Devil's Fruit (21+)

Bahasa Sukma (17+)



Bahasa Sukma (17+)

0Fruit 235: Bahasa Sukma (17+)     

Ketika Andrea berhasil ditarik bahunya sehingga dia telentang, Dante merasakan jantungnya berdentum-dentum tak karuan hanya dengan menatap pujaan jiwa. Ia tidak terlalu ingat kapan pertama kalinya dia menyukai Andrea dan malah tergila-gila secara diam-diam.     

Pandangan mata mereka bertemu dan keduanya sama-sama berhenti bercanda.     

Mata gelap Dante bersinar teduh menatap manik mata Andrea. Sebagai lelaki yang masih normal dan sehat, mana mungkin Dante tidak terpikat hanya dengan saling bertatapan saja?     

Ia merunduk ke Andrea dan menyatukan kedua bilah kenyal mereka, mengulum hingga terdengar bunyi samar decapan dua bilah saling berpadu dan saling melumat serta memagut.     

Andrea tidak menolak cumbuan dari Tuan Nephilim. Dia sekarang mulai terbiasa dan mulai menyukai sikap mesra Dante yang seringnya tanpa kata, begitu saja memberikan aksi yang terkadang mengejutkan Andrea.     

Namun, meski Dante irit rayuan romantis, Andrea tetap merasa lelaki Nephilim itu telah melakukan banyak dan terbaik demi dia. Baginya, rayuan tidak penting. Hati yang menyatu lebih penting di atas apapun.     

Bibir Dante terus mencari kehangatan dari lumatan bibir Andrea. Memagut bilah kenyal sang gadis terasa menentramkan jiwanya yang telah bergejolak. Ingin ucapkan banyak kata asmara indah, namun Dante sama sekali bukan jenis orang yang mudah mengumbar itu semua.     

Dante lebih menyukai menampilkan keindahan romantisme cinta melalui tindakan secara nyata. Pelukan, sentuhan, kecupan ringan... itu semua sudah cukup mewakili segala kata cinta berbunga di seluruh dunia.     

Andrea melenguh pelan ketika cumbuan bibir Dante berlanjut ke area bawah, mengecupi lehernya. Gadis itu memejamkan mata sambil tolehkan pandangan hanya demi mendapatkan kecupan manis di berbagai sudut lehernya.     

Gadis Cambion mulai terbiasa pada sentuhan manis dari Dante, dari mulutnya, dan juga dari tangannya. Hatinya mulai meleleh untuk pria ini. Dia tidak bisa menyangkal meski ingin. Semilir angin cinta telah membungkus Andrea sehingga dia susah untuk melepaskan diri lagi.     

Meski begitu, Andrea masih mentabukan mereka bersenggama secara nyata. Andrea belum siap, dan sang pria Nephilim tidak berani memaksa. Mendapatkan keintiman romantis meski sekedar pelukan dan mencumbu biasa tetaplah surga bagi Dante.     

Ia tidak berani meminta lebih. Tak ingin Andrea berhenti mempercayainya. Toh, mereka bebas berbuat apapun di alam mimpi sebagai ganti hasrat yang meletup di alam nyata.     

Usai cumbuan lembut Dante pada leher Andrea, tangannya meremas pelan salah satu payudara Andrea yang masih terbungkus baju dan bra.     

Gadis itu mengerang lirih ketika bajunya mulai diangkat lepas dari dirinya. "Daann..." Nama sang pria berdengung samar dari mulutnya ketika mulut pria itu mulai mendapatkan apa yang dicari. Hanya dengan menurunkan bra dari kulit hewan, maka surga milik Dante sudah terpampang nyata.     

Andrea menggigit bibir bawahnya sendiri ketika puncak dadanya yang kecil dan berwarna merah muda gelap mulai tegang dan ia secara tidak sadar membusungkan dadanya hanya agar lelaki Nephilim itu bisa lebih mengeksplorasi kedua bukit kenyalnya.     

Tak apa. Andrea membolehkan Dante menjamah bagian itu. Dan itu saja. Tidak lebih. Sang pria tidak keberatan. Salah satu benda favorit dia bisa dinikmati kapanpun dia mau, itu sungguh membahagiakan jiwa.     

Sang Cambion melenguh dalam bisikan, berupaya agar suara ambigunya tidak meloncat lebih keras atau akan ada yang mendengar selain mereka. Baginya, cukuplah Dante saja yang menikmati suara lirih penuh hasrat tersebut.     

"Andrea..." Bisikan sang pria membelai pendengaran Nona Cambion yang masih saja terpejam. Pucuk dadanya baru saja dilepas dari kungkungan mulut Dante yang bersemangat hingga pucuk mungil tegang itu membengkak sedikit.     

Andrea tidak tau, apakah jika mereka sudah bisa keluar dari alam Pangeran Djanh, bisakah keintiman indah seperti ini masih berkelanjutan di luar sana nantinya? Sementara, dunia luar nantinya tentu lebih hiruk pikuk akan segala permasalahan.     

Terkadang, sekelumit kenyamanan di alam ini menggelitik sukma Andrea, meggoda dia untuk tidak keluar dari alam tersebut untuk selamanya. Toh dia bisa membawa hidupnya bersama orang-orang terkasihnya di alam Cosmo sampai kapanpun dia mau, tanpa perlu mempertaruhkan nyawa.     

"Dan~" bisik Andrea sambil membuka matanya. Ia lihat sang pria kembali asik berkutat pada dadanya.     

Dante yang dipanggil pun segera melirikkan matanya untuk ditemukan dengan manik mata indah Andrea. "Ya?" Ia terpaksa melepaskan kulumannya pada benda favorit dia.     

"Sebenernya... enakan di sini atau di alam manusia, yah?"     

Dante mengernyit sekilas. Tangannya masih belum rela melepaskan dominasinya pada bukit kenyal Andrea yang sudah ia telanjangi. "Alam manusia? Hm... apa kau ingin jawaban jujur atau jawaban yang menyenangkanmu?"     

Andrea mendengus geli. Ia cubit hidung mancung Tuan Nephilim. "Tentu aja yang jujur, lah... Ngapain jawaban bohong kalo cuma untuk bikin seneng ati aja. Gih, dah... ngomong aja, gak apa."     

Dante mengurung tubuh Andrea di bawahnya menggunakan kedua lengan kokohnya. Ia tatap sang Putri Cambion lekat-lekat terlebih dahulu sebelum menjawab. "Kalau kau ingin jawaban jujur dariku... aku suka di sini saja. Bersama kamu, hewan-hewan kita, anak angkat kita. Mereka semua teman-teman kita yang sangat menyenangkan."     

Andrea mengulum bibirnya sendiri setelah mendengar jawaban Dante. "Umh~ gitu ternyata, yah? Umh..."     

"Kenapa? Apa kau tidak suka di sini? Maksudku... di alam tempat kita terjebak ini?"     

"Aku... entah, Dan... aku sendiri malahan bingung mo jawab gimana kalo kayak gini."     

"Kayak begini yang bagaimana? Coba kamu perjelas."     

Andrea seketika merona. Haruskah dia secara gamblang mengatakan dia sudah nyaman di sini bersama Dante dan takut semua akan berubah jika nanti mereka keluar dari alam Pangeran Djanh? "Iihh~ Dante, isshh! Males, ah!" Ia berlagak memalingkan pandangan ke lemari pakaian, seolah lemari itu lebih menarik ketimbang wajah tampan Dante.      

Dante tak mau Andrea berpaling dan mengalihkan pembicaraan. Ia segera hadapkan wajah sang gadis kembali ke arah semula. "Coba jujur katakan ke aku, kau lebih menyukai di mana?"     

Andrea meneguk saliva-nya, merasa ia sedang diinterogerasi secara halus. Apalagi tatapan Dante sangat menghipnotis dia. Ah, jangan-jangan itu hanya khayalan Andrea saja. "Aku... oke, jujur aku suka di sini. Tapi... aku khawatir ama Oma, ama Opa dan juga ama Shelly."     

"Hm, terima kasih jawaban jujurmu."     

"Tapi di sini... di sini aku bisa menempa diriku, kekuatanku, dan keberanianku... meski... meski kuakui masih kurang. Bahkan, aku membahayakan kalian semua dengan membawa kalian ke medan pertempuran, seperti hari ini."     

"Hm..."     

"Hari ini... hari ini aku... aku sangat ketakutan kehilangan kalian semua... hiks!" Mata Andrea mulai basah membayangkan kembali kejadian hari ini. "Setiap kalian dalam bahaya, aku seperti kehilangan setengah nyawaku juga, Dan... hiks!"     

Dante tidak memberikan sahutan apapun selain merebahkan dirinya di samping Andrea dan membenamkan gadis itu dalam pelukan. Ia tidak punya kata-kata manis untuk memberi semangat ke Andrea. Yang bisa dia lakukan hanya memeluk, dengan harapan niat hatinya tersampaikan.     

"Apalagi waktu kamu keracunan yang terakhir kemarin... hiks! Aku kalang kabut kayak orang gila, Dan... aku takut banget! Bukan takut bakalan ikutan mati kalo kamu mati, tapi... tapi... hiks! Aku sayang kalian semua... hiks! Uhuhuu~ Aku gak suka kalian terluka..."     

Andrea melepaskan segala beban hatinya dalam pelukan Dante malam itu. Ia menangis, membenamkan wajahnya pada dada sang Nephilim yang terus mendekapnya hingga mereka sama-sama terlelap karena kelelahan.     

Dante tidak tega untuk melanjutkan keintiman tadi setelah mereka bisa bicara dari hati ke hati apa adanya begini. Sekarang, dia sudah tau bagaimana perasaan gadis ini terhadap dia, dan juga terhadap yang lain.     

Andrea menemui Dante di alam mimpi, namun mereka tidak beringas seperti biasanya. Dante memberikan kegiatan bercinta yang sangat lembut dan penuh sayang untuk Andrea. Bahkan ketika Andrea menangis usai Dante melepaskan cairannya, pria itu dengan sabar mengecupi mata basah sang Cambion saban gadis itu terisak.     

Ini adalah bahasa sukma mereka yang telah bersinkronisasi. Tanpa memerlukan kata-kata, mereka mampu memahami hanya dengan sentuhan dan tatapan saja.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.