Devil's Fruit (21+)

Rogard yang Terampil



Rogard yang Terampil

0Fruit 158: Rogard yang Terampil     
0

Usai Rogard mendapatkan bunga kristal, ia muncul di bibir gua dan mulai meloncat ke Rajawali Angin. Kemudian, si burung raksasa lekas membawa mereka menjauh dari gunung.     

Karena semua tanaman obat sudah didapatkan, maka Andrea bisa memindahkan mereka semua ke alam Cosmo.     

Burung Rajawali Angin terkejut karena tiba-tiba dia merasakan perpindahan alam yang cukup mencolok. "Ini di mana?!" teriaknya ketika dia sudah ada di langit alam Cosmo.     

Meski sama-sama di pegunungan, namun Cosmo berisi hamparan bukit hijau. Sangat kontras dengan hamparan salju yang tadi masih mengelilingi mereka.     

"Tentu saja ini tempat yang ingin kamu datangi. Atau kau udah gak mau di sini lagi, Tuan Burung?" jahil Andrea.     

Rajawali hanya mendecak dan ia patuh diarahkan untuk terbang ke arah pondok.     

Setelah tiba di pondok, Dante cepat-cepat membawa Andrea masuk ke dalam pondok dan merebahkan gadis itu secara hati-hati ke atas tempat tidur milik Andrea sendiri.     

"Dan, aku harus bikin obat. Kasian Sabrina." Andrea bermaksud ingin bangun dan akan memulai menyuling pil.     

"Jangan gila! Apa kau bodoh dan ingin tulangmu sekalian patah, heh?!" Dante menghardik. "Sudah! Serahkan itu ke Rogard. Biar dia saja yang membuat obat! Dan kau! Kau tetap di sini!"     

"Tapi Rogard kan gak ta-"     

"Rogard!"     

"Ya, Tuan."     

"Apa kau bisa menyuling pil?" Dante menata tajam ke pedangnya yang sudah ada di sisinya. Ia berharap Rogard berkata iya.     

"Tidak bisa, Tuan."     

"Kau!" Dante rasanya ingin menggunduli Rogard saat itu juga.     

"Saya tidak bisa menyuling pil, tapi saya bisa merebus tanaman obat untuk dibuat menjadi sup obat."     

Dante mendengus lega. Setidaknya ia tidak perlu membuat Rogard menjadi botak kali ini. "Ya sudah! Sana buat! Bawa gulungan ini untuk pedoman pembuatan." Ia serahkan Gulungan Kuno ke Rogard.     

"Ya, Tuan. Saya pamit dulu membuat sup obat." Ia membungkuk penuh hormat ke Dante dan keluar dari kamar Nona Cambion.     

"Dan~" lirih Andrea.     

"Hm?" Dante menoleh ke gadisnya. Meski Andrea belum mau mengakui dia, namun bagi Dante, Andrea tetaplah gadisnya.     

"Jangan terlalu keras ke Rogard..." Andrea tersenyum kecil.     

"Aku... aku hanya tegas, bukan keras." Dante beralasan. Dia tak mungkin mengatakan sikapnya tadi ke Rogard dikarenakan panik dan cemas akan kondisi Andrea.     

"Lain kali bersikaplah selow saja ke dia. Kalian ini sama-sama kaku, hihi..." Andrea malah terkikik. Memang sebuah fakta yang dia ucapkan baru saja.     

"Hm, itu sudah kebiasaan kami masing-masing." Dante membuang pandangan ke tempat lain meski tau Andrea sedang menatapnya. "Apalagi aku ini majikan dia."     

"Majikan dan pelayan juga bisa akrab seperti teman, kok!" sanggah Andrea tak mau kalah.     

"Hm. Lihat saja nanti."     

"Dan~"     

"Apa?" Dante kini menoleh ke Andrea.     

"Kamu gak keluar? Ngapain masih di sini?"     

"Tentu saja aku masih harus di sini! Aku di sini untuk mencegahmu melakukan tindakan bodoh, bocah!" Dante tatap tajam ke Nona Cambion.     

Sayangnya itu tidak membawa pengaruh rasa takut pada Andrea. Ia justru terkikik alih-alih merasa takut. "Iya, deh, iya... makasih yah udah dipedulikan ama dijagain gini ma kamu..."     

Dante sudah akan membuka mulut untuk menyangkal seperti biasa, namun Andrea lebih dahulu menukasinya.     

"Iya, kamu ngelakuin ini pasti karena gak mau aku matek, ya kan? Biar kamu gak ikutan matek, benar kan?" Andrea sudah sangat hafal akan alasan kelitan dari Dante.     

Pria itu mana mau jujur mengatakan bahwa dia sangat peduli dan sayang ke Andrea. Gadis itu merasa Dante jauh lebih jujur di alam mimpi saja.     

"Huff!" Dante mendengus. "Kau diam saja di sini dan tunggu Rogard selesai memasak obat!"     

"Iya, iya..." Andrea mengalah. Lalu pandangannya beralih ke meja di ujung kamar. "Apakah bocah-bocahku ada di atas meja?" Ia ingin melongok, tapi pasti tidak akan diperbolehkan Dante.     

"Ya, mereka ada di sana, semuanya, tertidur pulas," jawab Dante setelah menoleh ke meja yang dimaksud.     

Di atas meja itu terdapat bantalan menyerupai tempat tidur kecil yang terbuat dari kumpulan kulit bulu hewan buatan Andrea yang ia sengaja buat sebagai tempat tidur para bocah hybrid. Selama ini keduanya selalu tidur di sana. Dan mereka menyukainya.     

"Bawakan mereka ke sini, dong Dante..." pinta Andrea.     

"Hm." Dante bangkit dari duduknya di tepi ranjang Andrea dan berjalan ke meja untuk membawa kedua ular yang sedang lelap. Ia membawa para hybrid ke Andrea.     

Dua ular itu diletakkan di dada dan perut Andrea. Meski mereka dipindahkan, nyatanya, mereka tidak terbangun sama sekali.     

"Apa mereka lagi hibernasi, yah Dan?" Andrea melirik kedua ular yang ada di atas tubuhnya, lalu mengelus kepala mereka bergantian, penuh sayang.     

"Entah. Aku tidak begitu paham mengenai ular." Dante menjawab jujur. Pengetahuan dia mengenai flora fauna memang kurang mendalam. Mungkin Rogard lebih paham.     

Rogard hidup lebih lama ketimbang Dante. Pedang itu sudah ribuan tahun berkelana di dunia manapun sehingga dia sudah banyak menyerap wawasan selama kurun waktu itu. Tak heran Rogard banyak mengetahui berbagai hal.     

Dante menemani Andrea di kamarnya. Mereka berbincang ringan sembari Andrea menunggu Rogard selesai memasak sup obat.     

Wajah Andrea sudah tidak sepucat tadinya meski masih menyisakan sedikit di bibirnya yang memucat kehilangan rona warnanya.     

Tak berapa lama, Rogard datang membawakan sup obat yang dia berikan di sebuah mangkuk dan diletakkan pada nampan kecil. "Tuan, Nona, sup obat sudah siap."     

Dante meraih mangkuk dari atas nampan dan ia mulai menyuapi Andrea pelan-pelan menggunakan sendok bebek dari porselen yang memang khusus untuk minum sup.     

Andrea tidak diperbolehkan bangun ataupun duduk untuk meminimalkan cedera pada tulang punggungnya.     

Maka, sambil berbaring tiduran, Andrea patuh disuapi Dante seraya tangannya asik mengelus kedua bocah hybrid yang masih saja terlelap tanpa merasa terganggu.     

"Rogard, apa kamu udah kasi sup ini ke Sabrina ma Noir?" tanya Andrea sebelum dia terlupa.     

"Sudah, Nona. Mereka sudah saya berikan sup-nya sebelum saya masuk kemari."     

"Syukurlah..." Andrea lega. Patah tulang pada kaki dan retak pinggul Sabrina tentu saja jauh lebih parah daripada cedera dia, makanya dia sangat kuatir mengenai macan cantiknya. "Rogard..."     

"Ya, Nona?"     

"Makasih banget, yah!" Andrea tersenyum sebelum membuka mulut untuk menerima suapan dari Dante. "Kalo gak ada kamu, entah gimana deh bikin ini."     

"Nona terlalu baik. Saya hanya melakukan yang harus dilakukan," jawab Rogard diplomatis. "Saya permisi dulu, Tuan, Nona..." Ia segera membungkuk dan melangkah keluar dari sana.     

Sepeninggal Rogard, Andrea menoleh ke Dante. "Dan, tau gak, kamu tuh beruntung punya Rogard. Dia bisa macam-macam dan patuh banget. Aku iri pengen punya pedang kayak gitu!"     

"Sudah, jangan terlalu banyak omong kosong. Lebih baik kau lekas habiskan obat ini lalu aku akan melanjutkan mendengar omong kosongmu lagi nanti." Dante sodorkan sesendok penuh sup obat ke mulut Andrea.     

Andrea mendecih. "Dan~ sup-nya paitnya amit-amit~" Ia merengek. "Boleh kasi gula atau permen, gak?"     

"Kubilang kau boleh bicara omong kosong kalau sudah habiskan ini, Andrea!"     

"Huft!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.