The Alchemists: Cinta Abadi

Mungkin ini Karma



Mungkin ini Karma

0

Setelah Katia pergi Finland ikut-ikutan merasa pusing. Ia lalu mengajak Jean untuk masuk ke sebuah kafe dan beristirahat. Katanya terik matahari membuatnya sakit kepala. Tentu Jean yang mengenal Finland dengan baik mengerti itu hanya alasan dan menduga-duga bahwa terjadi sesuatu antara Katia dan Finland yang berhubungan dengan Caspar. Namun demikian ia sama sekali tidak bertanya.

"Kau mau minum apa?" tanyanya saat pelayan datang membawakan menu.

"Mmm... aku mau soft drink saja," jawab Finland kemudian. "Uff...hari ini panas sekali ya..."

Jean hanya tersenyum mengiyakan, walaupun ia tahu suhu di luar hari ini justru termasuk sejuk untuk ukuran Singapura. Ia memesan dua soft drink kepada pelayan lalu mengeluarkan ponselnya.

"Bisa tolong ambil foto kami?" pintanya setelah pelayan selesai mencatat pesanan mereka.

"Tentu saja."

Jean merangkul bahu Finland saat keduanya berpose untuk foto. Pelayan itu tiba-tiba mengenali wajah Jean dan ia dengan bersemangat mengambil foto-foto mereka.

"Saya sering sekali melihat wajah Anda..." katanya sambil mengembalikan ponsel Jean dengan wajah tersenyum lebar. "Saya tidak tahu nama Anda, tapi Anda terasa sangat familiar karena saya sering sekali melihat Anda di majalah."

"Terima kasih." Jean tersenyum sedikit dan mengangguk. Finland menutup mulutnya yang tercengang dan ia kemudian menepuk Jean dengan bangga.

"Aku berasa jalan bareng selebriti sungguhan..." katanya sambil tertawa. "Aku tidak bisa membayangkan kalau kau akhirnya bermain film dan menjadi lebih terkenal lagi. Mungkin nanti akan ada paparazzi dan penggemar yang mengikutimu kemana-mana..."

"Aku harap begitu. Aku kan memang cita-citanya menjadi sama terkenalnya dengan Madonna atau Kesha yang hanya dikenal dengan nama depan." Jean mengangguk. Ia memilah foto-foto yang tadi diambil pelayan dan memilih yang paling bagus. "Aku akan posting yang ini. Bagaimana menurutmu?"

Finland melihat foto yang dimaksud dan mengangguk setuju. "Iya, foto ini bagus. Kita kelihatan natural dan senyumnya juga bagus."

"Sip." Jean memposting foto tersebut ke Instagramnya dengan caption 'Spending the last few days back home with my person.' dengan lokasi Universal Studios Singapore.

Jean memiliki 4 juta followers di Instagram dan fotonya segera mendapat sangat banyak respons dari penggemarnya yang penasaran karena Jean belum pernah memposting foto berdua saja dengan seorang perempuan sebelumnya. Biasanya ia hanya memposting foto-fotonya sendiri atau dalam grup.

Finland sendiri tidak mempunyai akun instagram karena ia merasa tidak ada banyak hal yang bisa dipamerkan dalam hidupnya. Kadang-kadang kalau sedang bersama Jean dan ia ingin memposting foto tertentu, ia akan meminjam akun Jean. Hal itu terjadi hanya beberapa kali setahun karena Jean dan Finland juga hanya bertemu ketika Jean sedang pulang ke Singapura.

Followers Jean yang setia bisa melihat setiap beberapa bulan sekali akan ada foto random yang muncul di akun instagram Jean seperti foto masakan yang dibuat Finland, atau tupai di dahan pohon yang mereka temui saat sedang berjalan-jalan di Fort Canning Park, atau foto buket bunga dengan satu mawar putih yang diberikan Jean kepada Finland di hari ulang tahunnya - di antara ribuan foto artistik Jean sebagai model.

Biasanya foto-foto random ini akan menarik perhatian karena sangat berbeda dari foto yang biasa diunggah Jean. Sebagian penggemarnya menyebut bahwa Jean punya alter ego, atau sang Jekyll untuk Mr. Hyde-nya, yang mengunggah foto-foto tersebut.

"Lihat... kau sangat populer..." kata Jean sambil menunjukkan ponselnya kepada Finland. Minuman pesanan mereka telah datang, "Banyak orang yang bertanya apakah kau alter egoku yang selama ini ikut menumpang posting foto di akun Instagramku."

Finland sangat terkesan melihat betapa cepatnya notifikasi muncul dan bergulir di ponsel Jean. Sahabatnya ini memang cukup terkenal. Begitu banyak komentar dan likes untuk foto mereka berdua. Setelah beberapa lama, ia memperhatikan ternyata tidak hanya ada komentar positif, pesan-pesan dan komentar negatif para haters juga bermunculan dan mengutuknya karena telah mencuri "Jean mereka".

"Aduh... kok orang bisa ngomong sejahat itu sih..." keluh Finland saat membaca beberapa komentar negatif tersebut. "Masa aku dibilang pelacur? Jahat banget..."

"Tidak usah ditanggapi... " kata Jean menenangkan. "Orang-orang begitu akan selalu ada. You cannot please everybody, apalagi di internet banyak psikopat. Sudah... kita ngobrolin hal lain saja yang lebih bermutu."

"Untung aku tidak punya akun instagram," komentar Finland. "Orang-orang jahat itu nanti bisa mencari akunku dan melanjutkan bully-nya."

"Iya, kau tidak usah buat akun instagram, deh. Aku pakai media sosial karena tuntutan profesi kok. Komentar positif atau negatif, dan bahkan haters sekalipun sangat penting di industri hiburan. I don't think it suits you." Jean segera menutup ponselnya dan mengalihkan pembicaraan agar Finland tidak terus memikirkan komentar-komentar jahat penggemarnya. "Aku mesti pulang hari Kamis depan. Next weekend aku sudah harus siap-siap untuk berbagai acara pertunjukan musim dingin."

"Oh... cepat sekali..." Finland merengut sedih. "Seandainya aku bisa ikut, pasti menyenangkan bisa melihat Paris."

"Kenapa tidak? Kau sudah bisa ambil cuti, kan? Datanglah ke Paris bulan Januari nanti. Aku banyak tampil di Paris Fashion Week Men's, selesai fashion week aku bebas. Kita bisa jalan-jalan keliling Prancis. Kalau beruntung kau bisa melihat salju di bulan Januari, lho. Kau belum pernah melihat salju kan?"

Finland menghitung-hitung tabungannya dalam hati dan memutuskan bahwa usul Jean masuk akal.

"Betul sih... tabunganku sudah cukup untuk beli tiket," gumamnya. "Mungkin sudah saatnya aku traveling melihat Eropa."

"Tapi kalau kau datang nanti di bulan Januari, kita tidak usah ke Finlandia ya... tidak ada matahari di Finlandia selama musim dingin. Kalau kita ke sana aku bakal kena winter depression." kata Jean mengingatkan, "Nanti saja kau datang lagi di musim panas. Kita lanjut ke Finlandia, sekalian untuk menyaksikan midnight sun (matahari di tengah malam)."

"Baiklah..." kata Finland kemudian. Ia membuka ponselnya dan membuat catatan untuk diri sendiri agar membuat rencana perjalanan ke Paris di bulan Januari.

"Wahh... aku tidak sabar," kata Jean dengan penuh semangat. "Akhirnya Finland akan bisa melihat rumah keduaku. Kau ulang tahun tanggal 15 Januari kan? Kita harus rayakan dengan epik di Paris. Anggap saja itu hadiah ulang tahun kepada dirimu sendiri karena sudah bekerja sangat keras selama ini."

"Kau benar." Finland mengangguk.

Akhirnya, Finland bisa traveling juga, dengan uangnya sendiri. Ia sangat bangga pada dirinya.

Karena suasana hatinya membaik, Finland bisa melupakan insiden dengan Katia dan melanjutkan bersenang-senang bersama Jean di Universal Studios.

Selama bertahun-tahun tinggal di Singapura, ini pertama kalinya ia masuk ke taman hiburan ini. Dulu harga tiketnya terasa terlalu mahal bagi kantong mahasiswa miskin seperti Finland. Sekarang ia sudah punya cukup uang untuk membayar hampir semua hal yang ia inginkan. Apalagi karena ia tak perlu mengeluarkan uang sama sekali sejak tinggal di Rose Mansion, ia sudah bisa menabung gajinya hampir secara utuh.

Mereka bersenang-senang sampai Universal Studios tutup dan akhirnya pulang dengan tubuh lelah namun hati gembira.

Finland baru selesai mandi dan sedang bersiap-siap untuk tidur karena tubuhnya yang lelah ingin segera beristirahat, ketika Caspar meneleponnya.

Ketika melihat nama Caspar muncul di layar ponsel, Finland seketika teringat kembali akan peristiwa tadi siang ketika Katia mengucapkan banyak hal yang membuat Finland resah. Terutama perkataannya bahwa Caspar sudah mencampakkan banyak wanita. Berapa banyak? Siapa saja mereka?

Setelah satu menit ponselnya berdering, akhirnya Finland mengangkat telepon dari Caspar.

"Hallo," katanya dengan suara pelan.

"Hai, Finland. How was your day?" Caspar terdengar agak kuatir karena ia mendengar nada suara Finland yang tidak seperti biasanya.

"Hariku menyenangkan," kata Finland singkat. "How was yours?"

"It's OK. Hariku cukup menyibukkan. Tapi tadi aku sempat bertemu adikku Aldebar. Aku menceritakan tentangmu kepadanya. Ia sangat terkesan dan mengundangmu datang ke Jerman untuk menghadiri perayaan ulang tahunnya yang ke-200."

Finland cegukan mendengar Caspar dengan kasual bicara tentang perayaan ulang tahun adiknya yang ke-200. Entah kapan ia akan terbiasa dengan keanehan Caspar dan keluarganya ini...

"Dia lahir tahun 1818?" tanya Finland.

"Akhir tahun 1818, benar. Tepatnya di tanggal 31 Desember." Caspar tertawa kecil. "Orang seperti kami hanya merayakan ulang tahun setiap 100 tahun sekali. Aldebar dan aku biasanya mengadakan pesta besar dengan mengundang para kerabat dari klan Alchemist. Itu merupakan kesempatan langka untuk saling bertemu dan bertukar kabar. Selain acara-acara perayaan seperti itu, kaumku hanya bertemu dalam pertemuan 10 tahun sekali atau dalam acara besar seperti pernikahan, karena bisa jadi dalam pernikahan itu klan Alchemist akan menerima anggota baru, yaitu manusia biasa yang menerima ramuan awet muda sebagai hadiah pernikahan dari kami, seperti Louis, suami Flora. Tapi seperti yang sudah kuceritakan, kaum Alchemist sangat jarang yang menikah dan mempunyai keturunan, dan bisa jadi tidak ada pernikahan sama sekali selama 100 tahun."

"Oh..." Seketika Finland terngiang-ngiang perkataan Katia bahwa Caspar sering mencampakkan kekasih, dan Ben yang mengatakan bahwa tuannya itu memiliki banyak wanita. Ia kemudian mengomeli Caspar, "Mungkinkah kaummu sangat jarang yang menikah, bukan karena kalian pemilih... tapi karena kalian memang tidak menghargai orang lain, dan lebih menyukai berkencan dengan berganti-ganti pasangan tanpa harus membuat komitmen..."

"Kau pikir aku begitu?" tanya Caspar terkejut.

"Katia bilang kau berkencan dengan banyak perempuan, bahkan saat kalian masih bertunangan. Itu sebabnya dia meninggalkanmu. Ben juga sudah mengatakan bahwa kau memiliki banyak wanita." Sebelum Caspar sempat menjawab, Finland buru-buru menambahkan, "Eits... kau jangan menyalahkan Ben lagi. Dia hanya menyampaikan kebenaran, yang kemudian dikonfirmasi oleh Katia."

"Finland, sejak aku bertemu denganmu di bandara empat bulan yang lalu, aku sama sekali tidak bersama wanita lain," kata Caspar tegas. "Why should I be with anyone else? I have found the one."

Untuk apa aku bersama perempuan lain? Aku sudah menemukan yang aku cari.

"Kau mencampakkan perempuan setelah satu bulan, itu yang aku dengar dari Katia," kata Finland dengan suara lirih. "Terus terang aku takut... Kau dan Katia yang sudah 50 tahun bersama bisa tetap berpisah, bagaimana dengan kita yang baru kenal empat bulan? Kau mengerti apa yang kurasakan?"

"Aku..." Caspar tidak tahu harus bicara apa.

"Aku kagum padamu, dan menurutku kau orang yang sangat hebat..." kata Finland. "Seminggu terakhir aku sudah hampir yakin bahwa aku memang mencintaimu... Tapi pada saat yang sama aku semakin takut kalau perasaanku padamu menjadi semakin dalam, nanti sakitnya akan semakin perih saat kau meninggalkan aku seperti yang kaulakukan kepada begitu banyak perempuan lain..."

Suara Finland yang lirih itu tidak terdengar marah, melainkan sedih dan takut, dan itu justru membuat hati Caspar seperti terkoyak. Saat ini ia lebih suka mendengar Finland marah-marah dan menuduhnya sebagai playboy, daripada terdengar takut dan sedih seperti ini.

Ia dapat membayangkan wajah Finland yang cemas karena takut disakiti, dan hatinya yang semakin mengkerut dan tertutup, tidak berani dibuka karena takut Caspar akan mencampakkannya seperti ribuan perempuan yang sudah ditemuinya selama ratusan tahun ia hidup.

"Sayang... Aku mengerti. Aku bersumpah tidak akan pernah menyakitimu. Menyakitimu sama seperti menyakiti diriku sendiri. Aku tidak mungkin melakukannya," kata Caspar setelah beberapa saat. Ia lalu menghela napas panjang. "Mungkin ini karma atas perbuatanku selama ini, menyakiti begitu banyak hati perempuan. Sekarang satu-satunya perempuan yang aku cintai, justru tidak bisa membuka hatinya untukku...."

Finland menggigit bibirnya dan tidak berkata apa-apa lagi. Ia sangat ingin mempercayai Caspar, dan menyerahkan hatinya. Ia cinta kepada Caspar. Ia merindukan pemuda itu setiap hari. Tetapi ia tak bisa menyangkal bahwa dirinya sangat takut disakiti. Seumur hidupnya Finland telah memasang tembok pelindung diri karena ia terlampau banyak menderita. Ia tahu, kalau sampai hatinya disakiti oleh cinta, ia takkan dapat pulih dengan mudah.

Mereka saling terdiam beberapa saat lamanya.

"Uhm... aku tidak akan mengganggumu lebih lama, aku tahu kau sangat sibuk," kata Finland akhirnya. "Aku juga mesti tidur. Besok aku wakeboarding dengan Jean. Dia akan pulang ke Paris hari Kamis, jadi kami hanya punya waktu beberapa hari lagi."

"Finland... beri tahu aku," kata Caspar sebelum menutup telepon. "Apa yang akan dapat membuatmu percaya bahwa aku benar-benar jatuh cinta kepadamu? Bahwa aku hanya jatuh cinta kepadamu, dan tidak pernah kepada yang lain. Apa yang akan membuatmu percaya bahwa aku akan menjagamu dan tidak akan pernah menyakitimu? Apa yang harus kulakukan?"

"Aku tidak tahu..." Finland menjawab jujur. "Kau yang bilang, when you know, you will know. Saat ini aku tidak tahu."

"Baiklah. Fair enough." Caspar menghela napas. "Selamat tidur."

"Terima kasih. Selamat malam."

Finland menutup ponselnya dan segera mencoba untuk tidur. Tubuhnya lelah tetapi pikirannya tidak juga mau beristirahat. Sepanjang malam ia bolak-balik di tempat tidur berusaha untuk tidur, tetapi tidak bisa. Akhirnya ia bangun dan menangis sampai airmatanya habis.

Di Jerman, di sebuah kastil besar dan indah, Caspar menutup ponselnya dengan hati berat. Seorang pemuda tampan berambut keemasan yang panjang, dan terlihat seperti pangeran dari negeri dongeng, tampak menggeleng-geleng prihatin di sebelahnya.

"Aku setuju denganmu. Itu pasti karma," katanya sambil tersenyum dikulum. "Makanya jangan suka menyakiti hati perempuan."

"Aldebar, nanti kau juga akan kena karma karena mengejek kakakmu yang sedang kesusahan," omel Caspar. "Suatu hari nanti kau akan tahu rasanya mencintai seorang perempuan tapi dia tidak mencintaimu."

"Aku tidak takut." Aldebar menepuk-nepuk bahu Caspar lalu keluar meninggalkan perpustakaan tempat mereka berada.

Caspar menghela napas panjang lagi, dan bergumam sebal, "Pasti ini memang karma. Ugh...."

Ia terdiam sesaat lamanya memikirkan apa yang harus ia lakukan untuk membalikkan karma buruknya yang membuatnya jatuh cinta pada seorang gadis yang sangat sulit membuka hati untuknya.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.