Devil's Fruit (21+)

Kau Sudah Terbentuk di Dalam Hatiku



Kau Sudah Terbentuk di Dalam Hatiku

Fruit 264: Kau Sudah Terbentuk di Dalam Hatiku     

Akhirnya, semua berjalan sangat lancar untuk masalah Andrea mengenai pembayaran total dari Paviliun Anggrek Putih. Tidak hanya itu. Pihak Paviliun Anggrek Putih juga memberikan batu emas tambahan sebanyak seribu sebagai 'kompensasi' sudah menyusahkan Andrea sebelum ini.     

Karena gadis Cambion ini bukanlah makhluk suci yang tidak butuh harta, maka dia dengan senang hati menerima bea kompensasi rasa tidak nyamannya tadi, dan lekas mengajak Dante keluar dari Paviliun Anggrek Putih sebelum Tuan Paviliun Anggrek Putih berubah pikiran.     

Andrea rencananya akan masuk kembali ke alam Cosmo setelah menjejakkan kali di luar pintu Paviliun Anggrek Putih. Namun, dia tidak menyangka, suasana larut malam di Desa Awan Hijau ini rasanya asri dan nuansa damai bisa dihirup Andrea.     

"Jalan-jalan bentar, yok!" ajak Andrea tanpa menoleh ke Dante, langsung begitu saja melangkah ke jalanan yang mulai sepi namun damai.     

Dante pastinya tidak akan menolak apapun keinginan Andrea, selama itu tidak berbahaya, maka dia tidak mungkin berkata tidak. Apalagi pria ini sudah memutuskan untuk selalu di sisi Andrea dan mengabulkan apapun perkataan Andrea.     

Di otak Dante selalu saja membayangkan mengenai usia Andrea yang terbatas entah sampai kapan, dan dia tidak boleh menyerah untuk melakukan yang terbaik bersama Andrea sebagai kenangan terindah nantinya.     

Mereka berjalan beriringan, meski tanpa kata selama beberapa menit.     

Jalanan utama Desa Awan Hijau sudah benar-benar sepi, namun tidak terasa mencekam. Lampu-lampu berbentuk lampion besar menerangi sepanjang jalanan meski itu gang kecil atau jalanan di tempat terpencil.     

Suasana desa malam ini terasa syahdu dan hidup walaupun tidak ada siapapun berlalu lalang.     

Hal ini menjadikan Andrea makin merasa ingin terus berjalan-jalan. Jika di alam Cosmo, ia mungkin tidak akan bisa seenaknya melenggang santai begini meski alam Cosmo sangat luas. Itu karena dia pasti akan terus dibuntuti atau ditempeli siapapun dari anggota kelompok intinya.     

Memang bukan merupakan hal buruk, selain rasa kekhawatiran mereka saja akan Andrea, dan separuh lainnya adalah alasan mereka senang bersama dengan nona Cambion. Mereka ingin sebanyak mungkin memiliki kenangan bersama Andrea.     

Semua ini memang dikarenakan mutiara berwarna merah tua yang seenaknya masuk ke tubuh Andrea dan disinyalir adalah mutiara yang biasa digunakan Iblis untuk mengutuk seseorang dan menyerap hawa hidup orang itu hingga mati.     

"Oi, Dan..." Andrea kini bersuara setelah hening yang cukup lama. "...tau kagak kalo ini udah mulai masuk ke bulan sebelas, loh, kita di alam si Djanh piiipp."     

Dante yang berjalan di sebelah Andrea pun menoleh. "Benarkah?"     

Andrea mengangguk singkat.     

"Aku tidak begitu memperhatikan penanggalan." Tuan Nephilim sebenarnya terkejut ketika mengetahui bahwa dia sudah hampir satu tahun terjebak di alam ini. Semuanya seperti mimpi saja, yang datang tanpa bisa ditentang, dan kemudian berhembus melalui waktu tanpa bisa dirasakan.     

"Entah sampe kapan yak Dan, kita di sini ntar..." Andrea melenggang santai sambil taruh dua tangannya di belakang dan digoyang-goyangkan. "Dan, kalo misalnya kita kagak pernah keluar dari sini, gimana?"     

Dante melirik Andrea yang sedari tadi tidak juga menoleh ke arahnya. "Tidak masalah. Aku lama kelamaan sudah mulai terbiasa dengan kehidupan di sini. Jadi, entah hanya setahun atau dua tahun, atau bahkan seumur hidup pun, aku tidak keberatan di sini."     

Yang ingin diteriakkan hati Dante sesungguhnya adalah dia tidak perduli di mana dia hidup, asalkan bersama Andrea. Itu adalah pencapaian perasaan tertinggi Dante yang telah dia renungkan dalam-dalam selama ini.     

"Tapi, Dan... aku kan bentar lagi mati." Andrea masih tidak ingin menoleh ke Dante, tetap memandang lurus ke depan.     

Sedangkan Dante, dia mulai tidak suka dengan dibukanya topik pembicaraan mengenai itu dan itu lagi. "Andrea, kumoh-"     

Sreett!     

"Ini adalah kenyataan. Mau ampe kapan kamu menolak bicarain ini? Bukannya semakin kita mau menerima kenyataan, maka kita akan semakin kuat dan siap?" Andrea mulai berpaling ke Dante, memutar tubuhnya sehingga dia kini menghadap ke pria Nephilim dan berhenti berjalan.     

Sunyi tanpa ada suara selama belasan detik. Suara keduanya diambil alih sebentar oleh bunyi serangga malam.     

"Andrea, aku bukannya ingin menghindari kenyataan..." Dante ikut berhenti dan mereka pun mulai saling berhadapan dengan mata masing-masing saling bertaut dengan berbagai kecamuk membanjiri benak Dante.     

"Dan, kalo aku mati di sini, dan ternyata kamu bakalan terjebak di alam ini seumur hidup selama-lamanya, gimana?" Andrea serius mengatakan itu. Secuil senyum yang biasanya hadir pun tidak ada sama sekali.     

Dante pun paham, Andrea sedang tidak ingin berbincang secara main-main seperti biasanya. Jika hari-hari sebelumnya, gadis itu bisa dengan enteng mengolok-olok kematiannya yang sudah dekat dengan wajah ceria tanpa beban untuk menepis kesedihan rekan-rekan timnya, kini tidak.     

Tepp!     

Dante segera saja merengkuh bahu Andrea dan membawa tubuh gadis itu ke dalam pelukan dia. Pria ini tersadar, Andrea yang di depannya adalah Andrea yang sebenarnya, tidak sedang memakai topeng kepura-puraan untuk menentramkan hati para anggota kelompoknya.     

Andrea yang ini adalah yang jujur.     

Dalam diam, Andrea menangis lirih. Tebakan Dante benar, gadis ini tidak sepenuhnya tegar dan kuat seperti yang ingin dia interpretasikan di depan teman-temannya yang lain. Gadis ini... sebenarnya rapuh.     

Tuan Nephilim membiarkan Andrea meluapkan perasaan terdalamnya hingga puas dalam pelukan dia. Satu tangannya membelai kepala sang gadis yang masih terisak sangat lirih, menenggelamkan mukanya di dada Dante, agar pria itu tidak melihat betapa rapuhnya dia sebenarnya.     

"Aku... aku takut, Dan... aku sebenarnya takut banget... hiks!" ucap lirih Andrea sambil terisak sangat perlahan. Beberapa kali dia mengirup ingusnya.     

"Tidak mengapa, Andrea. Tidak akan ada yang menyalahkanmu atas rasa takut itu. Bahkan takkan ada yang merendahkanmu hanya karena kau merasa takut." Dante pun berkata.     

"Kayaknya aku munafik banget yah di depan kalian. Aku sok kuat, sok tegar, padahal aku pengen teriak bilang gak terima kalo hidup aku bisa gampang banget hilang cuma gegara hal sepele seperti kemasukan benda antah berantah. Hiks! Dan..." Ia mulai mendongak agar bisa menemukan mata Dante, mencari keteduhan di sana, berharap mata sang pria bisa memberikan ketentraman dan kekuatan bagi jiwanya. "Dan... aku harus gimana?"     

Dante mengabulkan keinginan Andrea meski tanpa gadis itu perlu bersusah payah memburainya dalam sebuah verbal. Ia telah berikan tatapan teduh sembari tangannya merangkum pipi sang Cambion. "Kau harus terus bergembira dan tidak menyerah. Tidak perlu memikirkan kapan hidupmu akan berakhir, cukup... teruslah bersama dengan kami serta memenuhi hari-hari untuk membentuk sebuah memori terindah... seperti yang pernah kau bilang dulu."     

Andrea pun merasakan hatinya dialiri udara sejuk yang menentramkan. Ia tersenyum tipis. "Bagaimana kau nanti jika tidak ada aku?"     

"Jangan kuatir, aku pasti akan tetap bertahan dan terus membawa kamu dalam hari-hari aku, karena kamu sudah terbentuk di dalam hatiku, Andrea." Dante ikut tersenyum dan merunduk untuk menggapai bibir sang gadis, lalu menyatukan dua pasang bilah kenyal itu dalam sebuah cumbu manis yang lembut.     

"Wah, wah... rupanya sedang ada adegan romantis di sini..." Tiba-tiba terdengar suara di dekat keduanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.