Devil's Fruit (21+)

Andrea Pingsan



Andrea Pingsan

0Fruit 121: Andrea Pingsan     

Setelah hari demi hari belajar pengendalian elemen bumi sekaligus juga memperdalam kekuatan pengendali pikiran, Andrea merasa tubuhnya lebih gampang lelah. Ternyata kedua ability yang dia punyai itu sangat menguras energi jika diaktifkan.     

Namun, mau bagaimana lagi jika itu adalah hal yang berguna untuk lekas menaklukkan Beast elemen yang lebih kuat daripada Beast biasa. Lagipula, Beast elemen yang mereka temui kian hari kian sering dan banyak.     

Apabila Andrea dan Dante tidak terus meningkatkan kekuatan mereka, maka mereka akan mudah binasa di alam ciptaan Pangeran Djanh.     

Seperti malam ini, keduanya diganggu oleh Beast Tikus Petir Raksasa yang tubuhnya diselimuti baut-baut petir putih yang meliuk bagaikan ular-ular kecil dengan bulu-bulu berwarna putih susu dan sangat kasar. Tidak, Andrea tidak memegangnya, hanya dengan memandang saja cukup dimengerti seberapa keras bulu di tubuh tikus tersebut.     

Karena itu berunsur petir, Andrea dan Dante cukup kewalahan. Itu dikarenakan dua orang itu tidak memiliki kekuatan elemen yang bisa menundukkan petir. Tidak ada yang memiliki kekuatan elemen angin.     

Bahkan, Dante yang sama-sama memiliki unsur petir seperti tikus itupun tak sanggup menaklukkan kekuatan petir si tikus yang tampaknya lebih besar dari milik Dante.     

Setelah mereka berjuang melawan Tikus Petir Raksasa yang sebesar gajah, dan tidak menghasilkan apapun, Andrea mencoba mempraktekkan kekuatan barunya yang sudah mulai terasah. Ia berdiri dua puluh meter di depan Tikus Petir Raksasa dan satu tangannya diulurkan ke depan dengan semua jari terbuka ke arah si tikus.     

Andrea berusaha untuk mengendalikan pikiran Tikus Petir Raksasa, terus menatap mata putih tikus di depannya yang besar dan mengerikan. 'Tidur... tidur... lekas tidur...' Demikian Andrea berseru di benaknya, mencoba mentransfer perintah tersebut ke tikus di hadapannya yang juga menatap tajam ke arahnya.     

"Ciiiitttt!" Tikus Petir Raksasa malah menerjang maju sambil melemparkan baut petir putih ke Andrea. Gerakan itu begitu cepat. Andrea hampir saja celaka jika dia tidak lekas memakai Mossa untuk melenting ke belakang sejauh sepuluh meter.     

Dante menerobos di depan tikus untuk tebaskan pedang besarnya sebelum tikus itu kembali menyerang Andrea. Sayangnya, kekuatan petir dari Pedang Rogard kurang sepadan untuk melawan tikus itu.     

Dalam hirarki kekuatan petir, dibagi 4 kedahsyatan kekuatan petir. Yang paling lemah adalah petir kuning. Di atas petir kuning, ada petir ungu. Dan di atasnya lagi yaitu petir putih seperti yang dimiliki Tikus Petir Raksasa. Sedangkan hirarki petir paling puncak adalah petir hitam, namun itu merupakan legenda saja.     

Dikatakan pemilik kekuatan petir hitam hanya muncul dalam lima ratus ribu tahun sekali. Oleh karena itu, dikatakan langka dan akhirnya hanya menjadi legenda semata.     

Makanya, tak berlebihan jika mengatakan bahwa Dante belum bisa mengalahkan tikus itu sedari tadi. Dengan hanya sengatan petir sebesar paha orang dewasa saja, Dante langsung terpental mundur meski sudah mengerahkan kekuatan defensifnya sampai tingkat tertinggi.     

Andrea belum mau menyerah. Dia masih ingin mencoba melumpuhkan tikus besar itu dengan kekuatan pengendali pikiran. Ia merasa, jika tikus itu dilawan menggunakan kekuatan langsung, takkan mempan.     

Karena berbekal pengalaman diseruduk tikus dan hampir celaka, Andrea berdiri lebih jauh lagi dari sebelumnya di depan tikus tersebut.     

"Dante! Minggir dulu, Dan! Kamu bersiap aja terus tembakin bola pret kamu kalau dia mulai mo nyeruduk aku!" teriak Andrea sambil matanya terus fokus ke mata tikus raksasa.     

"Bola pret?" ulang Dante dengan mata menyipit. "Hei! Itu Bola Vreth! Bukan bola pret!" Dia balas berteriak tidak terima kekuatan dahsyat dia dilecehkan Andrea.     

"Halah, udah!" Andrea tak begitu menggubris protes dari Dante. "Lidah aku belibet ngucap hurup ev."     

"Itu kau baru saja mengucapkan ev!" jerit Dante kesal.     

"Eh, iya kah? Wahahaa!" Andrea malah tertawa tak tau malu. "Lidahku lagi khilap!" Ia meringis.     

"Grr..." Dante menggeram sengit ke Andrea.     

"Jangan menggeram, Dan! Mo ikut-ikutan nih tikus? Jangan! Ntar jelek nih tikus nular ke kamu, loh!"     

"Andrea!"     

"Ssstt! Jangan berisik, aku lagi konsen, tau!"     

Menahan geram, Dante pun menarik napas dalam-dalam agar menumbuhkan kesabaran lebih banyak dalam jiwanya.     

Sekali lagi Andrea kerahkan energi pikiran dia untuk memasuki pikiran Tikus Petir Raksasa dan mengendalikan binatang buas itu.     

Tikus raksasa menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat, menandakan kekuatan kendali pikiran Andrea mulai merasuki dia. Tikus itu tak mau jatuh dalam kendali Andrea, dan akhirnya dia berlari ingin menerjang Andrea.     

Andrea terus mempertahankan posisinya dan meloncat mundur dengan Mossa sambil terus menatap mata tikus yang marah. "Bentar, Dan! Tahan pretmu! Ini dah mo kena!"     

Gadis Cambion terus meloncat mundur tiap jarak dia dan tikus sudah mencapai hampir sepuluh meter. Untung saja mereka sudah tidak berada di hutan bambu lagi atau Andrea akan kesusahan bergerak seperti itu.     

Andrea cukup bergerak mundur dalam alur memutari area tanah lapang tersebut.     

Zuummmh!     

Seketika, Tikus Petir Raksasa pun berhenti berlari ke Andrea. Dia tampak linglung beberapa menit. Andrea menggigit gerahamnya karena kekuatannya menipis deras. Ia harus bertahan sedikit lagi. Sedikit lagi! Atau semua akan sia-sia.     

Menggertakkan gigi kuat-kuat, Andrea memompa energi dia hingga maksimal. "Eerrrrrrhhhhh!"     

Zuupp!     

Bumm!     

Tikus Petir Raksasa akhirnya tumbang ke tanah setelah Andrea melonjakkan energi final dia. Tikus itu berhasil dibuat tertidur oleh Andrea.     

Setelah tikus raksasa luruh ke tanah, itupun diikuti Andrea yang juga merosot jatuh ke tanah.     

Tapp!     

Dante tangkas menangkap tubuh lemas Andrea. "Hei! Masih kuat ke Cosmo?"     

Andrea menatap sayu ke Dante dengan wajah kuyu. Ia menggeleng pelan dan tiba-tiba sentuhkan ujung telunjuknya ke dahi Dante.     

"Apa itu?" Dante merasakan sebuah energi masuk ke dahinya.     

"Kamu... bisa keluar masuk Cosmo... sesukamu..." lirih Andrea sebelum jatuh pingsan.     

"Andrea! Andrea!" panggil Dante. Kemudian, dia mengingat ucapan terakhir Andrea sebelum pingsan. Gadis itu memberikan dia kekuatan untuk bisa masuk dan keluar dari Cosmo sesuka hati? Benarkah?     

Dante juga teringat bahwa untuk memasuki alam Cosmo, hanya butuh memikirkan alam itu saja. Ia pun mencoba peruntungannya. Ia memikirkan Cosmo sambil pejamkan mata.     

Begitu ia membuka mata, ia benar-benar sudah berada di alam Cosmo milik Andrea. Gadis itu masih ada dalam rengkuhannya.     

Berbaik hati, Dante menggendong Andrea yang tak bertenaga memasuki pondok yang juga dengan gampang dimasuki Dante karena Andrea sudah membagikan kepemilikan seluruh hal yang ada di Cosmo kepada Dante.     

Pelan-pelan, Dante merebahkan tubuh lemah Andrea ke ranjang si gadis, melepas sepatu boot Andrea dan menutupi tubuh pingsan Andrea dengan selembar selimut hingga sebatas leher.     

Dante pun keluar dari kamar Andrea. Siang dan malam di Cosmo mengikuti siang dan malam di alam ciptaan Pangeran Djanh.     

Ini sudah larut malam.     

Dante berjalan hendak ke kamarnya ketika tiba-tiba sebuah suara berbicara di kepalanya.     

"Tuan, hisap energi petir tikus tadi."     

"Hah?" Dante mengerutkan keningnya, heran. "Siapa?!" Ia mencari sumber suara, namun takkan menemukannya karena suara itu berbicara di kepala dia.     

"Percaya saja pada saya, Tuan."     

"Tuan?" Pria Nephilim itu miringkan kepalanya, mencoba berpikir lebih lanjut. "Apa kau Pedang Rogard?"     

"Ya."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.