Devil's Fruit (21+)

Menapak Negeri Hijau Biru



Menapak Negeri Hijau Biru

Fruit 395: Menapak Negeri Hijau Biru     

Sungguh, rasanya lidah Andrea gatal ingin memburaikan kalimat-kalimat mutiara ke Revka, namun Kenzo menggeleng mencegah.     

Revka berjalan dekati sang Panglima. Seperti pada Andrea dan Myren, Kenzo pun dibacakan mantra.     

Setelah Kenzo, Revka mendekat ke Ronh. Ia bacakan mantra untuk anak buah kepercayaan Myren sekaligus kekasih nona Centaur. Maka tak sampai satu menit, Ronh sudah bertransformasi seperti warga Antediluvian.     

"Wah, kau tampan juga kalau didandani seperti Nephilim," puji Revka.     

Pangeran Djanh berdehem. "Kau tak melupakan aku, kan kitty sayank?"     

Revka menoleh ke Pangeran Djanh. Menyeringai dan menjawab, "Memangnya kau ingin disulap juga?"     

"Tentu, kitty love. Ayo, buat aku segagah dan setampan mungkin."     

Revka mendecih. "Enak saja. Kau ini pantasnya terlihat jelek dan kumal, Djanh."     

"Wah, aku tak menyangka begitu takutnya kau bila aku ditaksir perempuan lain. Fufufuu~"     

"Ah, shut up, Djanh!" bentak Revka dan bacakan mantra singkat ke suaminya. Dia paling sebal kalau Pangeran Djanh bisa mudah mematahkan kalimatnya.     

"Nah, ini sangat keren." Pangeran Djanh puas akan perubahan dandanannya. "Kau memang my lovely sexy kitty." Pangeran Djanh menggapai bokong Revka dan meremasnya.     

"Euww~ stop it you both!" jerit Andrea seolah mual. Ndre, kau baper lihat mereka? Sabar, nyonya. Sebentar lagi kau juga bisa begitu dengan suamimu.     

"Dasar Cambion sirik," gumam Revka keras-keras, sengaja agar Andrea dengar. "Nah, setelah kalian berpenampilan ala Nephilim, aku akan menempeli kalian semua dengan serbuk khusus agar bau Iblis kalian hilang."     

Semuanya diam dan patuh. Revka menebarkan serbuk berwarna emas ke sekujur tubuh para Iblis dan sekejap saja serbuk itu menyatu dengan kulit mereka.     

"Setelah ini, kita terbang sebentar ke sebuah terminal. Nanti ada pesawat khusus ke Antediluvian. Aku masih punya kartu pass sehingga mereka akan menyangka kalian benar-benar temanku."     

"Pesawat? Jadi memang benar ada pesawat kaum Nephilim?" Myren terperangah. Lalu terkekeh.     

"Tentu saja ada. Memangnya kalian, yang masih pakai cara kuno main portal melulu kemana-mana? Cih!" balas Revka untuk Myren.     

Sungguh, jika tidak mengingat wanita itu menantu Raja Huvr, ingin sekali Myren memotong-motong tubuh Revka menggunakan cambuk sihirnya.     

Keenam orang itu pun terbang melesat ke sebuah tempat tak begitu jauh dari sebelumnya mereka berada.     

Hanya menunggu sekitar lima belas menit, pesawat yang dimaksud Revka pun datang. Tak membutuhkan ruang pendaftaran tiket atau pemeriksaan bagasi, cukup dengan tunjukkan sebuah kartu spesial, maka semuanya langsung bisa menaiki pesawat tersebut.     

Mereka berenam duduk berdekatan dalam sebuah bilik tersendiri. Ruangan di pesawat bagaikan first class. Luas dan nyaman. Terdapat bilik-bilik khusus jika ada penumpang yang membawa keluarga atau teman-temannya agar lebih nyaman bercengkerama selama perjalanan.     

Revka memesan red wine terbaik dan steak untuk masing-masing anggota misi.     

"Ingat, kalian tak boleh gegabah jika tiba di sana. Bertingkahlah normal seperti kalian kerabatku dari jauh. Antediluvian sebenarnya bukan satu-satunya negeri para Nephilim. Ada satu lagi, Ronderna."     

"Kenapa kami baru tau mengenai Ronderna?"     

"Itu alam tak resmi bagi Nephilim, karena dihuni para peranakan Nephilim kelas rendahan."     

"Jadi kami harus mengaku dari Ronderna? Kami Nephilim kelas rendah?"     

"Oh, come on~ tak perlu rewel soal itu. Memangnya kau punya karangan cerita yang lebih bagus mengenai latar belakang kalian, heh?"     

Andrea mendengus kesal mendengar jawaban Revka.     

"Puteri, terima saja. Yang terpenting penyelamatan Tuan Dante."     

"Nah, tuh kacungmu lebih bisa mikir daripada kau, Cambion." lugas Revka.     

Andrea cuma bisa remas erat ujung pegangan kursinya.     

"Lalu apa skenario yang kau punya jika sampai di sana, Nephilim?" Myren mengabaikan pertengkaran kekanakan adik tirinya dan istri Pangeran Djanh.     

"Aku akan ajak kalian tinggal di salah satu apartemenku. Di sana ada yang dekat dengan istana.  Kita bisa merundingkan strategi dan mulai bergerak jika sudah malam." Revka menyesap santai anggur merahnya.     

"Jadi... ini tidak bisa kita lakukan sehari saja?" Myren menanya.     

"Jangan gila, Tante. Kau bisa gagal kalau terburu-buru." Revka goyang-goyangkan gelas anggurnya.     

Myren sekuat tenaga mengatupkan mulut ketika dipanggil tante oleh Revka. Rasanya personel keributan akan bertambah satu.     

"Apa Anda punya cetak biru istananya?" tanya Kenzo.     

"Aku bisa mencurinya dari lemari pamanku, Tetua di sana."     

"Apakah penjagaan sangat ketat di sana?"     

"Sepertinya. Meski sudah tidak ada Ratu, tapi beberapa Angels kabarnya berjaga bergiliran di sana."     

"Humm, begitu rupanya."     

"Ternyata bakalan berhari-hari di sana, yak?" Andrea lirih berucap sembari tatapannya bagai kosong. "Lalu gimana nasib anak gue?"     

"Kau kira cuma kau yang meninggalkan anak, heh? Jangan cengeng, deh." Revka menyahut, gemas.     

"Lu... lu beneran udah punya anak juga? Dari si Djanhcuwk ini?" Andrea tuding Pangeran Incubus yang di sebelah Revka.     

"Iyalah!  Kalau tidak gara-gara dihamili dia, mana mau aku nikah sama dia?!" Revka masih saja junjung tinggi harga diri. Sisa-sisa martabat Nephilim yang memandang rendah Iblis belum sepenuhnya hilang.     

Pangeran Djanh terkekeh saja. Dia sudah terbiasa dengan lidah tajam penuh penyangkalan istrinya. Toh itu malah bisa bangkitkan gairah sang Pangeran.     

"Tunggu saja hukuman untukmu, kitty..." bisik Pangeran Djanh sembari dekatkan badan ke istrinya.     

Revka paham. Langsung dia sodok lengan Pangeran Djanh menggunakan sikunya.     

Pesawat pun mendarat di Antediluvian. Karena teknologi mereka sudah canggih, tak memerlukan bandara dengan landasan panjang untuk pesawat.  Pesawat sebesar Boeing itu bisa dengan mudah mendarat turun di spot manapun yang diinginkan kaptennya bagai sebuah helikopter.     

"Ingat, jaga tingkah kalian. Jangan mencurigakan."     

"Iya, Nephilim bawel. Bacot aja lu." Andrea mulai bangun dari duduknya.     

Ia menatap dari jendela pemandangan hijau asri yang tersebar di seantero alam Antediluvian. Belum lagi langitnya yang amat biru menyegarkan. Sungguh sebuah negeri idaman. Sayangnya penduduknya banyak yang kejam pada manusia.     

Para penumpang pun turun satu persatu lewat lift transparan, bagai mereka tidak menapak sesuatu saja. Maklum, canggih.     

Rupanya serbuk dari Revka tadi selain melenyapkan bau Iblis, juga membuat pernafasan para Iblis nyaman.     

Keenam orang berjalan beriringan menuju area pemukiman.     

"Revka!" seru salah satu penduduk. "Kau kah itu?" Seorang ibu tua mendekat ke arah istri Pangeran Djanh.     

"Ohh!  Nyonya Vilumska! Apa kabar, Nyonya?" Revka menyambut pelukan ibu tersebut.     

"Kupikir kau takkan pernah kembali lagi ke sini. Kau tau, Ratu Voira sudah mati." Ibu itu setengah berbisik ke Revka.     

Tanggapan Revka justru menahan tawa. "Ahh~ sudah mati, yah?  Pantas saja aku tadi boleh lewat oleh penjaga." Ia melirik ke arah suaminya. Nyonya Vilumska belum tau saja apa kelakuan suami Revka pada mantan penguasa negeri ini.     

"Kau akan kembali ke hunianmu?" tanya ibu itu lagi.     

Revka mengangguk. "Tentu. Aku harap apartemenku masih bersih dan layak."     

"Sudah pasti!" sahut Nyonya Vilumska. "Para pegawai istana bergantian membersihkan hunianmu, anak manis. Kami semua sedih waktu Ratu kejam itu mem-blacklist kau dari negeri ini."     

Revka berbincang sejenak dengan Nyonya Vilumska. Bahkan sempat memperkenalkan para Iblis ke ibu renta itu. Meski agak gelagapan saat ditanya mereka berlima anak Malaikat siapa. Untung saja ilmu mengarang Revka patut diacungi dua jempol. Atau empat sekaligus dengan jempol kaki?     

Sesampainya di apartemen sang Nephilim, semua lega karena tempatnya luas dan ada beberapa kamar. Ternyata itu bekas apartemen orang tua Revka.     

"Ngapain lu ampe bantuin kami ampe segininya?" tanya Andrea ketika rekan timnya mulai baringkan badan di kasur masing-masing.     

"Sudah kubilang, kan?  Dante adalah satu-satunya alasanku berbuat begini. Urusan kau mati, sih... aku mana perduli." Lalu Revka melangkah ke kamarnya sendiri, tinggalkan Andrea yang menahan emosi di kamar tamu bersama Myren.     

"Nyesel gue nanya gituan ke tuh jahanam. Cih!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.