kemana pria itu pergi, Rose mencium harum makanan yang enak sekali datang dari arah dapur.     

Gadis itu segera mengambil kesimpulan bahwa Rune telah bangun terlebih dulu dan memasak makan siang untuk mereka… atau sarapan. Ah.. tapi kan ini sudah siang. Berarti makan siang.     

Rose lalu bangun dan segera menyegarkan diri, kemudian turun untuk sarapan. Kedatangan Rose ke meja makan yang bersatu dengan dapur disambut hangat oleh Rune dengan sebuah senyuman.     

"Selamat siang, Rose." Rune menarik sebuah kursi untuk Rose setelah meletakkan ponsel ke atas meja.     

"Selamat siang." Rose mencium pipi Rune lalu duduk di kursinya dan menyiapkan serbet. "Ada kabar apa hari ini?"     

Ah... Rose begitu teliti, bahkan gerak-gerik kecil Rune yang membawa ponselnya ke meja makan tidak luput dari pengamatan Rose.      

Memang Rune tidak biasa mengecek ponselnya saat sedang bersama orang lain, tetapi semalam, sebelum tidur, ia mengirim pesan kepada Aleksis mengenai kabar terbaru mereka.     

Pagi ini ia mendapatkan balasan dari Aleksis yang mengundangnya dan Rose untuk makan malam bersama di rumah keluarganya.     

"Oh, itu. Kakakku, Aleksis, mengundang kita makan malam di rumah keluarganya." Rune duduk ke kursinya. "Apa kau ada rencana malam ini?"     

"Oh..." Rose terdiam selama beberapa menit dan menggigit bibir bawahnya.     

Meskipun sebelumnya mereka pernah saling sapa melalui Virconnect, rasa sungkan masih tersisa apa lagi terhadap sang pendiri dan pemilik konglomerat teknologi raksasa, Elios Linden.     

Wajah tampan pria itu tampak dipenuhi ekspresi dingin dan Rose berpikir pasti pria itu memiliki karakter yang serius.  Namun, Aleksis sangat terbuka dan ramah kepada Rose.     

Gadis itu juga ingin tahu kabar terbaru tentang si kembar Ireland dan Scotland. Rose sebenarnya senang karena Rune mengajaknya bertemu keluarga pria itu secara langsung satu-persatu.     

Ini menunjukkan keseriusan pria itu dalam hubungan mereka. Hanya saja ia merasa sedikit gugup. Apakah mereka akan menyukainya?     

Melihat wajah Rose yang tampak ragu, Rune menuangkan teh untuk Rose dan berkata dengan santai.  "Jika kau keberatan, kita bisa menundanya di lain waktu. Mereka tinggal di New York, kok. Kita bisa berkunjung ke tempat mereka kapan saja. Seperti yang kubilang tadi, kalau kau mau dan tidak sibuk atau punya rencana lain."     

"Ahh... tidak, kok. Aku senang mendapatkan undangan makan malam dan bertemu keluarga kakakmu. Aku juga ingin bertemu lagi dengan Ireland dan Scotland." Rose menggeleng dan menerima cangkir teh dari tangan Rune. "Aku juga ingin memberikan mereka hadiah."     

"Astaga... tidak perlu repot-repot, Rose." Rune tertawa kecil. "Aku yakin kakakku sangat senang kau bisa datang ke acara makan malam nanti meski tanpa membawa hadiah."     

Rose mengerucutkan bibirnya. "Kenapa tidak?"     

Ketika mereka berbincang-bincang di Virconnect dulu, Rose sudah berjanji akan membawakan lukisannya untuk Aleksis.      

Rose yakin mereka menyukai seni karena keluarga Linden memiliki koleksi seni paling lengkap yang tersebar di banyak rumah mereka di seluruh dunia. Akan menjadi suatu kehormatan tersendiri jika lukisannya bisa digantung pada dinding salah satu rumah mereka.     

Rose akan sangat senang kalau keluarga Linden yang terkenal menyukai lukisannya!     

Melihat antusiasme Rose, Rune merasa lega. Ia akan membalas SMS dari kakaknya dan menyatakan bahwa Rose dan dia menyanggupi undangan makan malam dari Aleksis.     

"Baiklah, aku akan memberi kabar kepada Aleksis bahwa kita akan datang," katanya sambil menuangkan teh ke cangkir dan kemudian menikmatinya.     

Suasana saat makan siang mereka yang sederhana menjadi terasa lebih cerah dan hangat. Rune sangat senang karena pelan-pelan Rose akan bertemu dengan keluarganya. Dimulai dari Aleksis sekeluarga, lalu nanti London sekeluarga…. dan terakhir baru orang tuanya.     

Ia masih berusaha memikirkan alasan untuk diberikan kepada Rose kalau gadis itu bertanya kenapa kakak-kakaknya terlihat sangat muda. Rune masih belum dapat memberi tahu Rose bahwa seisi keluarganya adalah makhluk abadi.     

Nanti ia pasti harus menceritakan semuanya kalau Rose sudah bertemu ibunya.     

Astaga… kalau sampai Rose bertemu ibunya yang sudah berusia 70-an tahun dan masih saja terlihat muda, mau tak mau Rune harus menceritakan yang sebenarnya.     

"Kau memikirkan apa?" tanya Rose yang mengamati ekspresi Rune tampak agak kalut dan ia beberapa kali menghela napas. "Ada masalah?"     

"Oh... sama sekali tidak ada masalah," kata Rune cepat. "Aku hanya memirkirkan sesuatu. Tidak penting."     

Ia mengupas telur rebus dan menaruhnya di piring Rose, mengalihkan perhatian gadis itu dari dirinya.     

"Hmm... baiklah." Rose tidak  mendesak Rune. Ia juga menikmati sarapannya dengan tenang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.