The Alchemists: Cinta Abadi

Gadis Yang Beruntung



Gadis Yang Beruntung

0

Katia tersenyum dan menghampiri Caspar lebih dulu. Pemuda itu berdiri dari kursinya dan menerima pelukan Katia.

"Hai, Katia. It's been a while," katanya sambil tersenyum. Ia mencium pipi Katia dan melepaskan pelukan. Katia lalu menghampiri Finland dan melakukan hal serupa. Gadis itu agak rikuh saat menyambut Katia.

"Hai Finland. Selamat malam," Katia menyadari bahwa kedatangannya mengejutkan Finland. Caspar tidak terlihat terkejut, tentu karena pemuda itu memang "maha-tahu", tetapi Finland pasti tidak menduga Katia akan datang tiba-tiba seperti ini. Karenanya Katia meminta maaf, "Maaf aku datang tiba-tiba, aku hanya ingin memastikan sesuatu."

"Memastikan sesuatu? Aku tidak mengerti...." Finland mengaku pelan. Ia menoleh kepada Caspar tetapi pemuda itu telah duduk dan menyesap tehnya. Seolah tidak terkejut sama sekali dengan kedatangan perempuan yang pernah menjadi tunangannya selama puluhan tahun.

"Aku melihat bunga dari Heinrich Schneider tadi di kantor, dan aku perlu memastikan bahwa ia orang yang sama dengan yang aku kenal." Katia menjelaskan. "Kau mungkin sadar bahwa sangat sulit menemui orang ini kalau ia tak ingin ditemui. Satu-satunya cara aku bisa memastikan ini orang yang sama, adalah dengan datang ke sini... Aku tidak menyangka kau juga ada di sini, tadinya aku mau bicara dengannya saja..."

"Oh.. uhm, kalian mau bicara berdua? Aku bisa keluar sebentar." Finland hendak meninggalkan dapur tetapi Katia menggeleng dan tersenyum.

"Tidak usah... kami akan bicara di luar." Ia menatap Caspar dan tersenyum tipis. "Sebentar saja."

Caspar mengangguk lalu bangkit mengikuti Katia keluar rumah.

Finland merasa gelisah sementara keduanya pergi. Ia tak dapat membayangkan apa yang sedang dibicarakan mantan kekasih itu berdua di luar sana. Kenapa Katia tiba-tiba datang dan apa yang ingin disampaikannya kepada Caspar?

Sepuluh menit kemudian pemuda itu kembali tanpa Katia. Di wajahnya tidak terlihat perubahan apa pun, dan Finland tak bisa menebak apa yang terjadi.

"Uhm.. kemana Katia?" tanya Finland.

"Pulang." Caspar menjawab pendek. "Ayo kita makan, aku sudah lapar. Hari ini aku sibuk sekali."

"Aku boleh tahu apa yang kalian bicarakan di luar?" tanya Finland hati-hati.

"Katia hanya memperingatkanku agar memperlakukanmu dengan baik. Katanya kau gadis baik dan dia tidak ingin aku merusak hidupmu." Caspar mengangkat bahu, "Dia tidak perlu melakukannya. Aku tidak mungkin memperlakukanmu dengan buruk."

"Oh...."

Finland tidak mengerti kenapa Katia tiba-tiba datang ke Rose Mansion dan bicara seperti itu kepada Caspar. Tidakkah ia cemburu melihat mantan tunangannya, laki-laki yang katanya dicintainya setengah mati namun tidak membalas cintanya itu, kini bersama Finland? Mengapa ia justru bersikap demikian baik kepada Finland dan memperingatkan Caspar seperti itu?

Ia memutuskan untuk membuang pikiran-pikiran buruk dari kepalanya dan belajar untuk berterima kasih bila orang lain berbuat baik kepadanya, seperti yang diajarkan Caspar. Mungkin Katia memang peduli kepadanya...

Mereka lalu melanjutkan makan malam dengan tenang. Caspar ternyata sempat mampir ke Macau tadi dan ia membawakan egg tart sebagai hidangan pencuci mulut mereka malam itu. Finland belum pernah merasakan egg tart langsung dari Macau dan ia sangat menyukainya. Caspar tak pernah berhenti membuatnya terkesan.

"Egg tart ini aslinya dari Portugal, dan dibawa ke Macau saat Macau dijajah orang Portugis. Nanti kalau kita ke Portugal, kau bisa mencicipi yang lebih enak lagi," kata Caspar menerangkan.

Setelah makan malam, keduanya melanjutkan minum dessert wine di perpustakaan karena Caspar harus mengikuti conference call dengan direksi perusahaannya di Jerman.

"Kalau kau sibuk dengan pekerjaan, aku ke kamarku saja," kata Finland.

"Tidak apa-apa. Kau mau apa di kamar?"

"Mau baca buku tentang desain dan membuat beberapa program acara mendatang."

"Ruang perpustakaan ini besar sekali, kau bisa duduk dan bekerja di dekatku." Caspar mengembangkan tangan seolah menunjukkan betapa besar perpustakaannya. "Kecuali kau memang lebih suka sendirian di kamarmu."

Finland menggeleng dan tersenyum.

"Tidak, aku lebih suka di dekatmu. Aku ambil laptop dan bukuku dari kamar dulu, ya."

"Good girl."

Saat Finland kembali dengan laptop dan buku-bukunya, Caspar tengah berdiskusi dengan para direksinya. Kehadiran gadis itu sempat membuat orang-orang di ujung sana keheranan dan sesaat mereka berhenti bersuara. Caspar menoleh ke arah Finland yang baru datang dan ia segera bangkit membukakan kursi untuk gadis itu di sebelahnya, lalu seperti tidak terjadi apa-apa ia melanjutkan rapat, tanpa mempedulikan pandangan heran orang-orang di dalam conference-nya.

Finland tersenyum canggung dan duduk di sebelah Caspar dan mulai bekerja, setelah memastikan bahwa ia tidak terlihat oleh orang-orang dalam conference call pemuda itu, karena ia tak ingin mengganggu pekerjaan mereka.

Mereka bekerja berdampingan di perpustakaan selama beberapa jam. Caspar melanjutkan conference-nya dengan conference kedua dan seterusnya hingga ia menyadari bahwa Finland jatuh tertidur saat kepala gadis itu oleng ke bahunya.

"Oke, rapat kita selesai di sini. Tolong kirim saja semua laporan yang belum sempat disampaikan," kataya kemudian, lalu menghentikan conference. Ia mengusap-usap kepala Finland dan membangunkannya dengan hati-hati. "Psshh... sudah selesai dengan pekerjaanmu? Aku antar ke paviliun ya."

Finland membuka matanya dan mengangguk antara sadar dan tidak. Caspar tertawa melihat gadis itu tampak mengantuk sekali dan akhirnya memutuskan untuk menggendongnya ke paviliun.

Finland tidak ingat bagaimana ia bisa berada di tempat tidurnya. Tetapi saat ia terbangun jam 3 pagi karena merasa haus, ia sadar bahwa Caspar pasti telah membawanya kemari. Ia terharu melihat secangkir air sudah tersedia di meja di sebelahnya.

Sambil minum Finland merasakan pelan-pelan dadanya terasa begitu hangat, dan ia melanjutkan tidur dengan wajah tersenyum.

Ini adalah hari pertamanya yang dihabiskan bersama Caspar dan ia tidak merasa sekaku yang ia bayangkan. Dari sejak mereka sarapan pagi bersama, lalu berangkat kerja dan kemudian bertemu untuk makan malam dan dilanjutkan dengan bekerja di perpustakaan... semua terasa menyenangkan.

Finland merasa bahwa ia dapat terbiasa dengan ini.

***

Keesokan paginya mereka sarapan bersama dan Ben mengantar Finland ke kantor, karena Caspar harus bekerja dari rumah.

"Aku makan malam dengan Jean," kata Finland sebelum berangkat. "Kau tidak usah menungguku."

Caspar tampak hendak protes tetapi ia segera menahan diri. Ia tahu bahwa Jean hanya akan berada di Singapura selama beberapa minggu dan kemudian pulang ke Prancis. Ia sudah berjanji tidak akan memaksa Finland terburu-buru memutuskan untuk ikut dengannya, maka walaupun ia sangat ingin selalu menghabiskan waktu bersama gadis itu, Caspar harus membebaskan Finland menjalani hidupnya sesuai dengan keinginannya sendiri. Dan kalau Finland ingin bertemu Jean dan makan malam dengannya, maka Caspar tidak akan mengatakan apa-apa.

"Baiklah. Have fun." Ia memeluk Finland dan mengantarnya ke mobil dan melihatnya pergi dari gerbang, sebelum masuk ke dalam rumah dan mulai bekerja.

Finland menyadari bahwa Caspar memegang janjinya dan ia menghargai usaha pemuda itu untuk membuka hatinya. Caspar memeluknya sesering mungkin, memegang tangannya setiap mereka berdekatan, dan selalu memperlakukannya dengan manis. Ia juga membebaskan Finland melakukan apa pun yang ia inginkan.

Finland pelan-pelan merasa hatinya menghangat. Ia mulai terbiasa dengan perlakuan lembut pemuda itu. Di dalam mobil ia merenungkan kembali peristiwa-peristiwa dari seminggu terakhir dan betapa banyak hal yang sudah terjadi.

Pikirannya kembali ke masa tiga bulan yang lalu saat hidupnya ada di titik terendah. Neneknya baru meninggal, dan Finland harus pulang ke Singapura dengan penerbangan tengah malam yang paling murah membawa semua harta bendanya dari Jakarta, dengan hati yang masih hancur. Ia ingat menangis tersedu-sedu di kursi bandara setelah menabrak Caspar dan menyadari ia ketinggalan MRT terakhir.

Kalau malam itu ia tidak bertemu Caspar di bandara, mungkin mereka tidak akan pernah berselisih jalan dan sampai kini ia masih menjalani hidupnya seperti Finland yang yatim piatu dan berusaha bertahan hidup sendirian di Singapura. Dengan gajinya yang pas-pasan, Finland hanya bisa menyewa kamar kecil di pinggiran kota, jauh dari paviliunnya yang indah di Rose Mansion...

Kehidupannya hanya akan berkisar antara pekerjaan di pusat kota, kamarnya di pinggir kota, dan mungkin ia masih akan menyebar flyer di mall pada akhir pekan. Teman-teman di kantor masih akan mengucilkannya dan ia hanya punya Jean nun jauh di Paris sana sebagai tempatnya mengadu.

Finland merasa sangat bersyukur... Untuk pertama kalinya dalam hidup, ia merasa sebagai gadis paling beruntung di dunia.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.