Devil's Fruit (21+)

Perjuangan Dante



Perjuangan Dante

0Fruit 100: Perjuangan Dante     

Rasanya Dante ingin sekali mencincang Pangeran Djanh yang sangat tega membongkar aib dia dengan Revka. Ini sungguh ironis! Dia baru saja bisa membuat Andrea luluh dan menerimanya. Mereka baru saja mengalami hari yang indah dengan momen manis.     

Tapi Pangeran Djanh sialan itu justru menghancurkan semuanya!     

Dante menggeram dendam. Awas saja jika dia sudah keluar dari alam ini, dia akan mencari Pangeran Djanh untuk membuat perhitungan sebaik-baiknya.     

Eh, bukankah Dante tak ingin keluar dari alam ini?     

Sekarang dia ingin!     

Ketika Dante melirik ke arah Andrea yang sudah tidur memunggungi dia di kejauhan sana, ia hanya bisa menghela napas. Pahit.     

Setelah dua minggu menjalani kehidupan bersama Andrea dan bahkan merasakan jatuh cinta dan keinginan memiliki yang kuat akan Andrea, kini Dante dihempas oleh kelakuan Pangeran Djanh yang menguak semua aib dia di depan Andrea.     

-0-0-0-0-     

Pagi hari, Andrea bersikap dingin pada Dante. Gadis itu marah? Cemburu?     

Setiap Dante ingin mendekat, Andrea selalu berikan tatapan tajam dan jijik kepadanya. Rasanya itu sangat menusuk di hati Dante yang sedang kasmaran.     

Andrea sekarang hanya berkata singkat-singkat saja ke Dante. Dan semuanya dengan nada ketus penuh aroma permusuhan, meski itu hanya sepihak, karena Dante jelas saja tidak menginginkan adanya permusuhan dengan Andrea.     

"Andrea..." panggil Dante usai mereka makan pagi dengan duduk berjauhan.     

Andrea tidak menggubris dan malah sibuk melipat dan membereskan semua selimut dan alas tidur. Meski marah, Andrea masih sudi mengurus selimut dan alas tidur bagian Dante. Ia hanya menolak untuk berbincang dengan Dante.     

"Kita bergerak abis ini." Hanya itu saja yang keluar dari mulut Andrea.     

Dante cuma bisa mendesah sedih.     

Mereka berdua mulai berjalan lebih masuk ke hutan. Andrea mengeluarkan kekuatan Sniffer dia dan tidak merasakan aura Beast manapun di radius puluhan kilometer.     

Ketika mereka sudah berjalan sejauh tujuh kilometer, mereka tiba di sebuah hutan bambu. Semua serba bambu. Namun, bambu di hutan ini tidak seperti bambu pada umumnya. Di hutan ini, bambu tumbuh bagai raksasa dengan diameter rata-rata selebar ember cuci pakaian paling besar.     

Andrea menatap bambu-bambu tersebut, kemudian dia menoleh ke Dante di dekatnya dengan pandangan ketus seperti tadi. "Potong bambu-bambu itu per cincinnya."     

"Hah?" Dante tak mengerti. Dia tidak mendalami ilmu bambu, maka dia tak paham kemauan Andrea.     

"Bodoh," ketus Andrea lalu maju ke sebatang bambu besar dan jejakkan jarinya secara horisontal ke bagian tertentu. "Potong di sini, lalu di sini, pokoknya, usahakan jangan tebas cincin mereka yang begini. Paham?"     

"Ya." Dante tidak membantah sama sekali. Dia tau dia sedang dalam masa hukuman dari Andrea, maka dia lebih baik menerima semua yang dikatakan Andrea, apapun itu asalkan mereka masih tetap bersama.     

Dante keluarkan Pedang Rogard besarnya dan mulai kumpulkan tenaga sebelum menebas bambu menjadi beberapa potong sesuai dengan arahan dari Andrea.     

Setelah bambu itu terpotong, dia jadi lebih paham yang dimaksud oleh Andrea, bahwa cincin pada batang bambu itu merupakan ruas batangnya. Pantas saja Andrea menyuruh Dante menebasnya di bawah ruas-ruas batang bambu. Rupanya agar supaya bisa dijadikan wadah.     

Dante akui, Andrea memang cerdas dalam mencermati sekitar di saat keadaan darurat.     

Bambu raksasa itu tingginya mencapai puluhan meter. Dan Andrea merasa semakin besar bambunya, maka semakin pas dengan yang dia mau.     

Maka, hari itu adalah hari bagi Dante memanen bambu. Dan bambu paling besar yang ia susah payah tebas adalah yang berdiameter 1,2 meter. Andrea menatap puas akan pekerjaan Dante.     

Pria itu dilumuri keringat di sekujur tubuhnya. Lelah, itu sudah pasti. Andrea ingin Dante menebas dengan sekali tebas agar bambu bisa terpotong rapi. Dia tidak akan mau menerima bambu yang tepinya rusak karena itu menandakan tidak dipotong sekali tebas.     

Setelah upaya dan kerja keras Dante seharian berjibaku dengan bambu, Andrea sudah berhasil mendapatkan sebanyak 87 ember bambu. Kemudian dia duduk untuk menghilangkan bulu halus bambu, karena bulu yang kadang disebut Lugut itu jika menempel di tubuh, maka akan sangat gatal, sebanding dengan rasa gatal bila kita terkena ulat bulu.     

Menggunakan apinya, Andrea menyingkirkan Lugut dari setiap bambu yang dia inginkan. Setelah ember bambu bersih dari Lugut, ia akan menyuruh Dante untuk mengisi bambu tersebut dengan air asin di sungai terdahulu. Itu berarti, Dante musti bolak-balik mengambil dan memenuhi ember bambu dengan air sungai tersebut.     

Ini adalah lelah babak kedua untuk Dante hari ini. Namun, selelah apapun, dia tidak berani menyuarakannya. Itu semua karena ia masih merasa sangat bersalah pada Andrea. Ini adalah sebuah penebusan bagi dosa-dosanya.     

Entah sudah berapa kilometer yang ditempuh Dante jika dia harus bolak-balik 87 kali dengan jarak tempuh empat belas kilometer sekali jalan.     

Dia baru selesai ketika rembulan menunjukkan wajahnya di langit. Andrea memasukkan satu demi satu ember bambu berisi air asin ke dalam Cincin Ruangnya.     

"Gendong aku, kita cari hutan lain." Andrea kembali memberikan perintah.     

Dante mengangguk patuh dan bersiap memeluk Andrea ketika gadis Cambion itu menjauh. "Jangan harap, Tuan Nephilim. Kau bau dan berkeringat. Mana sudi aku kau peluk? Gendong aku duduk di bahumu!"     

Satu hela napas mencuat keluar dari mulut Dante. Namun, ia tidak memprotesnya. Ia pun membawa terbang Andrea yang duduk tenang di bahunya. Memang dengan cara demikian, kontak tubuh dan kulit mereka bisa diminimalkan.     

Setelah terbang sejauh dua puluh kilometer, akhirnya mereka menemukan hutan biasa yang dipadati pohon-pohon raksasa menjulang dan daun-daunnya menutupi langit.     

Dante membawa Andrea ke beberapa pohon untuk memilih. Setelah Andrea menetapkan pilihan pada satu pohon, maka Dante akan mulai melubanginya.     

"Kau, tidur di tempat lain. Tapi jangan terlalu jauh dari pohonku," tutur Andrea bernada dingin tanpa senyum apapun ketika menitahkan hal tersebut pada Dante.     

"Baiklah," sahut Dante tanpa melawan.     

Malam itu, Dante hanya bisa mengerang karena tubuhnya bagai diinjak-injak gajah. Sakit semua. Sampai pagi, dia tak bisa tidur. Ditambah perasaan gelisahnya akan Andrea. Ia tak henti-hentinya menyesali perbuatan konyol dia bersama Revka dulunya. Dia terus mendesiskan 'andai' dan 'andai' sepanjang malam hingga pagi.     

Perbuatan tololnya sudah membuat kerugian yang dalam bagi Dante. Kenikmatan sesaat dan sangat tak berharga itu memukulnya begitu keras di saat hatinya direnggut Andrea. Melirik ke pohon di mana pujaan hatinya berada, dia hanya bisa mendesah pilu dengan nyeri yang terus menggerogoti hati.     

"Hgh~ sampai kapan kau akan berlaku marah seperti itu, Andrea?" gumam lirih Dante sembari terus tatap lubang pohon yang tak jauh darinya.     

Ia tak tau harus bagaimana agar Andrea menghentikan amarahnya. Apakah dia harus menanyakan sendiri pada Andrea? Lalu, bagaimana jika Andrea memberikan syarat yang sangat berat nantinya? Syarat yang mustahil, semisal... meminta diambilkan bintang atau rembulan?     

Frustrasi, Dante mengacak rambutnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.