Devil's Fruit (21+)

Elemen



Elemen

0Fruit 114: Elemen     

Setelah selesai mengurus Panda Bumi, Andrea memenuhi wajahnya dengan senyuman. Mereka berdua berjalan kembali setelah Nona Cambion menyimpan semua 'harta temuan' dia.     

Kali ini mereka tidak terbang, tapi berjalan kaki.     

Andrea berjalan santai sambil sesekali menyenandungkan lagu antah-berantah yang dia sendiri juga tak tau itu lagu apa. "Jadi... kayaknya sekarang kita harus mulai waspada ama Beast jenis baru, deh! Ya, kan Dante?" Dia melirik ke pria di sampingnya yang berjalan mantap dengan wajah datar penuh aroma sedingin lemari es.     

"Sepertinya." Dante memberikan tanggapan singkat. Dalam hatinya dia mulai menumbuhkan kewaspadaan lebih atas rintangan perjalanan kali ini. Firasatnya berkata bahwa mereka akan menemui binatang-binatang sejenis seperti panda tadi.     

"Oh ya, Dan, tolong dong kasi aku pencerahan soal elemen itu tadi. Aku tau ada banyak elemen di dunia ini. Ada api, lalu air, umm... bumi kayak si panda unyu, trus ada angin, ya kan? Dan petir kayak punya kamu! Lainnya apa, Dan?" tanya Andrea sambil curi-curi tatap ke lelaki tegap di sampingnya.     

Dante sebenarnya malas menjawab, tapi dia berpikir, jika dia tidak memberikan jawaban yang berisi wawasan pada Andrea, nantinya dia juga yang menderita kerugian. Maka dari itu, agak malas, ia pun menyahut, "Masih ada elemen atau unsur logam, es, kristal, lava, kayu, guntur, badai, uap didih, debu. Dan lainnya masih ada, hanya tidak terlalu penting untuk diketahui."     

"Apakah elemen seperti api, angin, air, bumi, dan petir itu elemen dasar?" Andrea terus bertanya untuk mengisi wawasannya. Dia memang pernah membaca sekilas mengenai lima elemen dasar di dunia, namun tidak mendalami bacaan tersebut.     

"Ya," jawab Dante singkat.     

Andrea belum mau diam. Masih ingin tau banyak hal. Dia yakin Dante sebagai sosok yang lama hidup dibandingkan dia, pasti lebih tau. "Kasi tau dong, Dan... kelemahan dan kekuatan elemen-elemen itu tadi."     

"Hm..." Dante menghembuskan napas disertai dengusan keras. Ingin mengabaikan, namun tak bisa. "Elemen api seperti milikmu, kuat melawan angin, tapi lemah kalau bertemu air dan tanah atau bumi."     

"Waahh... ternyata aku kalahnya ama tanah dan air!" Andrea terpana. "Oke, oke, lalu kalau petir seperti punyamu?" Wajahnya berseri penuh antusiasme.     

"Petirku kuat melawan tanah bumi dan lemah jika dengan angin."     

"Oh... begitu rupanya." Andrea manggut-manggut paham.     

"Apa lagi? Angin?" Dante kini menoleh ke Andrea yang ternyata kini sedang memandanginya secara intens dari samping, penuh minat.     

Gadis Cambion itu mengangguk-angguk cepat. "Hu-um! Hu-um! Angin!"     

"Karena petir lemah jika bertemu angin, maka angin kuat melawan petir dan dia lemah kalau bertemu api. Bukankah itu bisa disimpulkan melalui penjelasanku sebelumnya tentang api dan petir?" Kerut pun muncul di tengah dahi Dante.     

"Ah! Iya, iya, benar! Haha, maaf, nggak konsen, hehe..." Andrea terkekeh. "Nah, sekarang yang bumi, dong!"     

"Bumi atau tanah lemah ke petir, logam dan kayu, tapi dia kuat ke air dan api." Dante luruskan kembali pandangannya ke depan sambil berjalan tegap dengan dua tangan dilipat di belakang punggung.     

"Kalo air?"     

"Air lemah ke bumi dan kayu. Dan dia kuat melawan api dan logam."     

Andrea manggut-manggut sambil merenungkan informasi wawasan baru dari Dante. Dia jadi teringat beberapa serial animasi buatan Jepang dan Korea yang menceritakan tentang tokoh-tokohnya yang memiliki elemen dasar di tubuh mereka yang menjadi kekuatan mereka.     

Gadis itupun semakin paham.     

Ini berpengaruh pada tindakan dia nantinya jika bertemu dengan Beast jenis baru yang sekiranya memiliki kekuatan elemen.     

"Dan, aku kok ngerasa kayaknya Beast sesudah ini bakalan banyak yang punya kekuatan elemen, deh!" Andrea menoleh sebentar ke rekan seperjalanannya.     

"Emh!" Dante mengangguk cepat sebanyak sekali. Dia juga sudah was-was dengan hal itu. Rupanya pemikiran mereka sama. Firasat mereka juga sama. Apakah mereka berjodoh?     

"Oh! Kalau yang lainnya seperti es, dan juga—oh tidak!" Andrea tidak jadi melengkapi kalimatnya karena dia sudah berseru dengan penuh waspada.     

Dante berhenti dan bersikap waspada juga.     

"Di atas, Dan!" seru Andrea sambil mendongakkan kepala dia ke arah angkasa.     

"Kwaaarrkkkh!"     

Dante menengadahkan kepala ke atas. Ia melihat di langit ada seekor burung hitam legam yang mirip dengan gagak, hanya ukuran tubuhnya jauh lebih besar dari gagak normal. Ah, mana ada hewan berukuran normal di dunia ciptaan Pangeran Incubus Djanh?     

Mata Andrea fokus menyipit ke arah gagak legam itu yang mulai berhenti di udara sambil mengepak-kepakkan sayapnya mengirimkan badai angin. "Dante, awas!"     

Penuh kesigapan, Andrea meraih tubuh Dante menggunakan tenaga Mossa yang dia mobilisasi dengan kekuatan besar sebelum mereka terkena angin yang dikirim sang gagak.     

Andrea lekas menyembunyikan Dante pada kerimbunan bambu. Mereka belum keluar dari area hutan bambu. Nona Cambion sudah paham akan situasi yang di depan mata.     

"Kenapa, Andrea?" tanya Dante sambil bersembunyi di balik bambu paling besar di situ.     

"Dia punya elemen angin!" Kemudian Andrea menjulang ke angkasa setelah mengatakan itu. Menggunakan cambuk dan kekuatan Mossa, dia meloncat-loncat di dahan bambu hingga akhirnya berhasil mencapai pucuk bambu paling atas.     

Dante segera memahami kondisi yang terjadi. Ternyata gagak itu mempunyai elemen angin pada tubuhnya sebagai sumber kekuatan. Itulah sebabnya elemen petir milik Dante takkan mempan untuk melawan Gagak Angin Legam.     

Elemen angin kuat melawan petir, dan lemah pada api.     

Dante menyaksikan Andrea yang berdiri di ujung bambu di atas sana. Perasaan dia tak tenang menyaksikan itu.     

Andrea sudah mulai menstabilkan tubuhnya di atas meski hembusan angin yang dihasilkan dari kibasan sayap Gagak Angin Legam setara dengan angin puyuh dan berwarna hitam sehitam bulunya.     

Benar juga kekuatiran Dante. Dalam waktu tak ada lima belas menit, Andrea gagal menyeimbangkan tubuhnya di pucuk bambu. Tubuh Gadis Cambion itu oleng.     

"Aaarghh!" jerit Andrea usai menembakkan Cero ke Gagak Angin Legam.     

"Andrea!"     

Wuuusss!     

Tapp!     

Dante sudah menangkap tubuh jatuh Andrea dengan cepat dan merangkul pinggangnya dengan satu tangannya. "Bisakah kau waras sedikit?" omelnya pada si Cambion.     

"Aku kurang waras gimana, sih Dan?" Andrea berlagak murni tanpa salah memandang Dante dengan raut wajah sepolos mungkin.     

"Kau ini sudah tau tak bisa terbang malah nekat berdiri di pucuk atas bambu! Itu kau sebut waras?!" Jelas di suara Dante ada kekuatiran meski menyuarakan nada hardikan. Namun, itu tidak menutupi perasaan cemas dia yang sesungguhnya.     

Andrea meringis enteng. "Hehe... abisnya... aku kan gerak cepat biar kamu gak kena wuss wuuss angin dia. Petir kamu kalah ama angin dia, ya kan? Makanya aku buru-buru amankan kamu dulu."     

"Tapi harusnya kau ingat kekurangan kemampuanmu dulu!" Dante masih memarahinya.     

Andrea tersenyum sebagai tanggapan. Ada rasa hangat menjalar di hatinya. Ia akhirnya tau, Dante masih benar-benar peduli dan cemas akan dia. Terserah itu dikarenakan agar mereka tidak sama-sama mati atau memang Dante tulus tak mau dia celaka.     

Dia senang.     

"Makasih..." Andrea berbisik sambil masih tersenyum.     

Dante sudah akan mengomel ketika mereka diinterupsi suara keras Gagak Angin Legam. Mungkin sang gagak kesal karena dia malah diabaikan, dianggap bagai angin saja. Eh, bukankah dia memang bermuatan angin? Sudah sepantasnya dianggap angin, ya kan?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.