The Alchemists: Cinta Abadi

Belajar Menerima Kebaikan



Belajar Menerima Kebaikan

0

Hari ini Finland bekerja dengan hati senang, bahkan tanpa sadar bibirnya bersenandung sambil menyelesaikan laporannya di komputer, membuat heran teman-teman sekantornya. Mereka belum pernah melihat gadis itu demikian bahagia.

[Makan malam dengan Katia Sorrenson di De Lune Restaurant jam 8 malam. Mau ke tempatku dulu atau langsung ketemu di sana?]

SMS dari Jean masuk sesudah makan siang. Finland berpikir sejenak dan membalasnya.

[Aku mampir ke Robertson. Sampai jumpa nanti.]

Dalam hati Finland merasa bahwa setiap kesempatan untuk bersama Jean harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Mereka jarang bertemu, dan mungkin setelah tiga tahun ia harus mengambil keputusan untuk ikut Caspar dan selamanya tidak akan bertemu Jean lagi.

Tiga tahun lagi Finland akan berusia 26 tahun, ia akan menjadi lebih tua dari Caspar... Walaupun pemuda itu bersedia menunggu tanpa batas waktu, Finland sadar cepat atau lambat ia harus mengambil keputusan.

***

Ketika Finland tiba di apartemen Jean, pemuda itu baru selesai berolahraga di gym dan mereka bertemu di lorong. Jean menyipitkan mata kucingnya saat melihat Finland tiba, ia merasa ada sesuatu yang berbeda dari sahabatnya itu dan ia tak bisa memastikan tepatnya apa.

"Mukamu kok begitu?" tanyanya sambil memencet tombol passkey ke apartemennya. "Kenapa kelihatan sedih?"

Finland menggeleng, "Aku tidak sedih..."

Jean membuka pintu dan mempersilakan Finland masuk. Ia menaruh tas olahraganya di kamar dan menuangkan air minum untuk mereka berdua.

"Aku mandi dulu ya, kau silakan kalau mau nonton TV atau baca."

"Oke."

Finland melihat Jean masuk ke kamarnya dengan pandangan sendu. Pemuda itu memang sangat mengenalnya dan dugaannya tepat saat mengatakan bahwa Finland sedang sedih. Gadis itu membayangkan beberapa tahun lagi ia takkan dapat bertemu Jean...

Sambil menunggu Jean mandi, Finland memutuskan untuk melanjutkan bekerja. Ia sudah mendapat tugas baru untuk mengatur B2B meeting di Jakarta dengan calon distributor brand baru yang bekerja sama dengan LTX International. Ia membaca berbagai company profile yang ada di dalam database-nya dan membuat ringkasan singkat.

"Kau itu workaholic ya..." komentar Jean setelah keluar dari kamarnya dengan tubuh segar dan pakaian rapi. Ia menutup laptop Finland dan mengacak rambut gadis itu sambil geleng-geleng. "Work stops here. Jangan kerja kalau kantormu tidak membayar lembur."

"Aku bingung kalau tidak kerja, aku harus berbuata apa..." Finland mengangkat bahu.

"Kau kan bisa membaca buku, nonton TV, Facebookan... anything but working." Jean menyipitkan mata dan menatap Finland dalam-dalam, "Kalau kau tua nanti, kau tidak kan menyesali kenapa kau tidak bekerja lebih keras. Semua orang menyesali kenapa mereka tidak lebih menikmati hidup saat mereka sudah tua dan menghadapi kematian. Don't love work too much, work won't love you back."

Saat itulah Finland sadar bahwa Jean benar... Hidupnya memang tidak pernah jauh dari bekerja sehingga kini ia lupa bersenang-senang dan menikmati hidup.

"Uhm... kau benar." Finland akhirnya mengangguk.

"Tentu aku benar. Nah, mumpung aku di Singapura selama dua minggu ke depan, kau harus belajar untuk bersenang-senang. Kita clubbing, nonton, makan, dan jalan-jalan..."

"Baiklah."

"That's my girl."

Jam 7.30 keduanya berangkat ke De Lune Restaurant untuk bertemu Katia. Gadis itu tiba 5 menit setelah mereka dan ketiganya segera menikmati makan malam seperti teman lama. Ternyata dunia ini sungguh kecil, pikir Finland. Ia tak pernah menyangka dapat bertemu mantan tunangan Caspar di Singapura dan Katia bahkan ternyata kenal dengan Jean.

"Katia ini sangat terkenal di London," kata Jean saat mereka makan malam. "Dia menjadi muse Karl Furstenberg untuk beberapa desainnya yang paling terkenal."

"Ahaha... itu karena Karl bersahabat dengan nenekku, jadi itu ada faktor nepotisme..." kata Katia sambil tertawa. "Kau sendiri merupakan supermodel paling laris di Eropa sekarang, aku beruntung bisa bertemu kau jauh-jauh di Singapura. Kapan pulang ke Prancis?"

"Uhm, dua minggu lagi. Sebenarnya Singapura ini rumah keduaku, aku masih punya apartemen di sini. Ayahku Singaporean dan aku sempat kuliah di universitas sini dan di situlah aku ketemu Finland."

"Oh, aku tidak tahu kau setengah Singapura. Jadi kalian sudah lama bersahabat?"

"Sudah empat tahun..." Jean melirik Finland sambil tersenyum lebar. "Aku akan pensiun dari modeling dua tahun lagi, setelah itu aku akan keliling dunia bersama Finland dan bikin video perjalanan."

"How exciting!" komentar Katia dengan mata berbinar-binar. "Aku iri mendengarnya. Aku tidak punya sahabat sedekat kalian."

"Berapa lama kau berencana tinggal di Singapura?" tanya Jean kemudian.

"Aku berencana membuka instalasi berisi karya-karyaku selama enam bulan di Singapura. Finland membantuku dengan desainnya. I like her ideas so far."

"Bagus sekali. Aku senang mendengarnya."

Katia membahas detail tentang karya-karya seni yang ia hasilkan dan Finland mendengarkan dengan penuh minat. Dalam hati ia kagum melihat gadis cantik di depannya yang terlihat demikian sempurna. Katia tidak hanya memiliki penampilan seperti putri bangsawan, ia juga sangat berbakat. Ia menghasilkan lukisan, desain, patung dan seni instalasi seperti Yayoi Kusama, tetapi dengan genre berbeda. Orang tak akan menyangka di balik wajah cantik ini ada jiwa kreatif dan bakat seni yang luar biasa. Dalam hati Finland jadi membandingkan Katia dengan dirinya sendiri. Ia tidak memiliki bakat yang menonjol dan kecantikannya pun tidak melebihi Katia...

Apa yang dilihat Caspar dari diriku? pikirnya dalam hati.

Apakah pemuda itu masih kasihan kepadanya?

Lamunan Finland terhenti ketika mendengar Katia mengundangnya dan Jean untuk makan malam di apartemennya.

"Oh ya... aku sangat senang ngobrol dengan kalian. Kita harus ketemu lagi mumpung Jean di Singapura. Aku mau mengundang kalian berdua ke apartemenku akhir pekan ini. Aku bisa masak makan malam, atau kita bisa undang chef."

"Akhir pekan ini kami sudah punya rencana jalan-jalan," kata Jean cepat. "Aku mau mengajarkan Finland bersenang-senang, biar dia tidak bekerja terus."

"Oh, ke mana?"

"Universal Studios."

"Oh, aku juga belum pernah ke Universal Studios," kata Katia dengan nada menyesal. "Aku tidak pernah punya teman untuk ke taman hiburan."

"Kau boleh ikut, kalau ramai lebih meriah." Jean menoleh kepada Finland, "Kita ke Universal Studios hari Sabtu ini ya?"

Finland tak bisa menolak karena tadi di rumah Jean ia sudah berjanji akan mengikuti keinginan Jean untuk belajar bersenang-senang. "Baiklah."

"Wah... pasti menyenangkan." Katia tampak sangat senang karena Jean mengundangnya untuk ikut. "Terima kasih."

Katia adalah orang yang sangat menyenangkan. Ia cantik, pintar, sederhana, dan sangat mudah akrab. Selama makan malam ini, Finland seolah sudah mengenal gadis itu cukup lama. Ia lega karena Katia sama sekali tidak membahas hubungannya dengan Caspar, ia tak tahu bagaimana harus bersikap jika mereka tiba di topik itu.

Finland tiba di rumah jam 10 malam dan menemukan Caspar menunggunya di teras paviliunnya sambil bekerja. Dalam hati ia berpikir bahwa pemuda itu jauh lebih workaholic dari dirinya.

"Bagaimana makan malamnya tadi?" tanya Caspar sambil menutup laptopnya ketika melihat Finland tiba.

"Makan malamnya menyenangkan. Jean bilang aku terlalu suka bekerja dan lupa caranya bersenang-senang, jadi dia bilang selama dua minggu ini akan mengajariku cara menikmati hidup. Hari sabtu ini kami akan ke Universal Studios." Finland mengangkat bahu, "Jean tidak tahu kau lebih workaholic dariku. Kau juga harus belajar bersenang-senang biar tidak bekerja terus."

Caspar tertawa mendengarnya. "Aku tidak workaholic. Kebetulan saja kau melihatku selalu saat sedang bekerja."

"Sekarang sudah jam 10 malam dan kau barusan masih bekerja. Tadi malam juga ada conference sampai tengah malam."

"Aku akan buktikan bahwa aku juga bisa menikmati hidup. Tadinya aku mau mengajakmu ke tempat istimewa akhir pekan ini, tetapi kau terlanjur buat janji dengan Jean ke Universal Studios." Caspar lalu mengulurkan tangannya, "Berikan paspormu kepadaku."

"Untuk apa?"

"Tempat istimewa yang ingin kutunjukkan kepadamu memerlukan visa. Berikan paspormu kepadaku biar sekretarisku menguruskan semuanya."

"Oh..." Finland seketika merasa resah. Ia selalu menolak saat Jean hendak memberinya tiket jalan-jalan ke Eropa dengan alasan menukar miles atau apa pun. Finland sudah menegaskan bahwa ia akan berusaha dengan kemampuannya sendiri untuk suatu hari nanti berangkat ke Eropa. Ia bisa menebak bahwa Caspar akan mengajaknya keluar negeri, mungkin ke salah satu negara di Eropa atau Amerika... dan rasanya ia akan melanggar prinsipnya sendiri kalau menerima tiket dari pemuda itu. "Uhm... aku sedang menabung untuk berangkat ke Eropa. Aku tidak bisa menerima tiket darimu... Aku sudah berjanji untuk traveling dengan uangku sendiri."

Caspar mengerutkan keningnya mendengar jawaban Finland, "Tiket? Aku punya pesawat pribadi. Kau ikut denganku atau tidak, tak ada bedanya."

"Oh..." Finland lupa tentang pesawat pribadi itu.

"Finland... ingat apa yang kubilang? Kau harus belajar menerima kebaikan orang lain dan mengucapkan terima kasih. Kalau kau benar-benar kesulitan menerima kebaikanku yang tanpa pamrih ini... kau selalu bisa membalasnya dengan mentraktirku makan malam," Caspar batuk-batuk kecil, "atau memberiku ciuman."

Wajah Finland memerah. Ia pura-pura tidak mendengar kalimat terakhir Caspar dan segera masuk ke dalam kamarnya untuk mengambil paspor. Ia lalu menyerahkan paspornya kepada Caspar yang masih tersenyum lebar di teras.

"Terima kasih..." kata Finland. "Aku mesti belajar menikmati hidup dari Jean, dan belajar menerima kebaikan darimu."

"Bagus. Sekarang kau tidur saja. Besok kita mengobrol lagi sambil sarapan." Caspar memeluk Finland selama beberapa menit. Ia lalu membereskan laptopnya dan beranjak pergi. "Good night, Finland."

Finland mengangguk. Ia melihat Caspar masuk ke dalam rumah utama dengan perasaan tak menentu.

Ia masih tak percaya keberuntungannya dalam hidup ini.

Semuanya berjalan terlalu mudah...

Ia takut untuk tidur dan menemukan esok hari bahwa semua ini hanya mimpi.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.