Devil's Fruit (21+)

Hadiah Untukmu



Hadiah Untukmu

0Fruit 109: Hadiah Untukmu     

Dante cepat berkelit sebelum ular itu maju menerjangkan kepalanya yang sebesar dinosaurus T-rex ke arah dia dengan moncong terbuka lebar hendak memasukkan Dante ke dalam sana.     

Karena Dante berhasil lolos, ia melayang di udara. Ular itu juga terdiam sambil menatap lekat ke arah Tuan Nephilim. Masing-masing saling terdiam untuk memikirkan strategi baru. Ular Piton Sisik Naga sesekali menjentik-jentikkan lidahnya keluar. Lidah itu sepanjang tubuh Dante.     

Sepertinya apabila Dante menjadi santapan sang ular, itu takkan mengenyangkan ular raksasa tersebut. Tapi bagaimana pun, Ular Sisik Naga terlanjur marah pada Dante karena mengganggu perburuan dia.     

Whuusss!     

Dante melesat ke depan ke arah ular yang juga merespon cepat dengan majukan kepalanya sambil moncongnya terbuka lebar siap melahap Dante hidup-hidup.     

Tuan Nephilim sudah sangat dekat dengan moncong ular raksasa itu, siap menjadi makan malam si ular. Dante menggertakkan gerahamnya kuat-kuat mencoba spekulasi barunya tadi. Dia mulai ciptakan bola Vreth dan menembakkannya ke dalam moncong ular tersebut.     

Ular Sisik Naga sangat terkejut mendapat serangan langsung ke dalam mulutnya. Ia tak sempat mengatupkan moncong untuk menghalangi Bola Vreth, dan segera saja serangan dahsyat Vreth sudah bersarang di moncong Piton Sisik Naga dan seketika membuat si ular meraung kesakitan.     

Jelas kalau ular itu terluka di dalam moncongnya. Mungkin juga bola Vreth itu melukai tak hanya moncong namun sampai ke leher ular.     

Namun, meski Dante sudah susah payah menantang bahaya, masih saja ular raksasa itu belum mati walaupun terluka.     

"Tujuh inci di bawah leher dia..." Tiba-tiba ada suara masuk ke kepala Dante.     

"Hah?" Dante menoleh kesana kemari mencari asal suara. Tapi, tak ada siapapun selain dia dan si ular raksasa. "Apa?"     

"Kelemahan dia, tujuh inci di bawah lehernya. Tebas di situ." Suara itu mengalun lagi. Tapi tak ada wujud.     

"Andrea?" Kini Dante yakin, suara itu milik Andrea. Ia segera menoleh ke arah pohon di mana Andrea bermukim. Sayangnya, tak ada siapapun di pintu rongga pohon, menandakan Andrea masih tertidur.     

"Apakah Andrea berbicara di kepalaku sekarang ketika dia masih tertidur?" Dante berasumsi karena tak ada lagi pemikiran lain selain itu. "Baiklah. Kita coba taktikmu tadi, Andrea. Toh, jika aku gagal dan mati, kau juga ikut mati! Hyaaakhhh!" Dante menyerbu maju ke ular yang tengah kesakitan.     

Mata tajam Dante mengunci leher ular, menghitung tujuh inci di bawah leher ular seperti yang diarahkan Andrea tadi. Apakah itu titik kelemahan ular? Dicoba saja. Ini sebuah pertaruhan hidup dan mati.     

Tangan kanan Dante sudah menyiapkan Pedang Rogard yang telah berselubung petir ungu besar yang menari meliuk di sepanjang badan pedang, tampak begitu arogan sekaligus tirani.     

"Itu dia! Tujuh inci! Eh? Apakah itu... sisik terbalik monster itu?" Dante termangu namun tak bisa lama-lama. Dia harus lekas tebaskan pedangnya atau ia akan menemui bencana sendiri.     

Craaassss!     

Dante sekuat tenaga tebaskan Pedang Petir Rogard ke titik di mana ada sisik terbalik dari Piton Sisik Naga. Siapapun mengetahui, bahwa setiap Naga memiliki sisik terbalik, dan di situlah kelemahannya.     

Ular ini bukan naga, atau mungkin belum berevolusi sebagai naga, namun sisiknya sudah menyerupai sisik naga, maka sudah sepantasnya dia diperlakukan bagai Naga.     

"Ruaaaarrrkkhh!" Piton Sisik Naga menderukan raungan sakitnya ketika lehernya memuncratkan darah yang berhamburan bagai air mancur indah berwarna merah legam. Tubuh besarnya menabrak sana-sini akibat dari rasa sakit luar biasa yang dia rasakan.     

Dante terus mengawasi ular itu dari depan pohon tempat Andrea tidur, menjaga agar ular itu tidak menghantam pohon tersebut.     

Setelah menabrak dan menggeliat kesana kemari tak karuan, ular itu pun ambruk ke tanah dengan bunyi bedebum karena fisiknya yang raksasa. Untung saja pohon yang dihuni Andrea tergolong kuat karena itu pohon raksasa.     

Tak lama sesudah ular itu tumbang ke tanah dan tak bergerak, Dante segera mendekati tubuh ular dan memastikan Piton tersebut sudah tidak bernyawa.     

Ia berpikir, pasti jika Andrea melihat Piton raksasa itu, dia akan berseru agar binatang buas mengerikan itu dikuliti. Baiklah, Dante akan melakukan kebaikan untuk Andrea kali ini.     

Maka, malam ini dia habiskan dengan kegiatan menguliti Piton Sisik Naga setelah dia mengambil inti kristal besar dari tempurung kepala si ular. Inti kristal itu berwarna hitam legam mirip batu Onix yang berkilau indah saat tertimpa sinar rembulan.     

Menjelang pagi, Dante sudah menyelesaikan semuanya. Kulit ular sepanjang puluhan meter telah ia kumpulkan tanpa terputus. Meski piton itu memiliki sisik naga, namun sisiknya lentur dan lembut, tidak sekeras besi. Meski begitu, sisik lentur itu sangat kuat, tidak mudah dipotong pedang biasa. Dante cukup bersusah payah ketika mengulitinya.     

Daging piton juga sudah ia sisihkan. Bahkan, ia sudah memisahkan daging dengan tulang belakang ular yang mencapai panjang hampir sepanjang kulitnya. Siapa tau Andrea ingin menggunakan tulang belakang itu untuk keperluannya.     

Dante sungguh sedang dalam mood baik kali ini. Tanpa Andrea meminta, dia sudah menyediakan semua, memilah semua hal agar Andrea lebih mudah menggunakannya nanti. Hanya, Dante tidak bisa memurnikan kulitnya karena dia tidak memiliki api seperti Andrea yang dapat memurnikan kulit binatang buas buruan mereka.     

Beberapa jam kemudian, ketika Andrea bangun, ia menguap lebar-lebar ketika keluar dari rongga pohonnya. Ia akan melangkah ke dahan besar di depannya ketika dikejutkan dengan selembar besar kulit ular yang disampirkan di dahan raksasa pohon tersebut.     

"Eh aduh! Apaan ini, cyynn?!" Andrea berlagak genit sambil menatap kulit ular yang terlihat legam dan berkilau indah terkena pantulan sinar mentari pagi. "Ini ular yang semalam itu? Ohmaigat mamamiaaa! Ternyata gede banget, yah! Ulalaa~" Andrea berjongkok mengamati kulit tersebut. Bisa dipastikan dia akan membutuhkan lebih banyak waktu untuk memurnikan kulit tersebut nantinya.     

Dan ternyata tak jauh dari dahan itu, tersampir tulang belakang ular yang tebalnya setubuh Andrea dan panjangnya puluhan meter. "Hastagah! Gede bener! Aduduh, alamakjan!" Andrea melompat mendekat ke tulang belakang itu.     

Akhirnya setelah puas mengamati tulang belakang raksasa yang menggantung di dahan pohon, perhatiannya tertuju pada sebuah kulit binatang yang bertulisan darah di dekat tulang tersebut. Andrea mengambil lembaran kecil kulit itu dan membaca isi tulisan darah itu.     

'Hadiah untukmu'     

Itu saja. Singkat, padat, dan jelas.     

Andrea bisa menebak itu adalah Dante yang menulisnya. Karena tak ada pena atau cat, pasti pria Nephilim itu menggunakan darahnya sendiri untuk menulis.     

Gadis Cambion itu pun tersenyum kecil. Mendadak hatinya menghangat, namun ia tak mau berlama-lama terharu karena perhatiannya segera tertuju ke tanah di bawah sana. Ada seonggok besar daging.     

"Pasti itu daging ularnya." Andrea tersenyum lagi. Dengan sekali pikiran, dia mengerti ternyata Dante sudah menyiapkan semua itu untuk diberikan sebagai hadiah untuknya. "Oke..."     

Andrea mengeluarkan cambuk spesial dia untuk turun dari dahan pohon. Setelah mencapai tanah, ia pun mengurus daging tersebut. "Bakalan punya banyak banget persediaan daging, nih!" Ia terkekeh senang.     

Segera, Andrea memotong-motong daging itu dalam bentuk kecil seukuran telapak tangan agar mudah untuk dikonsumsi. Ia mengeluarkan peralatan memasaknya. Untung saja di dalam pondok miliknya di Cosmo, ada dapur yang berisi banyak bumbu masakan.     

Dengan ketrampilan memasak seadanya, Andrea membuat Sup Daging Ular. Andrea memotong-motong lagi daging untuk sup menjadi lebih tipis dan mulai menyiapkan rempah-rempahnya. Sedangkan sisa daging lainnya sudah ia singkirkan ke Cincin Ruang yang ia beri nama RingGo, dari Ring yang artinya cincin, dan Go yang artinya pergi. Jadi kalau disatukan, berarti pergi ke cincin. Itu akal-akalan Andrea saja, sih.     

"Sepengetahuanku, sih... sup daging ular tuh bagus untuk penghangat tubuh. Ah, juga bisa merawat sendi kita, selain untuk melancarkan sirkulasi darah plus penghalus kulit. Aiihh~ aku bisa tambah awet muda dan cetar mempesona, nih! Wihihiii..." Andrea terkekeh sendiri sembari mengaduk sup di depannya.     

Dia tau Dante sedang tidur lelap di rongga pohonnya sendiri karena kelelahan bertempur melawan ular raksasa semalam, ditambah mengurus bangkai ular sebagai hadiah untuk Andrea. Oleh karena itu, Andrea tidak ingin mengusik pria Nephilim itu dan meneruskan memasaknya.     

Selesai memasak, tercium aroma harum sup. Karena Andrea kuatir aroma lezat itu tercium oleh Beast di dekat kawasan itu, Andrea pun masuk ke dalam Cosmo bersama sup-nya dan menyimpan di pondok.     

Kemudian dia keluar dari Cosmo untuk menyimpan kulit dan tulang belakang ular di RingGo. Ia belum punya waktu untuk memurnikan kulit dan tulang belakang itu, meski sudah memiliki rencana pada dua benda tersebut.     

Setelahnya, ia melonjak menggunakan Mossa untuk pergi ke dahan pohon Dante. Benar saja, lelaki itu tengah lelap di dalam rongga miliknya. Dengan sekali pikiran, Andrea memindahkan Dante bersama semua alas tidurnya ke Cosmo.     

Karena kebaikan Andrea, perpindahan Dante langsung ke pondok, ke salah satu ruangan tidur di sebelah kamar Andrea.     

Sesudah yakin Dante tidur lebih nyaman di atas kasur di pondok, Andrea membereskan semua alat tidur dia di pohonnya dan kembali ke Cosmo. Ia berencana untuk mandi setelah sibuk ini dan itu.     

Tak lama, sudah terdengar bunyi kran shower mengucur di kamar mandi pondok di dalam kamar pribadi Andrea.     

Untuk sup daging ular, dia sudah menyimpannya di tempat khusus yang bisa mempertahankan hangat masakan. Pondok itu memang canggih dan memuaskan meski bentuknya tampak kuno.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.