The Alchemists: Cinta Abadi

Pemilik Hotel?



Pemilik Hotel?

0

Finland terkesima saat masuk ke dalam restoran. Tidak ada tamu di dalamnya, dan di meja paling ujung yang menghadap ke taman indah penuh lampu ia melihat Caspar yang barusan duduk segera berdiri menghampirinya dengan senyum terkembang.

"Selamat datang." Wajahnya sedikit berubah ketika melihat wajah Finland yang berusaha menyembunyikan kesedihan. "Ada apa?"

"Uhmm... tidak apa-apa. Terima kasih sudah mengundangku makan malam. Tempatnya indah sekali."

Finland mencoba tersenyum dan mengerjap-ngerjapkan matanya berusaha menghalau setetes air mata yang hampir jatuh.

Caspar membukakan kursi untuk Finland dan mempersilakannya duduk. Ia kemudian menghampiri pelayan dan menanyakan sesuatu dengan suara pelan. Pelayan tersebut menjawab dengan pelan juga. Caspar kemudian menggeleng-geleng dengan wajah membesi.

"Finland, tadi ada yang bersikap jahat kepadamu? Siapa mereka?" tanyanya kepada Finland. Gadis itu menggeleng-geleng sambil tersenyum kaku.

"Cuma teman-teman SMA-ku. Mereka dulu sering membully-ku di sekolah, karena namaku yang aneh..."

"Aneh? You have such a beautiful name. Kau tahu tidak, di Finlandia, matahari tidak terbenam selama 9 minggu. Finlandia adalah satu-satunya tempat di mana kita bisa melihat matahari bersinar saat tengah malam." Caspar tersenyum lembut, "Aku ingin sekali membawamu ke sana dan melihatnya sendiri."

Finland tertunduk, "Terima kasih, tapi aku tidak biasa menerima pemberian orang. Aku sendiri sedang menabung untuk ke Finland, aku akan ke sana dengan usahaku sendiri. Aku tahu Finland negara yang cantik. Tapi mereka mengejekku bukan hanya karena nama Finland, melainkan juga karena aku juga tidak punya ayah dan tidak punya nama belakang. Hal-hal begitu kadang menjadi masalah dan membuat orang memandangku dengan stigma jelek. Aku sudah biasa kok."

Caspar menatap Finland lama sekali. Ia kemudian menghela nafas. "Baiklah, mari kita pesan makanan saja. Aku tidak mau kau memikirkan orang-orang jahat itu terus."

Ia memberi tanda kepada pelayan yang membawakan menu. Saat Finland mempelajari menu dan memikirkan apa yang ingin ia pesan, Caspar tampak berbisik sedikit kepada stafnya yang tadi mengantarkan Finland ke dalam dan memberi beberapa instruksi.

Finland tak tahu harus memesan apa, menunya dalam bahasa Prancis. Akhirnya ia memfoto bagian main course dan mengirimnya kepada Jean untuk minta rekomendasi.

"Orang lain biasanya memfoto makanan, kenapa kau malah memfoto menu?" tanya Caspar keheranan. Finland kaget saat Caspar memergokinya mengambil foto menu.

"Ah...eh, anu... aku tidak bisa bahasa Prancis. Daripada salah pesan, aku lagi tanya Jean, apa isi menunya...." jawab Finland tergagap-gagap. "Jean itu blasteran Prancis, dia ngerti bahasa Prancis...."

"Kau kan bisa tanya aku," kata Caspar, ia terlihat kurang senang karena dalam setiap pertemuannya dengan Finland, rasanya Jean selalu hadir. "Lagipula apa kau tidak punya teman lain selain Jean?"

"Kau bisa bahasa Prancis?" tanya Finland, "Apakah kau orang Prancis?"

"Jerman. Tapi aku bisa bahasa Prancis. Aku juga bisa bahasa Rusia, Jepang, Mandarin, Arab, Belanda, Spanyol, Portugis, India... Hmm... apalagi ya, banyak."

Mata Finland terbelalak sangat lebar mendengarnya, "Kau bisa begitu banyak bahasa? Kau memang berbakat jadi polyglot* atau...?"

"Aku lama tinggal di berbagai negara. I told you I travel a lot," jawab Caspar santai. "Ayo, mana menunya, biar aku terjemahkan."

Ia lalu membacakan menu dalam bahasa Prancis itu ke dalam bahasa Inggris yang dimengerti Finland, hingga akhirnya gadis itu menemukan hidangan yang ia sukai. Suasana makan malam itu syahdu sekali dan rasanya Finland belum pernah sebahagia malam itu

CETREK.

Finland mengangkat wajahnya ketika mendengar bunyi kamera Caspar. Pemuda itu tersenyum dan mengipas-ngipaskan foto polaroid dari kameranya. Senyumnya melebar saat melihat hasil gambar di foto itu, lalu menunjukkannya kepada Finland.

"Kau kelihatan lebih bahagia."

Sudut pengambilan gambar, dan cahaya ruangan yang romantis membuat Finland tampak seperti tidak nyata dalam foto itu. Seperti peri dalam mimpi. Cantik sekali.

"Terima kasih... "

Finland kemudian ingat hal yang ingin ditanyakannya sejak melangkahkan kaki ke restoran ini.

"Uhm... kenapa di restoran ini tidak ada tamu lain, ya?"

"Oh, memang aku minta supaya restoran ini ditutup. Tamunya hanya kita." jawab Caspar. "Aku tidak suka keramaian."

"Oh..." Finland tak bisa membayangkan berapa uang yang harus dikeluarkan untuk membooking seisi restoran termahal di Singapura ini. "Rasanya ini berlebihan ya..."

"Kau tidak suka?" tanya Caspar.

"Eh, bukan... aku tidak pernah makan malam seperti ini dengan orang lain. Ini tidak seperti yang kubayangkan."

"Aku bukan orang kebanyakan, Miss Finland. Buatku privasi sangat penting. Aku tidak suka orang mengetahui kegiatanku atau aku bertemu siapa."

"Aku mengerti," jawab Finland. "Apa itu berarti aku juga tidak boleh tahu nama lengkapmu? Di kartu nama, hanya ada nama Caspar. Apa itu berarti kau juga hanya punya satu nama?"

"Aku punya nama keluarga yang cukup panjang, tapi kau cukup mengenalku sebagai Caspar. Menurutku nama keluarga itu tidak penting. Orang-orang besar di dunia cukup dikenal dengan nama depannya saja bukan? Madonna, Raphael, Galileo... Kau jangan sedih kalau tidak punya nama keluarga. Itu tidak ada artinya. Biasa saja kok."

Finland tertegun. Kalimat yang mirip pernah dilontarkan oleh Jean sahabatnya.

"Lucu ya, Jean juga bilang begitu. Dia seorang supermodel, dan saat ini cita-citanya adalah menjadi terkenal sebagai "Jean" tanpa nama belakang. Katanya kalau seseorang berhasil dikenal dengan nama depannya saja, seperti Prince atau Madonna, Beyonce, Adele.. maka itu artinya orang tersebut sudah mencapai sukses yang sesungguhnya. Tadinya kupikir dia hanya menghiburku karena aku hanya punya satu nama. Ternyata kau pun berpikir begitu."

Jean lagi, pikir Caspar mulai sebal.

"Jadi kapan kau mau lihat-lihat tempat tinggal baru? Tidak mungkin numpang di tempat Jean terus, kan?"

"Eh...iya, aku akan mulai mencari kamar kontrakan kalau sudah gajian. Aku baru kerja hari Senin. Jadi bulan depan baru punya uang untuk pindah. Lagipula, bukan hanya biaya sewa kamar yang harus dipikirkan, tetapi juga biaya depositnya. Aku terpaksa harus memikirkan baik-baik."

"Kalau tinggal di hotel ini saja, bagaimana? Gratis sampai kau gajian dan bisa pindah." kata Caspar tiba-tiba membuat Finland terkesiap.

"Ah, kalau bercanda jangan keterlaluan... hahahaha..."

"Aku serius. Hotel ini punyaku."

Finland membuka mulutnya tapi tak sanggup berkata apa-apa. Ini semua terlalu mengejutkan.

"Se... serius, ini hotel punyamu?"

"Well, secara teknis belum. Tapi aku tadi sudah bicara dengan pemiliknya untuk membeli hotel ini."

"Jangan berlebihan ah... Terima kasih, eh, aku tidak bisa menerimanya. Maaf." Tiba-tiba Finland merasa tidak enak. Perkataan Jean bahwa "orang yang kelihatannya terlalu sempurna, mungkin saja menyembunyikan rahasia kelam".

Ia mulai kuatir bahwa laki-laki di depannya ini adalah seorang scammer kelas kakap. Mungkin dia mau membuat Finland terkesan, jatuh cinta lalu dijebak dan dijual dalam lingkaran human trafficking. Tiba-tiba ia merasa sesak nafas.

"Ehm... aku, tidak enak badan. Aku pulang sekarang ya..." katanya kemudian dengan wajah pucat.

"Pulang sekarang? Masih ada hidangan pencuci mulut, lho..."

"Ti... tidak apa-apa... aku tidak enak badan."

Ugh, bagaimana kalau Caspar ini memang scammer? Dia tahu tempat tinggal Finland di Robertson Road. Aduhhh...

"Aku antar pulang kalau begitu."

"Ti... tidak usah, aku naik taksi saja."

Finland buru-buru keluar dari restoran dengan perasaan gelisah. Ia terkejut melihat ketiga teman SMA-nya yang jahat sedang bertengkar dengan resepsionis.

"Apa-apaan ini? Kami sudah booking sampai hari Senin. Kenapa kami harus keluar sekarang? Aku mau bicara dengan manajermu!"

"Maaf, Bu. Ini perintah dari atas. Kalian dipersilakan mencari hotel lain. Semua biaya yang sudah kalian bayarkan untuk menginap dari kemarin sudah direfund ke dalam kartu kredit Anda. Selamat malam."

Tanpa bergeming resepsionis dan manajer on duty tidak menanggapi seruan-seruan marah ketiga perempuan itu.

"Hotel apa-apaan ini? Nanti kami kasih review jelek. Lihat saja!"

Finland sempat mendengar orang-orang itu mengamuk di belakangnya sambil membawa koper mereka. Saat ia sudah duduk di taksi tiba-tiba ia termenung, jangan-jangan ketiga teman SMA-nya yang jahat itu diusir dari hotel oleh permintaan Caspar? Ia ingat sebelum makan malam Caspar sempat memberikan beberapa instruksi kepada staf hotel.

Ia mengernyitkan kening tidak habis pikir. Siapa Caspar ini sebenarnya... Apakah ia memang bukan scammer? Apakah semua yang dikatakannya benar? Misterius sekali... Finland jadi sedikit menyesal karena tadi ia buru-buru pergi.

Tetapi... sungguh, tadi ia merasa bahwa segala sesuatu yang dialaminya sangat berlebihan dan ia takut dicelakai orang. Ia tidak memiliki siapa pun di dunia ini, maka ia harus bisa menjaga dirinya sendiri. Ia tidak boleh dengan mudah mempercayai orang lain.

.

* polyglot = ahli banyak bahasa

** model = model yang banyak bekerja dengan fotografer

*** supermodel = model yang berjalan di catwalk/runway memeragakan fashion (biasanya mereka juga menjadi model biasa yang bekerja dengan fotografer)


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.