Devil's Fruit (21+)

Perjuangan Jovano 1



Perjuangan Jovano 1

0Fruit 646: Perjuangan Jovano 1     

Sepertinya, Jovano memang bukan bocah yang mudah menyerah begitu saja jika dia gagal mencapai sesuatu yang sudah dia niati dengan sungguh-sungguh.      

Benar saja, usai semalam dia gagal membuat pedang yang tangguh, pagi ini begitu dia terbangun jam 6 lebih sedikit, dia langsung meloncat dari tempat tidurnya dan segera membasuh muka, lalu keluar menuju ke Pondok Alkimia.      

Bahkan dia hanya menyambar satu Buah Energi Roh yang ada di meja makan. Ia juga tidak menoleh ketika Shelly yang ketika itu sedang membuatkan teh dan kopi untuk orang-orang yang nantinya turun ke ruang makan, menyapanya.      

"Jo, pagi sekali bangunnya?" sapa Shelly pagi itu. "Kau mau sarapan?"     

"Tidak usah, Aunty." Jovano melambai singkat tanpa menoleh dan terus saja keluar dari pondok hunian ke tempat yang dituju.      

Shelly hanya melongo sejenak sebelum kembali meneruskan membuat minuman hangat untuk beberapa orang yang sebentar lagi akan bangun. Teh, kopi, susu, jus dan juga ada smoothie. Dia memang perempuan teladan.     

Di Pondok Alkimia, Jovano menarik napas dalam-dalam dan kembali menatap dua bilah patahan pedang yang semalam dia buat.      

Dia harus lekas memahami dimana letak kesalahan dia sehingga pedang ini berakhir dengan patah.      

Kemudian, dia kembali mengulang lagi pembuatan pedang sesuai dengan yang dia ketahui.      

Api miliknya sudah sesuai dengan kestabilan yang dia inginkan. Kemudian, ia mulai dengan melelehkan tulang beast. Setelah itu, dia singkirkan dulu hasil lelehan ke samping sementara dia akan menempa besi baja damaskus.      

Ia masih taat dengan sistem pelipatan beberapa kali lempeng baja yang telah dia pipihkan. Sembari dia melakukan itu, dia juga memasukkan lelehan tulang beast sedikit demi sedikit ke dalam pelipatan baja damaskus seraya di tempa bersamaan.      

Tak lama kemudian, sudah terbentuk bilah pedang ramping tipe pedang Cina.      

Usai itu, ia celupkan bilah panas tadi ke dalam air yang sudah tersedia di sana.      

Setelah itu, ia keluarkan pedangnya sendiri yang diberikan oleh sang kakek. Memegang bilah baru dengan lap tebal di pangkalnya dengan tangan kanan, tangan dominannya, lalu memegang pedang dari kakeknya dengan tangan kiri, Jovano pun mengadu keduanya, menabrakkannya beberapa kali dengan sekuat tenaga fisik yang dia miliki.      

Trang! Tang! Dang!      

Prang!      

Patah.      

Sekali lagi, bilah buatannya… patah.      

Jovano mendesah kencang dan memungut patahan bilah tersebut. Ia terus bertanya-tanya, kenapa selalu saja dia tidak berhasil membuat pedang yang lebih tangguh seperti pedang pada umumnya.      

Pedang yang dia ketahui, tentu tidak akan begitu saja patah hanya setelah diadu dengan pedang lain setelah beberapa kali pukulan, ya kan?      

Tapi ini….     

Jovano kembali memikirkan ini. Ia menyeka keringat yang telah mengalir deras sedari tadi. Ini sudah berlangsung selama 3 jam. Dan dia masih merasa buta akan kesalahannya.      

Ia sandarkan dua tangannya di tepi meja ubin di Pondok Alkimia sambil mengatur napas dan berpikir lagi dan lagi.      

Setelah menyeka keringat untuk ketiga kalinya menggunakan bagian bawah kaosnya, ia pun mengambil satu kepal tulang beast untuk dia lelehkan lagi.      

Api dimunculkan pada tangan kirinya dan tulang beast pun ia masukkan ke kobaran api yang sudah distabilkan. Menggunakan energi telekinesis, ia berkonsentrasi menggerakkan tulang di dalam api untuk bergerak berputar pelan.      

Ketika tulang beast sudah meleleh seperti yang dia rasa tepat komposisinya, tiba-tiba saja dia ingin terus membakar lelehan cair yang mengental seperti bubur tersebut.      

Pelan-pelan, Jovano meningkatkan temperatur apinya lebih tinggi dan lebih tinggi lagi. Ini benar-benar percobaan Jovano diluar apa yang dikatakan ibunya dan buku panduan penempaan senjata yang dia baca.      

Semalam, si kakek sudah mengatakan padanya, bahwa dia harus menemukan formula dia sendiri dalam bidang ini. Maka, berbekal akan ucapan King Zardakh, maka Jovano mencoba trik ini, siapa tau berhasil.      

Ia terus membakar bubur tulang beast dengan api level tinggi. Jovano berharap, bubur tulang ini tidak sampai menjadi gosong lalu berubah jadi abu. Oleh karena itu, ia harus sangat memperhatikan apinya agar tidak membuyarkan tujuannya.      

Setelah satu jam lamanya dia membakar bubur tulang beast, secara perlahan, bentuk cair itu kian padat, namun tidak berubah menjadi seperti yang dia inginkan. Bubur itu justru membulat dan menjadi seperti sebuah pil.      

Jovano pun mendesah berat dan menghentikan upayanya. Ia tatap pil aneh dari tulang beast. Memangnya dia akan jadi seorang alkemis? Tidak, tidak, ini tidak sesuai dengan yang ia mau.      

Beristirahat sejenak untuk menenangkan diri dan sekaligus mengatur napasnya, juga untuk menurunkan rasa panas pada otaknya, ia pun duduk di kursi Pondok Alkimia.      

Sebenarnya, dari tadi, Andrea dan yang lainnya sudah mengetahui Jovano ada di Pondok Alkimia, namun Putri Cambion memberitahu semua orang untuk tidak mengganggu putranya.      

Andrea tau anaknya belum menemukan formula yang tepat untuk membuat pedang sesuai yang diinginkan, oleh karena itu, lebih baik Jovano tidak diganggu dulu.      

Sang Cambion sudah pernah merasakan sendiri betapa frustrasi dan kesalnya ketika dia gagal berkali-kali membuat pil. Makanya, berdasarkan pengalaman dia sendiri, ia meminta tidak ada satu orang pun yang masuk ke Pondok Alkimia untuk mengganggu Jovano meski hanya untuk menyapa.      

Rogard dan Kyuna harus benar-benar mengawasi kedua anaknya yang sedang aktif-aktifnya bergerak untuk tidak masuk ke Pondok Alkimia.      

Oke, kembali ke perjuangan Jovano yang tiada henti. Bocah itu diakui Andrea sebagai orang yang benar-benar gigih. Padahal menempa senjata itu pastinya lebih susah dan lebih berat dari pada membuat pil.      

Menempa senjata harus mempunyai ketrampilan untuk memukulkan palu tempa ke bidang bilah dengan baik agar lempengan bilah bisa memiliki ketipisan yang tepat dan sama. Itu tidak mudah.      

Maka, kali ini Jovano mencoba lagi. Matahari Alam Cosmo sudah mulai berlari ke arah barat meski langit belum juga memunculkan tirai senja.      

Saat ini, setelah Jovano melelehkan tulang beast menjadi sebentuk bubur cair, bocah tampan itu langsung memanaskan apinya ke level tinggi, tidak lagi perlahan-lahan seperti sebelumnya. Dia sedang menguji coba ini.      

Bubur cair tulang beast ia bakar dengan panas tinggi secara tiba-tiba dan terus dia amati api panasnya. Dan kali ini, dia tidak menggerakkan bubur cair secara memutar, namun disebarkan melayang di atas telapak tangannya, di dalam api.      

Bubur tulang itu terlihat menarik ketika bergerak meliuk-liuk bagai ular naga mini di atas telapak Jovano yang mengobarkan api sangat panas. Ia tidak ingin bubur itu berubah menjadi pil lagi.      

Setelah bubur cair yang meliuk mirip naga mini itu terus bergerak melayang menggunakan tenaga telekinesis miliknya, mata Jovano mulai membelalak ketika perlahan-lahan, bubur itu memadat, namun tidak berbentuk pil, melainkan menjadi bubuk.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.