The Alchemists: Cinta Abadi

Taruhan dengan Caspar



Taruhan dengan Caspar

0

Keberadaan Caspar yang demikian mencolok di antrian nasi ayam Liao Fan menarik perhatian banyak orang. Pemuda itu memang tampan sekali, dan penampilannya terlihat mahal dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Finland hampir lupa bahwa dulu saat pertama kali melihatnya di dalam mobil dalam perjalanan dari bandara, ia juga hampir menahan nafas karena kagum.

Makhluk seindah ini tampak begitu kontras dengan hawker center (pujasera) di sekelilingnya. Finland juga cantik, tetapi penampilannya yang sangat sederhana, dan tas tangannya yang murah membuatnya tidak mencolok di situ. Ia justru terlihat sangat cocok mengantri dengan puluhan karyawan lain di depannya yang ingin mencicipi kelezatan hidangan berkelas bintang Michelin tapi dengan harga pas-pasan.

Bisik-bisik mulai terdengar dari sekeliling mereka. Lalu terdengar suara orang menyapa Caspar dengan nada kaget.

"Professor* makan di sini?!"

Beberapa mahasiswa yang baru datang tampak sangat terkejut melihat Caspar ikut mengantri. Mereka adalah mahasiswa yang tadi ikut kelasnya di NUS. Caspar hanya tersenyum dan melambaikan tangan, tidak menjawab.

"Mereka mahasiswamu?" tanya Finland. "Kenapa tidak menyapa mereka?"

"Aku tidak sedekat itu dengan mahasiswa." Caspar menggeleng, "Dulu banyak yang salah paham kalau aku bersikap ramah. Sekarang lebih baik menjaga jarak."

"Oh, maksudmu... kau takut mahasiswamu jatuh cinta?" tanya Finland dengan nada jahil. "Pernah pacaran dengan mahasiswa?"

Caspar menggeleng. Ia tampak tidak suka ditanya seperti itu, tetapi wajahnya tetap terlihat sabar.

"Itu bintang film bukan, sih? Kayaknya pernah lihat di film mana..." terdengar bisik-bisik di sekitar mereka.

"Ayo foto..."

Diam-diam beberapa orang mulai memfoto Caspar, dan semakin lama mereka semakin berani mendekat dan mengambil gambarnya. Caspar berusaha menutup wajahnya dengan tangan. Finland yang merasa bersalah, lalu meminjamkan tas tangannya untuk ikut menutupi pandangan orang-orang.

"Maaf... aku tidak menyangka kau sangat menarik perhatian begini," bisiknya pelan.

Caspar menghela nafas.

"Aku tidak menyangka kau selicik ini..." katanya sambil memandang Finland tajam. "Ini restoran Michelin termurah di dunia."

"Kau tidak bilang bahwa restorannya harus mewah," jawab Finland, "Lagipula aku harus menabung."

Tiba-tiba suasana di sekitar mereka menjadi sunyi. Ia tidak lagi mendengar suara bisik-bisik dan Caspar sudah menurunkan tangannya dari wajahnya.

Finland keheranan dan melihat orang-orang tidak lagi ribut dan memfoto Caspar. Semua antri dengan baik, bahkan berusaha tidak menoleh ke arah mereka. Ia melihat sekeliling dan terkejut melihat dua orang lelaki berpakaian serba hitam dan kaca mata hitam yang terlihat berbahaya mendatangi orang-orang di sekitar mereka dan mengatakan sesuatu.

Mereka juga meminta ponsel orang-orang yang tadi memfoto Caspar dan menghapus gambarnya dari galeri. Setelah selesai, keduanya lalu tampak berjaga di kejauhan, memastikan Caspar tidak diganggu lagi.

Finland menekap mulutnya yang terbuka lebar dan memandang Caspar yang tampak tenang di sebelahnya, melangkah maju dalam antrian, menarik tangannya untuk ikut maju.

"Siapa mereka?" bisiknya.

"Pengawalku." Caspar menghela nafas sebelum mencubit tangan Finland dengan gemas, "Kalau kau tidak menipuku seperti ini, mereka tidak perlu keluar. Seharusnya kau bilang saja kita akan makan di hawker center, aku bisa ganti baju dan kelihatan miskin agar tidak menarik perhatian."

"Kau TIDAK MUNGKIN bisa kelihatan miskin." Finland berusaha menahan agar tidak tertawa terbahak-bahak. "Lihat, kan? Kau selalu bicara yang tidak-tidak, bagaimana aku bisa menganggapmu serius?"

"Mau taruhan?" tanya Caspar sambil menyipitkan matanya, tanda bahwa ia sangat bersungguh-sungguh, "Aku bisa kelihatan miskin. Kalau aku menang, aku dapat apa?"

Finland melihat Caspar dari ujung kaki hingga ujung kepala, mencoba menimbang-nimbang peluangnya untuk menang, lalu mengangguk.

"Baik, aku terima taruhanmu. Bulan depan ada acara peluncuran jam tangan mewah Bartz di hotelmu. Banyak orang kaya yang akan datang. Kalau kau datang ke sana dan berpenampilan seperti orang miskin, dan penyelenggara mengusirmu keluar, artinya kau berhasil terlihat miskin, dan aku mengaku kalah. Tetapi kalau penyelenggara tetap melayanimu dan berusaha menjual barang mewah kepadamu, artinya sebagaimana pun kau mencoba terlihat pura-pura miskin, para marketing produk mewah akan tetap bisa mengendusmu. Kami semua sangat cerdas."

"Hmm... kau tidak akan curang dan membuka identitasku?"

"Tentu saja aku tidak pernah curang. Kau pikir aku apa?"

"Baik. Kalau aku diusir keluar dari acara, artinya aku berhasil terlihat miskin dan memenangkan taruhan ini. Aku akan dapat hadiah apa?"

"Aku akan mentraktirmu makan malam di tempat yang tidak perlu mengantri seperti ini...hehehe."

"Hmm... itu tidak cukup menarik. Aku bisa makan di tempat yang mewah setiap hari, tidak perlu menunggu menang taruhan." Caspar menarik Finland maju lagi dalam antrian, hingga akhirnya hanya tinggal dua orang di depan mereka. "Kalau kau menang, aku bisa mengabulkan satu permintaanmu. Kalau aku menang, aku mau kau mengabulkan satu permintaanku."

"Uhm... aku boleh minta apa saja?" tanya Finland bersemangat. Dalam pikirannya ia memikirkan nominal uang yang masih terasa wajar untuk diminta sebagai hadiah. Mungkin senilai gajinya...

"Aku boleh minta gajimu sebulan kalau aku menang?"

Caspar memandang Finland dengan mata terbelalak, seolah tak percaya pada apa yang didengarnya. "Di dalam pikiranmu isinya uang terus ya?"

"Kau yang bilang aku boleh minta apa saja kalau aku menang."

Giliran Finland yang maju dalam antrian dan menarik tangan Caspar untuk ikut maju. Sudah tidak ada lagi orang di depan mereka.

"OK, kalau kau menang, aku akan memberikan penghasilanku sebulan untukmu." Ia mengangkat tangannya dan menyapa tukang nasi ayam, "Saya mau dua porsi nasi ayam. Kau mau berapa?"

Finland mengangkat dua jarinya, "Aku juga mau dua porsi."

"Baik, kami minta 4 porsi nasi ayam," kata Caspar, Ia melanjutkan bicaranya kepada Finland sambil gadis itu mengeluarkan dompet dan membayar makanan mereka. "Kalau aku menang, kau harus mengabulkan permintaanku."

"Baik, asalkan bukan permintaan aneh-aneh seperti menari telanjang atau tidur denganmu." Finland menerima uang kembalian dari tukang nasi dan memberi tanda agar Caspar mengambil pesanan mereka.

"Ouch... dari mana kau tahu aku mau melihatmu menari telanjang atau tidur denganmu? Kau bisa baca pikiran, ya?" kata Caspar dengan nada sarkastis. Ia mengangkat baki berisi makanan mereka mengikuti Finland ke meja hawker center yang kosong. Mereka lalu duduk dan mulai menikmati makan malam.

"Kau maunya apa?" tanya Finland kemudian.

"Kalau aku menang, dan aku diusir dari acara orang-orang kaya itu, pasti keadaanku akan sangat menyedihkan... Bayangkan, aku tidak pernah diusir siapa pun dari acara mana pun, seumur hidupku! Untuk mengkompensasi rasa malu dan kesedihan yang aku rasa... kau harus menciumku." Caspar mengangkat sepotong ayam besar dengan sumpitnya dan melahapnya dengan sekali telan, "Itu baru adil."

Sial, pikir Finland.... Ia harus menang. Selain karena ia tak rela memberikan ciuman pertamanya karena kalah taruhan, bayangan akan jumlah uang yang ia terima dari gaji Caspar sebulan sungguh menggodanya. Hmm... Ia harus memastikan semua tim marketing bisa mengasah kemampuan mereka dalam mengenali orang kaya. Ia punya waktu beberapa minggu.

"Kita jadi taruhan," katanya kemudian.

Caspar terlihat tersenyum puas. Ia sudah membayangkan kemenangannya.

Finland juga tersenyum lebar. Ia membayangkan bulan depan uang tabungannya akan bertambah beberapa puluh ribu dolar.

.

*Professor = sebutan untuk dosen di universitas


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.