The Alchemists: Cinta Abadi

The Alchemists



The Alchemists

0

Finland berhasil membebaskan dirinya dari pesona Caspar sebelum pemuda itu dapat berbuat lebih jauh.

"Hadiah taruhannya hanya satu ciuman," kata Finland dengan nada protes. Gadis itu buru-buru bangkit dari sofa dan merapikan pakaiannya yang sedikit berantakan.

Caspar memejamkan mata dan mendesah sedih, seperti anak lima tahun yang dihukum tidak boleh bermain dengan boneka kesayangannya.

"Aku barusan menyatakan cinta kepadamu," katanya kemudian setelah membuka mata dan menatap tepat ke sepasang mata Finland berusaha menghindarinya. "Apakah cintaku tidak ada artinya?"

"Aku tersanjung. Terima kasih, tapi aku tak bisa menerimanya." Finland menghabiskan Irish coffee-nya buru-buru. "Kau bukan laki-laki pertama yang menyatakan cinta. Entah kenapa biasanya sehabis ada yang menyatakan cinta kepadaku, nasib buruk akan menghampiriku... aku tidak mau ambil risiko."

"Nasib buruk?" tanya Caspar tidak mengerti.

"Aku dulu sering dibully di sekolah karena murid-murid lelaki yang naksir aku biasanya punya penggemar perempuan yang nggak terima kalau mereka suka kepadaku." Finland mengerutkan keningnya dengan wajah ngeri, "Kau nggak tahu rasanya, dipukuli dan diikat ke pohon oleh cewek-cewek jahat."

"Oh, seperti gadis-gadis kemarin itu?"

"Iya, begitulah... Itu sebabnya aku nggak punya banyak teman, apalagi teman perempuan."

"Aku tidak akan membiarkan siapa pun mengganggumu... Aku bersumpah." Caspar mendekati Finland, tetapi gadis itu menghindar. "Kau tidak percaya kepadaku?"

Finland menghela napas panjang.

"Aku boleh tanya satu hal?"

"Apa?"

"Rose Mansion... apakah itu rumahmu?"

Caspar agak terkejut mendengar pertanyaan Finland, tetapi ia menjawab dengan jujur. "Ya, benar. Aku tahu kau perlu tempat tinggal, tapi kau takkan mau tinggal secara cuma-cuma."

"Jadi rumah itu kaubeli dari Tuan Van Der Ven untuk disewakan kepadaku?"

"Aku..." Caspar terlihat ragu untuk menjawab, "Ya, begitulah..."

Finland tampak berpikir keras. Ia sudah menduga Caspar membeli Rose Mansion dan mengatur supaya Finland menemukan iklannya dan pindah ke paviliun itu. Ia ingin sekali menolak kebaikan Caspar yang ini.... tetapi ia ragu, Finland sangat menyukai rumahnya sekarang...

"Sewanya terlalu murah...." kata Finland pelan.

"Aku tahu kau tidak mampu membayar lebih, dan sebenarnya aku juga tidak perlu uangmu," tukas Caspar buru-buru.

"Baiklah... aku akan tetap tinggal di sana." Akhirnya Finland mengambil keputusan. "Aku kan tidak tinggal gratis."

"Benar sekali. Kau tidak berhutang apa-apa kepadaku. Kau menyewa paviliun itu dengan uangmu sendiri."

"Oke." Finland mengambil tasnya dari kursi dan permisi pulang, "Kalau begitu aku pulang dulu."

Caspar tampak salah tingkah, "Kau masih belum menjawabku...."

"Pertanyaan yang mana?"

Dalam hatinya Caspar mengeluh. Dalam hidupnya yang panjang, belum pernah ia harus menyatakan cinta berkali-kali. Malah, seumur hidupnya, ia belum pernah menyatakan cinta seterbuka ini.

"Aku belum pernah jatuh cinta kepada perempuan seperti ini... atau secepat ini. Kau tidak mengerti." Caspar mendekati Finland dan memegang tangannya, "Kau adalah perempuan pertama yang membuatku yakin dengan perasaanku. Saat aku melihatmu, aku hanya ingin bersamamu selamanya. Saat aku melihatmu, aku melihat perempuan yang ingin kunikahi dan berbagi hidup."

Finland membelalakkan matanya, tak percaya mendengar pengakuan pemuda di depannya. Ini sungguh di luar dugaan.

"Caspar, kita belum terlalu mengenal satu sama lain... Kita baru kenal 2 bulan, dan ketemu juga hanya beberapa kali. Aku tidak terlalu mengenalmu, dan kau juga tidak tahu apa-apa tentang diriku!"

"Aku tahu kau lahir tanggal 15 Januari, makanan kesukaanmu segala yang berupa mie, sewaktu kecil kau punya dua kelinci peliharaan, nenekmu baru meninggal seminggu sebelum kita bertemu di bandara, nama ibumu Laura, sekarang uang di tabunganmu ada 2000 dolar ..."

Caspar terus menyebutkan fakta-fakta tentang Finland yang membuat gadis itu terkejut dan membekap mulutnya sendiri karena kaget.

"Oh my God!" Finland menggeleng-geleng dan segera beranjak ke pintu. "Aku tahu kau itu berkuasa dan bisa dapat informasi apa pun yang kau mau, tapi aku sama sekali tidak menyangka kau akan bertindak seperti stalker* seperti itu."

Ia segera memencet tombol lift dengan wajah marah, Caspar tahu lagi-lagi ia salah bicara.

"Aku tidak bermaksud bertindak seperti stalker. Maksudku adalah... aku mengenalmu dengan sangat baik dan aku mencintai dirimu apa adanya..." Ia menghela napas panjang, "Aku tahu rasanya ini tidak setara, karena kau tidak punya akses informasi yang sama..."

"Kau benar, kita tidak setara. Aku paling tidak suka privasiku dilanggar."

"Please let me know how I can fix it?" Pintu lift terbuka dan Finland segera masuk ke dalamnya. Caspar cepat menahan agar pintu tidak segera tertutup. "Kau mau ikut aku besok seharian untuk mengetahui semua tentangku? Kasih aku kesempatan. Kalau kau tetap tidak menyukaiku setelah menghabiskan waktu bersama-sama, aku akan mundur."

Finland memejamkan mata dan menghela napas panjang.

"Caspar, aku bukannya tidak menyukaimu... Menurutku kau itu terlalu sempurna, dan itu menakutkan bagiku. Dan aku tidak suka privasiku dilanggar. Kalau kau mau aku memberimu kesempatan untuk membuktikan kalau kau itu tidak semenakutkan yang aku duga, aku mau kau saat ini berjanji..."

"Aku berjanji...." Caspar menaruh tangan kanannya di dada dengan khimad.

"Kau harus berjanji bahwa kau tidak akan pernah menggunakan kekuasaanmu untuk menguntitku atau mencari tahu tentang aku. Jadilah seperti laki-laki normal yang telepon atau SMS aku untuk nanya keberadaanku. Jadilah seperti laki-laki normal yang tanya apa makanan kesukaanku, dan bukannya menggunakan aksesmu untuk tahu semua tentang aku..." Finland menatap Caspar dengan pandangan sangat serius, "dan kalau suatu hari nanti aku ingin pergi, kau tidak boleh menggunakan aksesmu untuk mencariku."

Caspar terhenyak, "Kenapa kau ingin pergi?"

"Kita kan tidak bisa tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Siapa tahu nanti kita berselisih jalan dan hubungan kita memburuk. Aku tidak mau punya musuh yang sangat berkuasa sepertimu. Lebih baik kita tidak usah berhubungan sama sekali, daripada nanti hidupku jadi sengsara..."

"Untuk orang semuda dirimu, pandanganmu akan hidup cukup sinis," komentar Caspar. "Tapi aku mengerti. Aku berjanji akan memperlakukanmu seperti layaknya laki-laki normal yang tidak punya akses luar biasa. Aku berjanji tidak akan mencarimu kalau kau yang ingin pergi dariku."

"Baiklah..." Finland akhirnya tersenyum. "Terima kasih. Aku besok kerja. Kita bisa ketemu di akhir pekan untuk saling mengenal. Aku bersedia ikut denganmu seharian."

"Akhir pekan terlalu lama. Kalau besok bagaimana? Kau ambil cuti saja. Atau pura-pura sakit."

"Aku ini masih karyawan percobaan. Kalau aku ambil cuti gajiku dipotong."

"Aku bisa membeli LTX International dan mengganti kebijakan perusahaan supaya karyawan percobaan juga boleh dapat cuti dibayar," tukas Caspar cepat. Ia segera mengeluarkan handphonenya dan menekan sebuah nomor, "Stanis, kau bisa cek berapa nilai perusahaan yang detailnya aku kirim lewat email sebentar lagi? Nanti kau..."

"Ehhh.... tidak usaaaahhh..." Finland buru-buru mengambil ponsel Caspar dan mematikannya. "Tidak usah berlebihan begitu. Iya, besok aku ambil cuti. Aku akan menghabiskan satu harian bersamamu dan menilai sendiri apakah aku bisa mengenalmu dengan baik dan apakah aku akan menyukai dirimu setelah mengenalmu lebih dekat."

Seketika wajah Caspar berbinar-binar.

"Terima kasih!" Ia mencium bibir Finland dengan cepat sebelum gadis itu bisa menghindar, lalu melepaskan tangannya dari pintu lift. "Sampai jumpa besok."

Finland turun dari lift masih dengan perasaan kaget. Caspar sudah menciumnya untuk kedua kali malam ini. Ugh... kalau ciumannya setara dengan satu perusahaan, Finland ibaratnya sudah kehilangan dua perusahaan...

Di penthouse-nya Caspar mengepalkan tangannya ke udara dengan perasaan sangat senang.

"Finland pasti menyukaiku, dia sampai rela ambil cuti dipotong gaji besok. Di kepalanya kan hanya ada uang. Kalau sampai dia bisa mengorbankan gajinya sehari, pasti tandanya dia membalas perasaanku kepadanya."

***

Ben mengantar Finland pulang ke rumah, dan di sepanjang jalan Finland menghitung-hitung berapa nilai kerugian finansial yang akan ditanggungnya karena ambil cuti besok.

"Ben, besok aku akan bersama Caspar seharian. Kami sepakat untuk saling mengenal lebih dekat. Kau tahu tidak besok jadwalnya ke mana saja?"

"Hmm, Tuan besok ada 3 meeting. 2 lewat konferensi, 1 meeting di hotel, dan dia juga ada kuliah tamu di NUS jam 3 sore. Jam 6 sore beliau dijadwalkan untuk operasi pengangkatan kanker di otak seorang pasien."

"Oke, kalau gitu aku datang dari pagi ya..."

"Baik, Miss."

Finland kemudian menimbang-nimbang apakah ia dapat bertanya lebih jauh kepada Ben tentang Caspar... rasanya tidak etis.

Tetapi kemudian ia ingat bahwa Caspar sendiri telah memperoleh sangat banyak informasi pribadi Finland entah dengan cara apa... pasti jauh lebih tidak etis dari ini.

"Ben... sudah berapa lama kau bekerja untuk Caspar?"

"Sudah 20 tahun, Miss. Sebelum saya, ada ayah saya yang bekerja untuknya. Kami sudah seperti keluarga sendiri bagi Tuan," jawab Ben.

"Oh.. begitu. Mhmm.. apakah tuanmu pernah menikah?" tanya Finland.

"Belum pernah." Ben tertawa kecil, "yang mau menikah sama tuan banyak sekali, tetapi orang seperti dia dan keluarganya sangat pemilih. Mereka tidak gampang jatuh cinta. Tuan itu tiga bersaudara, dan hanya adik perempuannya yang sudah menikah membuat tuan sekarang punya sangat banyak keponakan dan cucu"

"Keponakan dan cucu?" Finland tidak mengerti.

"Tuan punya 3 keponakan dan setelah mereka menikah, masing-masing punya beberapa anak yang menyebar dan membentuk keluarga sendiri di dataran Eropa dan Amerika."

Finland tidak dapat mencerna maksud Ben dan ia menyalahkan beberapa gelas wine yang tadi diminumnya saat makan malam. Mungkin maksud Ben, Caspar punya saudara sepupu yang banyak di Eropa dan Amerika...

"Oh, baiklah... jadi Caspar itu adalah bagian dari keluarga besar." Finland mengangguk-angguk. "Dan dia belum pernah menikah. Kalau kekasih? Jangan-jangan dia punya kekasih di setiap benua..."

Ben tertawa mendengarnya. Ia mendeham sebentar baru menjawab, "Iya, tuan punya banyak wanita. Tapi dia tidak punya kekasih yang serius. Tuan hanya pernah punya satu tunangan, tetapi setelah bertahun-tahun, Tuan tidak juga yakin bahwa dia adalah wanita yang tepat untuk dinikahinya, dan akhirnya perempuan itu pergi."

"Oh, memang seharusnya begitu. Buat apa mengharapkan laki-laki yang tidak bisa memberi kepastian." kata Finland cepat. "Berapa lama tunangannya itu menunggu?"

"Cukup lama," kata Ben sambil menggeleng sedih, "Lima puluh tahun."

Finland menjatuhkan tasnya saat Ben menjawab, sehingga ia hanya mendengar kata "lima ... tahun"

"Wah...lama juga ya. Untung perempuan itu mengambil langkah bijak dan pergi. Semoga sekarang dia sudah menemukan kebahagiaan." Finland memunguti isi tasnya yang berceceran.

Mobil berhenti di Rose Mansion. Finland mengucap terima kasih dan turun dari mobil.

"Barusan tuan bilang saya harus menjemput Miss besok pagi."

"Oh ya? Baiklah kalau begitu. Terima kasih, dan selamat malam."

***

Keesokan paginya jam 8 pagi Ben sudah menunggu di gerbang Rose Mansion dengan mobilnya. Finland yang sudah tampil cantik segera masuk dan mengikuti kemana Ben membawanya.

"Jadi hari ini ada 3 meeting, kuliah tamu, dan operasi, kan?"

Ben tidak menjawab. Ia membawa Finland ke Hotel Continental.

"Kita menjemput Caspar untuk bekerja?"

"Tuan mengajak Miss sarapan bersama dulu."

"Oh..oke."

Finland naik ke Penthouse dan menemukan Caspar masih dalam piyamanya duduk di meja makan.

"Ayo sarapan bersamaku. Kau mau makan apa? Aku bikin pancake, bubur ayam, toast, dan mcam-macam."

"Aku mau semuanya," kata Finland serakah. Ia duduk di samping Caspar dan segera mengambil makanan yang paling enak. Kalau sampai gajinya dipotong hari ini, setidaknya dia memperoleh kompensasi makanan yang sepadan.

Setelah mereka selesai sarapan, tidak ada tanda-tanda Caspar bersiap untuk meeting. Ia malah duduk menyalakan TV menonton berita pagi.

"Bukankah kau ada 3 meeting hari ini? Lalu ke kampus dan ke rumah sakit?" tanya Finland keheranan.

"Oh... semua agendaku hari ini kubatalkan, aku hanya ingin menghabiskan waktu bersamamu." Caspar memandang Finland dengan senyuman jahil, "I'm all yours today. Silakan kau mau tanya apa saja. Aku ulang tahun tanggal berapa, apa makanan favoritku, kenapa aku bisa sangat jago masak, kenapa aku menjadi dokter bedah selama puluhan tahun..."

Finland tertegun...

"Tapi kan kesepakatannya, aku akan mengikutimu dalam kehidupanmu satu hari... untuk mengetahui siapa dirimu. Tapi kalau begitu.. kau juga tidak bekerja, dong."

"Iya, biar adil. Kalau kau ambil cuti dipotong gaji, aku ambil cuti dan tidai mendapat penghasilan selama sehari juga. Sementara menurutku akan lebih cepat kalau kau tanya saja semua yang ingin kau ketahui..."

"Fair enough..." Finland mengakui. "OK... kau lahir tanggal berapa?"

"Aku lahir tanggal 7 Juli tahun '80."

"Oh... jadi umurmua sudah hampir 39 tahun...." Finland menutup mulutnya dengan kaget, ia tidak menyangka Caspar setua itu. Dia sendiri baru lulus kuliah dan umurnya masih 23 tahun. Wow.... mereka berbeda umur 16 tahun. "Tapi kau beruntung, wajahmu seperti masih dua puluhan, lho..."

Caspar tersenyum tipis... "Sebenarnya aku lebih tua, tapi terima kasih atas pujiannya. Kami sekeluarga memang awet muda secara genetik."

"Kau punya berapa saudara?"

"Aku punya dua adik. Satu adik perempuanku sudah menikah dan punya anak dan banyak cucu. Adikku yang laki-laki sekarang lebih senang menjadi petualang di alam liar."

Finland bisa membayangkan adik perempuan Caspar mungkin hamil di saat masih remaja dan punya anak, yang sekarang juga hamil di usia muda.

"Apakah kedua orangtuamu masih ada?"

Caspar tidak menjawab untuk beberapa lama. Matanya menjadi sedih, "Mereka meninggal pada perang dunia kedua yang lalu."

"Oh... maaf, aku tidak tahu. Kita sama-sama yatim piatu kalau begitu." Finland tiba-tiba teringat cerita Ben tentang Caspar yang pernah memiliki tunangan, "Uhm... kau pernah bertunangan dan akan menikah. Kenapa tidak jadi?"

Caspar menggeleng pelan, "Aku bertemu Katia ketika orangtuaku baru meninggal dalam perang. Saat itu aku sangat terpukul, dan kurasa kehadirannya memberiku penghiburan... tapi aku tidak sungguh-sungguh mencintainya. Aku bersalah karena memberinya harapan selama bertahun-tahun. Kaumku, tidak pernah bermain-main dengan pernikahan dan keturunan, karena itulah keluargaku sangat lama memutuskan untuk jatuh cinta dan menikah. Kau harus hidup bersama seseorang selamanya, kalau kau membuat pilihan yang salah, maka hidupmu akan menderita selamanya. Keluarga kami tidak mengenal perceraian. Kami sangat konservatif."

Tadi malam Finland merasa wine mempengaruhi kemampuan otaknya untuk memproses informasi dari Ben, tetapi pagi ini ia merasa sangat segar dan awas. Keterangan-keterangan yang disampaikan Caspar banyak yang terasa tidak cocok...

"Tunggu....tunggu... katamu orangtuamu meninggal di Perang Dunia 2? Lalu bagaimana kau bisa lahir di tahun '80 kalau mereka sudah meninggal puluhan tahun sebelumnya? Kau juga bilang bertemu Katia setelah orangtuamu meninggal... berarti sekitar tahun 40'an...." Finland menepuk-nepuk keningnya, "Tolong... otakku tidak bisa bekerja."

Caspar tertawa melihat Finland kebingungan.

"Aku sebenarnya lebih tua dari yang kau bayangkan. Aku lahir tahun 1580... bukan 1980." Caspar melanjutkan kata-katanya dengan nada paling serius yang pernah didengar Finland, "Kami adalah kaum Alchemists. Tahun 1450 keluargaku menemukan ramuan keabadian yang membuat tubuh kami sempurna dan menghentikan proses penuaan begitu semua sel tumbuh maksimal. Setelah itu sel baru akan beregenerasi selamanya dan kami tidak akan mengalami penuaan, disabilitas, maupun penyakit fisik. Kami tidak bisa mati oleh penyebab alami seperti sakit penyakit dan usia tua, dan itu berarti kami bisa hidup selamanya. Alchemist tertua di dunia saat ini berusia 550 tahun, dan ia terlihat seperti seumuran denganku."

Mulut Finland ternganga begitu lebar dan matanya terbelalak sangat besar.

Ini pasti bercanda lagi. Ia tak bisa menganggap Caspar serius karena dia selalu bicara yang tidak-tidak. Dulu bilang sudah jadi dokter bedah puluhan tahun dan bisa mengoperasi sambil tutup mata, atau bilang mau beli Hotel Continental, tadi saja dia bilang akan membeli LTX Internasional, dan sekarang dia bilang kalau dia lahir di tahun 1580.... Itu berarti 439 tahun yang lalu...Hahahahaha..

Ada-ada saja...

Demikian isi kepala Finland, tetapi ia bahkan tak bisa memaksa dirinya tertawa dan pura-pura menganggap omongan Caspar bercanda.

Instingnya mengatakan pemuda ini sedang bicara serius...

Kaum Alchemist... Siapa sebenarnya mereka?

.

1] stalker = penguntit


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.