The Alchemists: Cinta Abadi

Seminggu yang Sibuk



Seminggu yang Sibuk

0

Karena pengalaman liburan di Pulau F sangat menyenangkan, Finland tidak jadi meminta mampir di Bali, karena ia tak mau cepat-cepat meninggalkan 'pulaunya' itu.

Ia dan Caspar menghabiskan sebagian besar waktu mereka di pantai pada sore hari sambil berpegangan tangan dan menyaksikan matahari terbenam, berenang di kolam lalu berjemur sambil membaca buku, dan menonton film sambil berpelukan di sofa besar ruang tamu.

Setelah empat hari penampilan Finland tampak semakin cerah dan ia hampir tak mengenali wajahnya di depan cermin yang sudah dihiasi garis-garis senyuman. Ia ingat dulu saat bercermin wajahnya terlihat kaku dan dingin.

Kecantikannya menjadi khas karena ia jarang tersenyum, tetapi kini gurat-gurat halus di sudut bibirnya sudah terbentuk karena seringnya ia tersenyum dan tertawa. Tanpa sadar ia menyentuh bibirnya dan menatap wajah bahagia yang menatapnya balik dari cermin.

Hanya 4,5 bulan... dan ia merasa seperti orang yang berbeda.

Tepat saat itu Caspar membidikkan kameranya dan mengambil gambar Finland yang sedang termangu di depan cermin.

"Kau perempuan yang cantik. Sekarang jauh lebih cantik dengan senyum." Ia mendekati Finland dan memeluknya, membenamkan wajahnya ke rambut wangi gadis itu. "Aku laki-laki beruntung."

Finland tidak tahu apakah Caspar memang laki-laki beruntung, yang jelas ia merasa sebagai perempuan yang beruntung...

Ketika mereka akhirnya pulang kembali ke Singapura Finland merasa sudah siap untuk bekerja keras dan mempersiapkan diri untuk meminta cuti panjang dari akhir tahun hingga akhir Januari 2019.

Saat mereka mendarat kembali di atap Hotel Continental, Jadeith dan Ben sudah menanti keduanya. Finland ingat Caspar mengatakan bahwa Jadeith adalah keponakannya, dan kini ia memperhatikan pengawal pribadi Caspar itu dengan lebih baik, berusaha mencari kemiripan di antara mereka.

Jadeith memiliki rambut keemasan panjang yang diikat ke belakang dan matanya berwarna hijau, perawakannya juga tidak seramping Caspar, tubuhnya berisi dan menyembunyikan otot, sekilas sangat berbeda dari Caspar yang berambut hitam, bermata biru dan bertubuh ramping serta gerak-geriknya halus. Mungkin Jadeith lebih banyak mewarisi gen dari sisi ayahnya.

Ketika ia menanyakan hal itu kepada Caspar, barulah Finland mendapatkan konfirmasi.

"Jadeith memang mirip ayahnya. Ia termasuk alchemist murni karena ia menjadi abadi tanpa harus meminum obat abadi, sebab baik Flora maupun Louis, orangtuanya sudah abadi. Tetapi karena Louis baru meminum obatnya ketika ia menginjak usia 40-an, anak-anak mereka baru berhenti menua di usia 30-an, seperti kau lihat sendiri pada Jadeith." Caspar membuka ponselnya dan menunjukkan sebuah foto, "Ini Flora dan Louis beserta ketiga anak mereka. Kau bisa lihat Louis terlihat berusia 40-an, Flora terlihat sangat muda di usia 22 tahun, dan anak-anak mereka, Alexandrite, Garnet, dan Jadeith semuanya terlihat berusia 30-an."

Finland mengamati foto kelima orang tersebut baik-baik. Ia bisa melihat kemiripan yang sangat kentara antara Flora dan Caspar. Wajah mereka hampir serupa, kecuali bahwa rambut Flora keemasan. Satu persamaan di antara mereka semua adalah mata orang-orang ini sangat cemerlang.

Finland ingat mengagumi sepasang mata biru Caspar yang cemerlang saat mereka pertama kali bertemu, dan kini ia melihat bahwa kelima orang keturunan alchemist yang ada di ponsel Caspar juga memiliki sepasang mata yang sangat bagus.

"Apakah... kalian sekeluarga memiliki mata yang begini cemerlang... atau ini kekhasan yang dimiliki kaum Alchemist?" tanyanya kemudian.

Caspar mendeham, "Kau pintar sekali. Efek dari ramuan abadi adalah seluruh sel dalam tubuh kami menjadi sempurna dan mata yang kami miliki juga lebih cemerlang dari manusia biasa. Aku akan bisa mengenali seorang alchemist dari matanya."

Finland ingat bahwa sepasang mata Jadeith juga berwarna hijau cemerlang indah sekali. Saat ia mengingat-ingat tentang Katia, ia juga sadar bahwa Katia memiliki sepasang mata kebiruan yang sangat cantik. Pepatah bilang mata adalah jendela jiwa... Finland akan bisa mengenali jiwa seorang kaum Alchemist dari mata mereka...

Ia menatap mata Caspar dan mengagumi betapa indah warnanya. Finland sendiri memiliki mata berwarna kecokelatan yang tidak istimewa. Dalam hati ia berharap anak-anaknya dan Caspar akan mengikuti ayah mereka dan mewarisi sepasang mata biru yang indah itu...

"Kenapa melihatku seperti itu?" goda Caspar, "Kau sedang membayangkan mata anak-anak kita?"

Ya Tuhan... apakah kaum Alchemist juga bisa membaca pikiran? keluh Finland.

"Aku..."

"Tenang saja, aku tidak bisa membaca pikiran, kok..." Caspar tertawa, "Aku hanya menebak-nebak, karena tadi kau membahas tentang mata dan kemudian kau melihat ke mataku dengan pandangan aneh."

Pfew....

Finland mengangguk jujur, "Aku berharap anak-anak kita akan memiliki matamu."

Caspar tersenyum sangat lebar mendengarnya. Ia mencium Finland dan segera membopongnya ke dalam kamar. Ia tak peduli anak mereka akan mewarisi mata siapa. Ia sudah senang Finland akan menjadi ibu dari anak-anaknya.

***

Seminggu penuh Finland sibuk dengan pekerjaan. Ia mengawasi penataan pameran karya seni Katia dan ditargetkan tempat itu sudah buka sebelum Natal. Ia juga menghabiskan sangat banyak waktu untuk menghubungi para potential buyer Atlas Corp dan membuat janji untuk B2B meeting di Indonesia. Ia bekerja lebih keras untuk proyek Atlas Corp sekarang karena perusahaan ini sudah menjadi milik Caspar, yang berarti secara tidak langsung akan menjadi miliknya juga.

Ia masih selalu sarapan dan makan malam bersama Caspar walaupun jadwal keduanya sangat padat, terutama Caspar yang sepertinya akhir-akhir ini sering sekali keluar negeri. Ia selalu berusaha sudah pulang sebelum makan malam, dan Finland terharu melihatnya sudah ada di rumah ketika gadis itu tiba, padahal ia tahu pemuda itu sibuk luar biasa.

"Sayang, apakah kau bisa mengambil cuti lagi selama beberapa hari?" tanya Caspar saat mereka baru selesai makan malam dan sedang menikmati dessert wine.

"Tidak bisa, aku harus masuk kantor setiap hari dan terlihat rajin sebelum aku bisa mengajukan cuti satu bulan di akhir bulan ini." Finland menggeleng, "Kenapa?"

"Hmm..." Caspar membuka ponselnya dan menghubungi Stanis. "Sebaiknya Rosa Wang saja yang diterbangkan ke sini. Finland tak bisa ambil cuti lagi."

Rosa Wang?

Finland ingat nama Rosa Wang ini sangat terkenal dan banyak dibahas di majalah sebagai perancang gaun pengantin paling terkenal di dunia. Ia tinggal di New York dan waiting list-nya tahunan. Rosa Wang yang itu???

"Siapa yang diterbangkan ke sini?" tanya Finland bingung.

"Rosa Wang yang akan membuat gaun pengantin untukmu. Dia tinggal di New York. Tadinya aku ingin menemanimu ke tempatnya untuk melihat-lihat inspirasi gaun pengantin yang kau sukai, dan Rosa akan membuatkan sesuai dengan seleramu. Tapi kalau kau tidak bisa ambil cuti... berarti aku akan menerbangkan Rosa ke sini. Biar dia bisa mencari tahu seleramu dan membuat gaun supaya akhir tahun bisa diterbangkan ke Jerman untuk acara pernikahan..."

Finland mengira akan sudah terbiasa dengan semua kejutan Caspar, tetapi ternyata pemuda itu masih bisa membuatnya tercengang. Rosa Wang memiliki daftar tunggu klien yang sangat panjang untuk membuatkan gaun pengantin. Satu gaun rancangannya yang dibuat khusus biasanya membutuhkan waktu 3-6 bulan dan harganya sangat mahal, namun begitu daftar tunggu wanita yang ingin menikah dengan gaun buatan Rosa Wang sangat panjang.

Gadis-gadis kaya sudah memesan gaun pengantinnya kepada Rosa sejak mereka remaja, supaya ketika mereka menikah, gaun tersebut sudah ada. Karya-karyanya yang siap pakai saja sering kali langsung habis begitu dijual di toko. Bisa dibilang, mengenakan gaun pengantin Rosa Wang yang diproduksi massal saja sudah termasuk bergengsi bagi orang normal, apalagi gaun yang dirancangnya khusus...

Dan Caspar ingin Rosa membuatkan gaun khusus sesuai selera Finland dengan waktu kurang dari satu bulan?

Caspar menutup mulut Finland yang ternganga dengan tangannya sambil tersenyum lebar.

"Aku membuatmu terkesan lagi, ya?" Ia mencium bibir gadis itu dengan lembut, "Aku memang kekasih yang sempurna. Aku tampan, baik hati, sangat kaya, sangat pintar, bisa memasak, aku memuaskan di tempat tidur, dan aku selalu memberimu kejutan yang menyenangkan."

Finland tahu Caspar seharusnya tidak memuji diri sendiri, tetapi kali ini ia tidak dapat protes. Caspar memang benar. Ia sempurna dan Finland mengakui itu.

Ada setitik rasa takut yang merayap di hatinya saat ia mengakui kesempurnaan Caspar. Hidupnya sekarang berjalan terlalu baik, dan laki-laki yang ingin menikahinya ini terlalu sempurna... Finland takut akan terjadi sesuatu yang merusak gambaran sempurna di sekelilingnya sekarang.

Uff... ia berusaha menyingkirkan perasaan itu dan mencoba bersyukur atas hal-hal baik yang terjadi selama ini. Ia tak mau menciptakan jinx* dengan memikirkan yang buruk-buruk.

Akhirnya Finland membalas ciuman Caspar dan berdoa dalam hati agar cinta mereka akan baik-baik saja.

.

*jinx = kualat, sesuatu yang tidak diinginkan


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.