The Alchemists: Cinta Abadi

Tidak Adil!



Tidak Adil!

0

"Terima kasih atas traktirannya," kata Caspar dengan sopan setelah menghabiskan kedua porsi nasi ayamnya. "Aku belum pernah makan di Restoran Michelin seperti ini."

"Sama-sama," jawab Finland sambil tersenyum lebar. "Kalau aku menang taruhan, aku bisa membawamu makan malam di Restoran Michelin pilihanmu."

"Serius?" tanya Caspar dengan senyuman jahil. "Bagaimana kalau aku ini seperti Steve Jobs? Dia hanya digaji $1 per bulan oleh Apple*. Kalau kau menang taruhan dan kau bisa mendapatkan gajiku sebulan dari Hotel Continental, kau cuma dapat 1 dolar. Bahkan untuk makan nasi ayam di sini tidak kan cukup."

Seketika Finland menarik kerah Caspar dengan panik, "No! Serius? Kau cuma digaji 1 dolar di Hotel? Kalau di rumah sakit kau digaji berapa? Di NUS bagaimana??? Masa aku taruhan cuma untuk 1 dolar????"

Caspar tertawa terpingkal-pingkal dan memperbaiki kerahnya. "Aku cuma bercanda."

Ia membuka ponselnya dan membuka sesuatu di Google, lalu menunjukkannya kepada Finland.

"Lihat Grup Schneider ini? Itu milikku. Ada ratusan perusahaan di bawahnya. Aku bisa memberikan satu perusahaan kepadamu kalau aku kalah. Kau akan langsung jadi orang kaya...."

Finland melepaskan kerah Caspar dan segera meneliti ponselnya dengan mulut ternganga... Caspar pasti bercanda!

Ia melihat nama demi nama perusahaan yang akrab dilihatnya di media. Ada perusahaan furniture, real estate, ekspor-impor, jasa keuangan, asuransi, hotel, dan banyak lagi...

"Kau bercanda terus! Aku mana bisa menganggapmu serius," katanya kemudian.

Finland sudah tidak meragukan bahwa Caspar memang kaya seperti yang dia bilang sendiri. Ia masih ingat betapa sulitnya mencari informasi tentang Caspar di internet dan kedua pengawal pribadinya yang tadi menghalau orang-orang yang mencoba memfotonya saat mengantri nasi ayam tadi.

Tetapi membayangkan bahwa Caspar dengan begitu mudahnya menyerahkan satu perusahaan kepada Finland kalau ia kalah taruhan. Sementara ia hanya meminta Finland menciumnya jika Caspar yang menang taruhan...

Tanpa sadar Finland menyentuh bibirnya... Ia menatap Caspar dengan pandangan bingung.

"Kenapa melihatku begitu? Kau sudah siap kalah?" tanya pemuda itu dengan nada menggoda. "Mau menciumku sekarang?"

"Ugh... tidak tahu malu," tukas Finland. "Aku akan bekerja keras dan melatih para penyelenggara untuk mengenali orang kaya. Kau akan kalah."

"Aku sudah tidak sabar." Caspar bangkit berdiri dan melihat jam tangannya, "Aku ada meeting dengan unit bisnis di Amerika setengah jam lagi. Kuantar pulang ya."

"Tidak usah, kau kan sibuk banget. Aku bisa pulang sendiri."

Finland mau menolak tetapi Caspar telah menarik tangannya ke arah Maybach yang sudah parkir tidak jauh dari hawker center itu. Ia membuka pintu dan masuk setelah Finland masuk ke dalam.

"Kita mampir ke Rose Mansion dulu, Ben," katanya sambil menutup pintu.

Mobil segera bergerak maju.

"Dari mana kau tahu tempat tinggalku???" tanya Finland kemudian.

"Please... Miss Finland. Aku bisa tahu apa pun tentangmu." Caspar membuka laptopnya dan mulai bekerja, sementara Finland hanya bisa merengut tidak puas.

"Ini tidak adil... Kau bisa tahu segalanya tentangku, tapi aku tidak tahu apa-apa tentangmu. Aku bahkan baru tahu namamu tadi siang."

Caspar menghentikan pekerjaannya sebentar dan menatap Finland, "Apa yang kau ingin ketahui tentangku?"

"Aku ingin tahu... siapa kau sebenarnya..." Finland mengerucutkan bibirnya berusaha terlihat galak. "Apa tujuanmu mendekati aku."

"Siapa aku sebenarnya?" Caspar tersenyum tipis.

"Iya."

"Kenapa kau bertanya seperti itu?"

"Karena... karena kau aneh... Kau kaya sekali, dan misterius... aku tidak  bisa menemukan informasi apa pun tentangmu di internet. Orang sepertimu tidak perlu bekerja... tapi kau bekerja di rumah sakit sebagai dokter bedah, dan bahkan mengajar di fakultas kedokteran NUS semester ini..."

"Aku suka menjadi dokter. Ini adalah profesi favoritku. Aku juga suka mengajar dan kadang-kadang aku mengajar di kampus untuk menyalurkan minatku. Aku senang bertukar pikiran dengan orang muda dan melihat sudut pandang mereka."

"Oke, jadi kau ini bekerja sebagai dokter dan mengajar di fakultas kedokteran hanya sebagai hobi? Apa pekerjaanmu yang sebenarnya? Pengusaha?"

"Aku tidak punya pekerjaan tetap. Pekerjaanku seumur hidup adalah mencari ilmu. Aku sedang berminat dalam pembuatan film. Tahun depan aku akan mendaftar ke sekolah film di New York."

"Maksudnya? Kau akan kuliah lagi sebagai mahasiswa baru?"

"Iya, tampangku masih cukup muda untuk jadi mahasiswa, kan?" tanya Caspar sambil tersenyum lebar. "Grup Schneider adalah bisnis keluarga, tanpaku grup tetap dapat berjalan dengan baik, sehingga aku bebas mau melakukan apa saja dalam hidup ini."

Finland tertegun...

"Kau beruntung sekali..."

"Aku tahu."

"Hidup ini tidak adil," desah Finland. "Keluargamu kaya, kau tampan, pintar, dan kau bebas mau melakukan apa saja yang kau inginkan dalam hidup."

"Kau lupa satu hal," kata Caspar kemudian.

"Apa itu?"

"Aku tidak menua."

"Oh iya.. kau juga awet muda. Umurmu sudah 35 tahun tetapi masih bisa mendaftar kuliah sebagai mahasiswa baru kalau kau mau." Finland menatap Caspar dengan pandangan iri, "Tidak adil."

"Uhm... umurku sudah lebih dari 35 tahun sih..." Caspar mendeham, "tapi kau benar, aku memang awet muda."

Mobil berhenti di depan Rose Mansion.

"Kita sudah sampai, Nona," kata Ben kemudian.

"Kau tidak mengundangku untuk minum teh betulan? Terakhir kemarin kita cuma minum bubble tea," komentar Caspar. Finland berpikir sebentar lalu mengangguk.

"Silakan masuk. Aku tinggal di paviliun di belakang. Asal kau tidak bersuara ribut, aku bisa menyuguhkan teh untukmu di teras."

Caspar tersenyum lebar sambil keluar dari mobil mengikuti Finland. Ia membawa laptopnya. Ia tampak familiar langsung mengikuti Finland melintasi taman mawar menuju paviliun di bagian belakang, lalu seperti di rumah sendiri ia langsung duduk di sofa teras paviliun.

Sesaat Finland keheranan, tetapi ia menganggap Caspar memang terbiasa langsung bersikap seperti di rumah sendiri, sama seperti waktu ia datang ke apartemen Jean dulu.

"Mau teh apa? Ada teh hitam, teh buah, dan chamomile."

"Teh buah, please," kata Caspar. "Aku sambil kerja ya."

Ia membuka laptopnya dan masuk ke conference room. Jam 9 malam di Singapura adalah jam 9 pagi di New York dan anggota direksinya sudah menunggu ia masuk untuk memulai meeting.

Finland datang dengan seteko teh dan dua buah cangkir, "Kalau perlu Wifi, passwordnya adalah... "

Ia berhenti bicara karena ternyata Caspar sudah tersambung ke WiFi Rose Mansion dan sedang sibuk berbicara dengan para direktur anak perusahaannya di Amerika.

Ck ck ck.. memang hebat Caspar ini. Sekarang Finland percaya bahwa pemuda ini maha-tahu. Ia tahu Finland tinggal di Rose Mansion, dan bahkan begitu tiba di sini ia juga langsung tahu password WiFi-nya.

Finland menuangkan teh ke gelas dan menyerahkannya kepada Caspar yang masih serius dengan konferensinya. Caspar menerima gelasnya, menoleh dan mengucapkan terima kasih, lalu meneruskan meeting. Finland mengangkat bahu dan duduk di sebelahnya sambil menikmati tehnya sendiri.

Ia berusaha tidak memperlihatkan isi hatinya dengan menampilkan wajah datar seperti biasanya, tetapi dalam hati Finland mulai merasa luluh. Diam-diam ia merasa Caspar keren sekali. Pemuda itu tampak sangat berwibawa ketika memimpin meeting dengan direksinya. Wajahnya yang tampan bersinar-sinar saat ia mengambil keputusan dan mendengarkan laporan.

Finland menyesap tehnya pelan-pelan dan berusaha memikirkan pekerjaan untuk mengalihkan perhatiannya dari Caspar.

.

*Steve Jobs menerima gaji $1/bulan dari Apple (perusahaan yang memproduksi Macbook, iPhone, dan iPad) agar tidak dikenakan pajak penghasilan yang tinggi. Ia menerima uang lebih banyak dalam bentuk saham Apple, bukan dari gaji bulanan.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.