The Alchemists: Cinta Abadi

Perpisahan dan Pertemuan di Bandara



Perpisahan dan Pertemuan di Bandara

0

Finland berusaha melupakan keresahan hatinya ketika ia menemui Jean di Bedok Reservoir untuk melakukan olahraga wakeboarding. Ia belum pernah melakukan jenis olahraga ini sebelumnya dan melihat orang-orang meluncur di air dengan ditarik kapal membuatnya agak ketakutan, akhirnya ia hanya menjadi penonton dari pinggir ketika Jean masuk ke air.

"Aku menikmati dari jauh saja ya....!!" serunya dari pinggir. "Aku takut tenggelam."

"Hahaha... baiklah."

Finland menghabiskan waktu hari minggunya seharian bersama Jean. Ia agak sedih karena beberapa hari lagi Jean akan pulang ke Paris, tetapi ia menghibur diri dengan mengingat bahwa ia akan menjenguk sahabatnya itu di bulan Januari. Dua bulan lagi.

Akhirnya Finland akan bisa melihat benua Eropa.

***

Akhir pekan berlalu begitu cepat dan tanpa terasa Senin pun datang dan Finland harus kembali bekerja.

Ketika ia sedang sibuk membuat presentasi untuk acara pameran Atlas Corp bulan depan, Tony memanggilnya ke ruang meeting.

"Katia sudah menyetujui semua desain yang kita berikan dan minggu depan kita bisa mulai, supaya di bulan Desember nanti pameran instalasi karya-karya seninya sudah bisa dibuka," kata Tony sambil menyerahkan beberapa dokumen kepada Finland. "Katia menyerahkan kendali kepadamu. Ia akan kembali ke Eropa besok, jadi ia meminta untuk bertemu denganmu nanti sore di De Lune untuk membicarakan teknisnya."

Finland hanya bisa mengangguk. Ia tidak tahu kenapa Katia tidak menghubunginya sendiri, dan harus meminta bertemu dengannya lewat Tony.

Baiklah... ia akan menyiapkan diri untuk bertemu Katia setelah insiden hari Sabtu yang lalu.

Finland kembali ke mejanya dan meneruskan bekerja. Sesaat ia terhenti dan berpikir apakah sebaiknya ia memberi tahu Caspar atau tidak tentang perkembangan ini. Ia ingat Caspar memintanya untuk selalu memberitahunya apa yang terjadi supaya ia dapat melindungi Finland...

Tapi pembicaraan terakhir mereka tidak berlangsung dengan baik, dan kemarin di hari Minggu Caspar sama sekali tidak menghubunginya...

Finland menjadi ragu, apa yang harus ia lakukan.

Akhirnya ia memutuskan bahwa pertemuannya dengan Katia tidak usah diberitahukan kepada Caspar, karena memang tidak terlalu penting.

Ia mengirim SMS kepada Jadeith bahwa ia akan langsung pergi ke De Lune setelah pulang kerja, dan Jadeith tidak usah menjemputnya di kantor.

[Saya akan mengantar Nyonya ke De Lune. Saya tunggu Nyonya sesudah pulang kantor di taman seperti biasa.]

Demikian balasan dari Jadeith.

Hmm... sebenarnya Finland sekarang sudah terbiasa dipanggil Nyonya oleh Jadeith dan ia tidak lagi merasa terganggu.

Tanpa ia sadari seulas senyum terukir di wajahnya. Jadeith yang aneh dan keras kepala, tak pernah bisa dikoreksi untuk memanggilnya Nona.

[Baiklah. Aku pulang kerja agak sore, sekitar jam 6.30 karena masih banyak tugas yang harus aku kerjakan.]

Finland berusaha menyelesaikan tugas-tugasnya dengan cepat tetapi entah kenapa pikirannya melayang-layang dan sangat sulit berkonsentrasi. Ia terus memikirkan kenapa Caspar tidak menghubunginya sama sekali kemarin. Jangan-jangan dia sudah menganggap bahwa sia-sia saja mengejar Finland dan ia tidak mau membuang waktunya lagi.

Ugh... Finland merasa hatinya galau.

Tony memberinya kartu kredit perusahaan untuk membayar makan malamnya di De Lune. Melihat kartu kredit di tangan dan menu makanan De Lune yang enak-enak tapi sangat mahal itu, hati Finland sedikit terhibur. Ia memesan koktail sambil menunggu Katia.

Walaupun perutnya sudah lapar ia tahu bahwa tidak sopan kalau memesan makanan duluan sementara tamunya belum datang. Karena itu ia berusaha mengisi perut dengan roti yang disediakan di meja hingga habis.

Katia datang tepat pukul 7 malam dan segera menuju ke meja Finland. Wajahnya tampak cantik seperti biasa, tetapi sikapnya kini menjadi agak dingin.

"Selamat malam, Finland." katanya singkat, sebelum duduk dan membuka menu. Kepada pelayan yang menunggui ia segera menyebutkan pesanannya. "Saya minta koktail Black Russian dulu, sambil saya memilih menu makanan."

"Baik, Nona."

"Apa kabar, Katia? Kau sudah baikan?" tanya Finland kemudian.

"Kabarku tidak terlalu baik, aku sakit sepanjang akhir pekan," kata Katia. "tapi sekarang aku sudah lebih sehat. Bagaimana kabarmu?"

"Aku juga sakit sepanjang akhir pekan," kata Finland jujur.

"Oh, jangan-jangan penyebab sakit kita sama." Untuk pertama kalinya malam itu Katia tersenyum, dan Finland seperti melihat kembali gadis cantik yang ramah dan selalu bersikap baik kepadanya.

"Mungkin." Finland hanya tersenyum dan mengangkat bahu.

Minuman Katia tiba dan mereka lalu memesan makanan. Sambil bercakap-cakap ringan tentang desain pameran yang sudah disetujui Katia, mereka menikmati minuman masing-masing.

Finland tahu Katia tidak memintanya bertemu hanya untuk membicarakan pamerannya dan makan malam. Ia tertarik ingin mendengar apa yang sebenarnya ingin disampaikan Katia, tetapi ia tidak mau mendesak. Karenanya ia ikuti pembicaraan Katia tentang hal-hal seputar pekerjaan dulu.

Makanan mereka tiba satu per satu, dan keduanya memesan koktail lagi. Pembicaraan sambil menikmati makan malam dan koktail kedua menjadi semakin cair dan akhirnya Finland mendengar juga apa sebenarnya tujuan Katia bertemu dengannya malam ini.

"Maafkan aku yang terlalu berlebihan hari Sabtu kemarin di Universal Studios," kata Katia sambil menyesap Singapore Slingnya. "Aku sadar aku sudah bersikap kekanakan waktu itu. Aku harap kau memaafkanku."

"Tidak ada yang perlu dimaafkan. Aku tidak mengerti kenapa kau merasa perlu minta maaf," balas Finland.

"Kuakui, aku masih mencintai Caspar. Bagaimanapun kami sudah bersama selama bertahun-tahun..."

"Lima puluh tahun..." kata Finland memotong ucapan Katia, "Aku tahu,"

Katia tampak terkejut tetapi berusaha menyembunyikannya, "Kau tahu itu juga?"

"Iya..."

Katia tersenyum getir. "Berarti kau tahu semuanya, bahwa kami adalah kaum Alchemist yang hidup abadi. Dia sudah menyampaikan semuanya kepadamu."

"Aku tahu bahwa kau meninggalkan keluargamu untuk hidup abadi bersamanya, tetapi ia tidak juga memenuhi komitmennya untuk menikahimu." Finland mengangguk pelan.

"Benar..." Katia menghabiskan minumannya dengan wajah sesal. "Kau tahu Karl Furstenberg?"

"Desainer terkenal itu? Jean bilang kau adalah muse-nya dalam menciptakan banyak desain terkenal."

"Benar. Aku sempat bilang bahwa aku menjadi muse-nya karena nepotisme, sebab ia bersahabat dengan nenekku... hahaha... itu tidak benar. Karl adalah sahabatku." Katia memberi tanda kepada pelayan untuk membawakan Singapore Sling lagi. "Dia mencintaiku dengan sepenuh hati, tetapi aku meninggalkannya untuk bersama Caspar. Aku kembali ke kehidupannya beberapa tahun yang lalu dan mengaku sebagai cucu dari Katia Jannsen, sahabatnya... karena aku tidak menua, sementara sekarang usianya lebih dari 70 tahun. Tapi Karl terlalu mengenalku... Ia langsung tahu aku adalah Katia Jannsen sendiri. Kau bisa bayangkan betapa hancur hatinya... Selama ini ia mengira aku sudah meninggal dan ia berkabung selama puluhan tahun."

"Aku turut sedih mendengarnya," kata Finland pelan. Ia bisa melihat situasi Katia dan Karl puluhan tahun lalu mirip dengan situasinya dan Jean sekarang.

"Aku tadinya mengira kau hanya satu dari banyak perempuan yang dikencani Caspar sambil lalu, seperti biasa. Tetapi ternyata ia sudah memberitahumu namanya, dan bahkan kau sudah tahu rahasia kaum Alchemist. Aku cemburu kepadamu, karena aku masih mencintainya... dan kami bersama cukup lama." Katia menerima minuman baru dari pelayan dan menyesap Singapore Slingnya hingga habis setengah gelas. "Tapi selama akhir pekan ini, di saat aku sakit, aku terus membayangkan masa laluku bersama Karl. Seandainya aku tidak menerima lamaran Caspar waktu itu, aku dan Karl sudah hidup berbahagia. Aku juga tidak perlu meninggalkan orang tuaku... Hidup muda selamanya tidak selalu menyenangkan kalau kau tidak bisa berbagi hidupmu dengan orang yang kau cintai."

Finland mengangguk membenarkan. Itu juga yang menjadi keresahannya.

Untuk apa hidup muda selamanya, kalau tak bisa berbagi hidup dengan orang-orang yang dicintainya? Ia tidak tahu apakah worth it untuk ikut Caspar dan menjadi muda selamanya bila ia kehilangan Jean, sahabatnya. Apalagi jika kemudian Caspar pun meninggalkannya seperti Katia.

"Aku melihat bagaimana Jean menyayangimu... dan aku seperti melihat kembali diriku dan Karl 50 tahun yang lalu." Katia melanjutkan bicaranya. "Aku akan jujur kepadamu, aku masih mencintai Caspar, dan kami baru berpisah selama enam bulan. Aku tak tahu apakah ke depan kami akan dapat kembali bersama. Tetapi aku mau kau belajar dari pengalamanku, karena sepertinya apa yang kita alami cukup mirip... Lebih baik hidup bersama laki-laki yang mencintaimu, daripada laki-laki yang kaucintai. Bila kau bersama orang yang mencintaimu, kau akan diperlakukan seperti ratu, tetapi bila kau bersama orang yang kau cintai, maka kaulah yang akan banyak berkorban... Jean laki-laki yang sangat baik. Jangan sampai kau menyesali keputusanmu di masa depan, seperti aku..."

Finland tidak menjawab. Dalam hatinya ia membenarkan bahwa memang paling baik bagi perempuan untuk menikah dengan laki-laki yang mencintai mereka, karena mereka pasti akan dilimpahi cinta dan diperlakukan dengan baik. Ia sering sekali melihat perempuan yang harus berkorban perasaan karena mereka mencintai laki-laki yang tidak memperlakukan mereka dengan baik.

Pikiran-pikiran itu terus menghantuinya sampai mereka selesai makan malam dan Katia minta diri.

"Aku besok pulang ke Eropa. Aku perlu menenangkan diri." Katia memeluk Finland dan mencium pipinya. "Kuharap kau memikirkan ucapanku. Selamat tinggal."

"Terima kasih. Selamat jalan, Katia."

Wajah Finland pasti tampak sangat sedih ketika ia keluar dari De Lune, karena tanpa diminta Jadeith telah mengulurkan sehelai sapu tangan kepadanya saat ia memasuki mobil.

"Siapa yang menyakiti hati Nyonya?" tanyanya saat menyalakan mobil dan mulai menyetir ke arah Rose Mansion. "Sebaiknya Nyonya beri tahu Tuan, agar beliau tidak kuatir."

Finland tidak menjawab, dan Jadeith tahu diri untuk tidak bertanya lebih lanjut.

***

Hari Selasa dan Rabu berlalu dengan sangat cepat. Finland merasa sedih sekali ketika ia masuk kantor di hari Kamis, karena ia tahu sepulang kantor ia akan mengantar Jean ke bandara untuk pulang ke Paris. Mereka baru akan bertemu lagi di bulan Januari ketika Finland mengunjunginya ke sana.

Air mukanya yang muram dilihat oleh teman-teman satu departemen, dan mereka mencoba menghiburnya dengan mengajaknya makan siang bersama. Ajakan makan siang itu membuat Finland sedikit terhibur, karena ternyata teman-teman kantornya sudah bersikap semakin baik kepadanya. Ia ingat dua bulan pertama ia sama sekali tidak punya teman dan dikucilkan oleh mereka.

Suasana hatinya sedikit membaik ketika ia berjalan kaki dari kantornya menuju Robertson Road. Seperti biasa, ia berusaha berjalan kaki dengan indah seperti di runway, mengikuti ajaran Jean. Tetapi hari ini setiap langkahnya melenggang di trotoar ala runway tersebut terasa menyedihkan.

Air matanya tak bisa lagi ditahan saat ia tiba di depan pintu apartemen Jean. Ketika Jean keluar dengan kopernya, Finland menangis tersedu-sedu di dadanya.

"Hei... jangan menangis begini. Cuma dua bulan kok, setelah itu kau bisa ke Paris. Dan kita juga kan masih bisa ngobrol setiap hari..." kata Jean sambil mengusap-usap kepala Finland. "Kalau kau begini aku menjadi berat untuk pergi."

"Maafkan aku..." Finland berusaha menegarkan diri. Ia menghapus air matanya dan mencoba tersenyum. "Ada yang mengupas bawang di sini. Aku tidak menangis, kok."

"Hahaha... dasar." Jean menarik tangan Finland dengan satu tangan dan satu tangan lagi menarik kopernya. Mereka menuruni lift ke bawah dan masuk ke taksi. Finland meminta Jadeith tidak menjemputnya hari itu karena ia hendak menemani Jean ke bandara.

[Jadeith, aku akan ke bandara, kau tidak usah menjemputku di kantor.]

[Baik, Nyonya. Saya langsung jemput di bandara saja kalau begitu.]

Setelah tiba di Terminal 1 Keberangkatan, Jean dan Finland berpelukan sebelum akhirnya Jean masuk untuk check in dan boarding. Gadis itu berdiri memandang Jean sampai hilang dari pandangan baru memutuskan untuk menghubungi Jadeith.

[Jadeith kau sekarang di mana?]

[Saya hampir tiba di Terminal 1 Kedatangan. Nyonya sedang di sana menjemput Tuan pulang, kan?]

balasan Jadeith membuat Finland tersentak.

Sekarang hari Kamis. Bukankah Caspar bilang ia akan pulang hari ini?

Pantas saja Jadeith mengira ia ke bandara untuk menjemput Caspar. Finland menepuk kepalanya sendiri karena melupakan hal penting ini. Ia tidak ingat karena Caspar sama sekali tidak menghubunginya sejak hari Sabtu.

Ugh...

Akhirnya Finland memutuskan pergi ke Terminal Kedatangan untuk menunggu Jadeith. Ia sedang tak mau naik MRT dan biaya taksi di rush hour seperti sekarang mahal sekali. Lebih baik kalau ia menumpang pulang di mobil Caspar.

Dalam hati Finland mengeluh... rupanya ia juga sudah mulai terbiasa dimanjakan. Bahkan kini sampai malas naik MRT.

Aduh....

Begitu Finland tiba di terminal kedatangan, ia melihat Rolls Royce yang biasa dikemudikan Jadeith sudah menepi dengan cantik di depan terminal. Saat ia berjalan mendekat, tiba-tiba saja terdengar suara memanggilnya dari belakang.

"Finland! Kau datang menjemputku?"

Finland menoleh dan hatinya seketika berguncang keras. Pria tampan yang selalu mengisi hatinya itu berjalan ke arahnya diikuti Ben yang mendorong koper mereka. Caspar tampak senang sekali melihatnya.

"Hai Caspar..." Pada saat itu Finland merasa tidak enak kalau ia berterus terang mengatakan bahwa ia ke bandara untuk mengantar Jean.

Wajah Caspar terlihat bahagia sekali...

"Oh... syukurlah kau datang menjemputku. Aku pikir kau masih kesal kepadaku..." kata Caspar sambil tersenyum lebar, memamerkan lesung pipinya yang selalu berhasil melelehkan hati Finland. 

Begitu gadis itu berada dalam jangkauannya, Caspar mendekapnya dengan erat dan mencium bibir Finland dengan rakus, seolah Finland adalah makanan kesukaannya yang sudah bertahun-tahun tidak dimakannya.

Apa-apaan Caspar ini? Apa dia tidak malu dilihat Ben dan Jadeith seperti ini? pikir Finland.

Ternyata Ben dan Jadeith pura-pura tidak melihat dan mereka sibuk mengobrolkan tentang cuaca dingin di Jerman dan betapa panasnya Singapura akhir-akhir ini.

"Aku sangat bahagia melihatmu datang menjemputku... " kata Caspar berulang-ulang. Ia sudah menghentikan ciumannya dan sedikit melonggarkan pelukannya agar Finland bisa bernapas. Ia mencium kening gadis itu dan kemudian menggenggam tangannya masuk ke dalam mobil. "Aku sangat merindukanmu."

Finland juga sangat merindukan Caspar, dan ia sangat bahagia melihatnya hari ini. Tetapi gadis itu tidak berkata apa-apa. Ia hanya mengangguk.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.